Oleh : Epong Utami (Alumni Sekolah Guru Indonesia Angkatan IV dan Penggiat Pendidikan di @Klinik Pendidikan Nusantara)
Minggu, 11 Januari 2015, KLIPNUS (Klinik Pendidikan Nusantara) kembali bergerilya ke Bantar Gebang yaitu PKBM yang dijadikan sebagai sekolah non formal bagi anak-anak masyarakat yang sebagian besar berpencaharian sebagai pemulung. Ditengah, perekonomian yang mensesaki masyarakat kita. Kebesaran hati dari pendiri PKBM ini membawa angin segar dan warna baru diawal pendiriannya. Dalam perjalanannya, PKBM yang diharapkan dapat mencerdaskan masyarakat tak lantas menjadikan niat baik bersambut baik.
Tantangan tidak hanya hadir dari kalangan orang tua tetapi juga peserta didik yang belum sepenuhnya menyadari betapa pentingnya pendidikan demi membangun masa depan mereka. Sekumpulan limbah yang berada disekitar mereka tak ayal menjadi ladang emas bagi mereka. Maka tak heran bila mereka membutuhkan uang, PKBM pun dinomor duakan. Tantangan tidak hanya dari segi tingkat kehadiran peserta didik namun juga psikologis peserta didik yang pasti tidak akan sama seperti anak lainnya yang memang menjadikan sekolah sebagai wadah tumbuh kembang mereka.
Beberapa permasalahan dalam proses pembelajaranpun diutarakan saat diskusi selama pelatihan yang diberikan oleh trainer KLIPNUS, Ariani. Permasalahan sebagian besar yang kerap dialami oleh rekan guru di PKBM Al-Falah ini diantaranya anak suka berbicara keras, memukul-mukul meja, tidak mau belajar, menjahili teman sejawat, dan juga tidur-tiduran di dalam kelas. Sikap ini tidak serta merta menjadikan alasan guru untuk mengeluh karena salah bicara bisa jadi siswa tidak akan mau masuk sekolah lagi.
Pelatihan yang dimulai dari jam 08.30 WIB ini dimulai dengan pembukaan oleh MC disertai dengan yel-yel penyemangat. Seperti “Guru Hebat” dan dijawab “Saya”, KLIPNUS sadar betul bahwa guru-guru yang mewakafkan dirinya untuk menjadi pengajar di wilayah yang jauh dari nyaman merupakan guru-guru hebat. Perlu kebesaran hati menjadi pengajar yang berada di lingkungan yang tidak mudah. Sebagai pembuka pelatihan, penyiapan peserta adalah hal utama yang diperlukan. Dalam hal ini yaitu konsentrasi bagi peserta pelatihan, ice breaking pun dimulai dengan memberi instruksi bos berkata, yaitu peserta pelatihan hanya diizinkan melakukan suatu aksi bila terdapat instruksi “Bos Berkata”.
Hal ini dilakukan untuk awalan penyamaan frekuensi peserta dengan trainer. Dan ice breaking ini dilakukan untuk melepas ketegangan selama pelatihan akan berlangsung. Lalu sebelum memasuki materi, perwakilan KLIPNUS yaitu Sari Pratiwi yang merupakan ketua dari Divisi Training menjelaskan garis besar latar belakang KLIPNUS sebagai komunitas yang terdiri dari 29 pemuda Indonesia yang memang adalah alumni dari Sekolah Guru Indonesia. Ke-29 pemuda ini menyadari masa satu tahun adalah kiprah yang belum menjadi apa-apa untuk menjadikan pendidikan di negeri ini lebih baik. KLIPNUS sadar perlu banyak lilin untuk menyalakan cahaya-cahaya, kedua tangan dari ke-29 ini tidaklah akan pernah cukup untuk menyelesaikan permasalah pendidikan di negeri ini.
Divisi training yang dikepalai oleh Sari Pratiwi bertujuan menshare ilmu yang pernah dilakukan oleh ke-29 pemuda selama di penempatan dalam memberikan pelatihan pendidikan. Melalui training yang dilakukan tidak hanya memberi karena dari aktivitas ini, kami kembali belajar bahwa memberi hingga tak hingga akan mendapatkan tak berhingga pula. Belajar dari guru-guru hebat di Bantar Gebang tentang berlapang dada, memberi tanpa melihat nominal, dan mewakafkan hati adalah bagian dari penyulut bara semangat hingga cahaya itu nyata.
Menyambung dari sambutan dari perwakilan KLIPNUS, Pak Khoir selaku Kepala Sekolah dari PKBM Al-Falah juga memberikan apresiasi yang positif kepada KLPINUS. Melalui training ini kembali melebarlah sebuah ukhuwah, gayung bersambut kami sama-sama belajar betapa pentingnya mencerdaskan anak bangsa maka menyerah dari keadaan tidak pernah menjadi solusinya. Memasuki materi, Ariani memberikan instruksi untuk mencari sepatu yang bukan milik peserta. Di tengah-tengah halaman sekolah, peserta yang sudah mengenakan sepatu diminta berjalan dengan gaya yang berbeda.
Dari apersepsi tersebut, terlihat guru yang nyaman berjalan dan kesulitan menyamakan langkah dengan sepatu yang dikenakan. Dari hal tersebut, peserta diminta memaknai kegiatan yang tadi telah dilakukan dengan proses pembelajaran. Kesamaan persepsi yaitu memaksakan suatu pekerjaan yang bukan ciri dari peserta didik hanya mempersulit peserta didik dalam menjalani proses pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran akan sulit tercapai. Dalam suatu teori belajar oleh Dorothy disampaikan bahwa proses pembelajaran haruslah full contact dimana modalitas belajar dapat diakomodir.
Hal tersebut diibaratkan bila guru memaksakan menggunakan metode sesuai selera guru belum tentu sama dengan gaya belajar siswa. Ini bisa jadi menjadikan siswa terseok-seok mengikuti proses pembelajaran yang guru berikan. Melalui pelatihan ini, guru diajak untuk mengenal terlebih dahulu gaya belajar siswa berdasarkan modalitas belajar mereka.
1 komentar:
Assalamu'alaikum, hai saya Epong Utami. saya iseng membuka blog ini ternyata ada tulisan saya yang tercantum dalam blog ini. semoga bermanfaat bagi yang membacanya ^^
Posting Komentar