Melihat Sekolah Serba Gratis Di Malaysia
Oleh Agus Wahyuni
Borneotribune. kamis 8 April 2010. Pendidikan gratis, jamak kita dengar lewat iklan di televisi. Padahal kita tidak tahu, yang disebut gratis itu yang mana. Siswa masih dipungut biaya uang banguanan, buku dan tetek bengek lainnya.
Kalimat “Perjuangkan Pendidikan Gratis” juga seringkali kita dengar setiap menjelang pemilihan kepala daerah. Padahal belum tentu bisa terlaksana. Tapi “ Pendidikan Gratis” tanpa disuarakan dengan nyaring sekalipun, Malaysia sudah berbuat itu. Dan itu merata di seluruh daerah, termasuk daerah perbatasannya.
Seperti di daerah Teluk Melano, Malaysia, merupakan daerah berbatasan langsung dengan desa Temajuk, kecamatan Paloh, Sambas. Disana ada satu sekolah dasar. Bangunannya megah, berlantai empat, lengkap dengan asrama siswa dengan memiliki empat lantai juga. Bangunan itu berdiri berdampingan.
Saya berkesempatan menunjungi sekolah itu, dalam laporan perjalanan saya ke daerah perbatasan. Masyarakat Malaysia menyebutnya sempadan.
—–
Dua bangunan megah berlantai empat berdiri gagah di daerah sempadan, Teluk Melano Malaysia. Itu adalah bangunan sekolah dasar yang didirikan kerajaan Malaysia, lima tahun lalu. Tujuannya agar anak – anak perbatasan Malaysia bisa menikmati pendidikan seperti daerah lainnya, menikmati pendidikan gratis lengkap dengan pelayanan fasilitas pendidikan.
Pada suatu kesempatan, Sabtu pekan lalu, saya berkunjung ke sekolah itu. Kebetulan saya mendapat undangan liputan dari mahasiswa perikanan Universitas Muhammadiyah Pontianak, di desa Temajuk, kecamatan Paloh. Lokasinya bersampingan dengan Teluk Melano, Malaysia. Daerah itu merupakan daerah perbatasan dua negara, hanya berjarak satu kilometer saja dari desa Temajuk.
Saya diajak salah satu staf pengurus desa untuk jalan- jalan menikmati pemandangan daerah Teluk Melano. Mendadak saya terkesan dan terperangah. Ada dua bangunan berlantai empat dibangun berdampingan di lokasi itu. Ternyata bangunan itu adalah bangunan sekolah dasar untuk anak – anak perbatasan Malaysia.
“Sungguh mengesankan” gumanku. Bagaimana tidak, bangunan semegah itu, jangankan di desa Temajuk, ibukota Sambas sekalipun belum ada yang mampu mendirikan bangunan sekolah semegah itu.
Untuk mengobati rasa penasaran saya, di sana saja diketemukan dengan Jauhari. Ia salah satu guru agama Islam di sekolah itu, sejak sekolah itu difungsikan. Ia banyak bercerita tentang sekolahnya.
Dari ceritanya, sekolah ini sengaja dibangun oleh kerajaan Malaysia, untuk mencerdaskan anak- anak perbatasannya. Karena pendidikan bagi kerajaan Malaysia adalah yang utama.
Di sekolah ini, tidak saja bangunan yang megah, juga tersedia sarana dan prarsarana penunjang belajar. Seperti laboratorium komputer, internet, bahasa dan balai pelatihan wirausaha untuk siswa.
Khusus untuk lab pelatihan wirausaha, materi yang diajarkan, berupa service sepeda motor, service televisi, dan menggali potensi kekayaan alam yang ada untuk dijadikan barang jadi bernilai seni. Seperti kerajinan tangan pengolahan kulit kerang menjadi pengias dinding dan meja. Jika dihitung sekolah itu ada 50 ruang kelas, terdiri ruang belajar, laboratorium, unit kegiatan sekolah, dan ruang guru.
Selain mengajarkan siswanya tentang ilmu pengetahuan, pihak sekolah tidak lupa menanamkan nilai-nilai keagamaan.
Setiap harinya, memasuki waktu sholat, siswa istirahat. Bahasa Malaysianya, rehat.
“Bisa dibayangkan, materi belajar setingkat SD saja sudah diajarkan materi wirausaha, sementara di Indonesia, menikmati pendidikan wirausaha harus menempuh sekolah kejuruan,“ gumanku.
Tidak itu saja, kerajaan Malaysia memberlakukan bagi warganya wajib menyekolahkan anaknya. Jika tidak, orang tua bersangkutan akan dikenakan denda sekitar RM 1400 atau sekitar Rp 4 juta.
Jadi tidak heran jika ada anak yang tidak ingin sekolah, orang tua selalu memaksa anaknya untuk bersekolah.
Adalah wajar jika kerajaan memberlakukan peraturan itu, mengingat sekolah yang disediakan semuanya tidak dipungtut biaa alias gratis.
Bahkan, setiap tahun, siswa disana diberi seragam sekolah, sepatu, buku, dan tas dengan cuma- cuma. Termasuk juga siswa disana ditanggung makan satu hari tiga kali. Juga disediakan tempat penginapan.
Tempat penginapan siswa selama menempuh belajar juga dibangun megah, dengan empat lantai juga, lengkap dengan tempat tidur tingkat dua. Disaana juga tersedia wc umum. Jika saya membandingkan, wc umum di sana sekelas dengan wc yang ada di mall kota Pontianak. Disana tersedia ruang makan dan ruang pertemuan yang luas, cukup menampung ratusan siswa. Di ruang itu terdapat dapur umum, ada enam pekerja yang membantu menyiapkan menu makan setiap harinya. Waktu makan, dimulai pagi hari , pukul 06.00. Siang pukul 12.00, dan malam pukul, 19.00.
lulus. Bukan karena ia kurang belajar, tetapi karena konsentrasinya sedang drop. Karena tidak selamanya siswa bisa konsentrasi menerima menyerap mata pelajaran yang diberikan.mungkin bisa saja siswa sedang sakit atau ada masalah lain di pribadi siswa, sehingga tidak bisa maksimal mengikuti UN.
Ia mencontohkan, seperti atlet sepak bola kelas dunia sekalipun, belum tentu bisa bermain bola di lapangan dengan baik setiap pertandingan. Pasti ada penampilannya yang buruk.
Pertanyaan terakhir saya sampaikan kepada Jauhari, berapa gaji bapak sebagau guru di sekolah ini. Ia menjabab, “ tak banyak, sekitar delapan juta sebulan, jika dirupiahkan, “ katanya.
“Waoww” saya tersentak kaget.
Kemudian saya berguman dalam hati,” kapan Indonesia seperti Malaysia. Kapan mewujudkan sekolah gratis sampai ke perbatasan. Kapan ya, kapan?,”
Sumber : borneotribune.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar