Seeseorang yang hebat jika diletakkan ditempatkan di tempat yang tidak tepat maka dia tidak akan terlihat. Bahasa sederhananya adalah manusia itu unik dan mesti RIGHT MAN IN RIGHT PLACE. Like stars on earth. Seperti bintang di bumi.
“Heh, bintang di bumi? Bukankah bintang itu ada di langit”
“Ya walaupun bintang itu di bumi bukankah dia tetap bintang? Walaupun hal tersebut terkesan ganjil. Sama halnya dengan permata. Walaupun diletakkan di tong sampah dia tetap permata yang berharga”
Like Stars on Earth, film ini mengisahkan tentang Ishaan seorang anak kelas 3 SD yang menderita Disleksia. Hmmm Disleksia itu sederhananya mengalami kesulitan membaca, menulis dan menghafal secara berurutan. Walaupun begitu, mereka mempunyai cara yang unik dalam berpikir sehingga sangat wajar apabila mereka terlihat berbeda.
Ishaan mempunyai seorang kakak yang bernama Yohan. Sangat berbeda dengan Ishaan. Yohan mendapatkan nilai yang sangat tinggi di banyak bidang. Hampir semua nilai di sekolahnya menempati peringkat pertama kecuali di beberapa bidang yang hanya merah peringkat 2*mekmekmek. Dan seperti segelintir orang tua, Ishaan pun terpinggirkan dikarenakan “kehebatan” Yohan. Berkali-kali Ishaan mendapatkan nilai yang rendah, dihukum oleh guru, dibentak dan diejek. Tidak ada satupun yang sadar bukan seperti itu caranya membuat dia bangkit.
Dikarenakan Ishaan yang tidak bisa mengikuti pelajaran di sekolah formal, dengan terpaksa orang tuanya memindahkannya ke sekolah asrama yang mengedepankan “tertib, disiplin, dan bersaing”. Bukannya menjadi solusi, pilihan ini malah membuat Ishaan menjadi semakin depresi. Ya, bakatnya menjadi pelukis pun tertutupi dikarenakan banyaknya tekanan yang dialami. Bahkan ketika pelajaran seni pun Ishaan tidak bisa mengeluarkan kehebatannya, sungguh ironis.
Hingga akhirnya momentum itu terjadi. Nikumbh, guru seni pengganti yang diperankan oleh Aamiir Khan mengajarkan bagaimana mendidik itu sebenarnya.
Setiap anak itu unik dan kita tidak bisa memperlakukannya dengan sama rata. Misalkan Ishaan yang menderita Disleksia. Dia tidak bisa membaca, berhitung dan menghafal urutan sebaik temannya yang lain. Butuh pengajaran yang lebih untuk mencapai taraf cukup. Di satu sisi kemampuan lukisannya sangat luar biasa. Bahkan di perlombaan sekolah lukisannya mengalahkan Nikumbh, guru seninya. Akan tetapi, apabila dia mengalami depresi, kertas putih yang seharusnya menjadi lukisan yang indah akan tetap menjadi putih. Berbicara satu patah kata pun akan sangat sulit.
Aku yakin, kamu dan aku mempunyai beberapa persamaan pemikiran. Seperti : anak yang gak jago matematika belum tentu bodoh. Atau anak yang jago melukis belum tentu gak punya masa depan yang cerah. Setuju? Setiap anak mempunyai bakatnya masing-masing. Orang tua tidak bisa memaksanya menjadi seperti yang mereka inginkan. Benar anak dilahirkan dari orangtuanya. Akan tetapi bukan berarti mereka adalah kertas putih yang orang tualah yang harus memberikan tintanya. Ada kutipan menarik dari Kahlil Gibran :
“Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu. Mereka adalah anak anak kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri”
Ya di film ini sedikit banyaknya aku belajar tentang parenting. Bagaimana orang tua mengarahkan dan menghargai apapun bakat anaknya. Bakat bukan hanya nilai yang diagung-agungkan. Bakat adalah anugerah Tuhan yang dimiliki oleh setiap anak. Orang tua dan guru mempunyai peran yang sangat penting dalam pengembangan tersebut. Tentu tidak lepas dari peran dirinya sendiri ketika seorang anak sudah mulai “berpikir”
Ada scene yang sangat menarik dari film ini. Scene ini terjadi ketika Ayah Ishaan mendatangi Nikumbh untuk membuktikan bahwa dia peduli dengan Disleksia yang dialami anaknya
“Istriku sudah mencari di internet. Membaca tentang apa itu disleksia. Jadi aku mau anda tahu bahwa kami PEDULI dengan Ishaan”
“PEDULI? Peduli mempunyai kekuatan yang sangat besar. Mampu mengobati luka. Itulah yang anak inginkan. Pelukan, ciuman dan ucapan Nak aku sayang kamu. Ketika kamu terjatuh kemarilah, ada aku di sampingmu. Saya senang jika anda sudah peduli Pak”
Mendengar itu, ayah Ishaan bergegas pulang.
“Pak, apakah istri anda sudah membaca tentang penduduk di kepualaun Salomon? Suatu ketika mereka ingin turut serta dalam pengolahan hutan. Akan tetapi mereka tidak memotong kayunya. Mereka mengutuk pohan itu dan berteriak dengan kasar. Dan beberapa hari kemudian, pohon itu mati dan layu”
Kamu pasti tau kan apa makna dari penduduk kepulauan Salomon itu?
Sekali lagi film yang dibintangi Aamiir Khan ini memberikan nilai yang sarat makna bagiku dan penonton lain yang udah nonton. Kamu pasti tahu kan apa film Aamiir Khan lain? Ya 3 Idiots. Kalau belum nonton, nonton deh dan katakan Aal Izz Weel :)
#keep spirit and inspiring!
http://rezkyfirmansyah.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar