Rustantiningsih |
Lewat metode pembelajaran “Dugem”, Rustantiningsih menyabet penghargaan guru berprestasi tingkat nasional tahun 2009. Ingin terus berkarya mengembangkan metode pembelajaran.
Mengajar bagi seorang guru adalah rutinitas pekerjaan. Akibatnya pada saat mengajar, sang guru hanya mengulang apa yang ada di buku pelajaran. Alhasil anak didik menjadi bosan menyimak.
Beruntung, kini ada Rustantiningsih, guru sekolah dasar negeri Anjasmoro Semarang. Ia tak pernah berhenti berkreasi menciptakanmetode pembelajaran yang bisa membuat belajar lebih menyenangkan. “Yang benar, guru bukan sebagai tukang mengajar,melainkan sebagai desainer pembelajaran,” kata Rustantiningsih.
Siapakah Rustantiningsih? Berikut ini penulis akan mengupas Biografi Rustantiningsihbeserta kisah sukses beliau.
Menjadi Guru Berprestasi
September tahun 2009 lalu, Rustantiningsih dinobatkan sebagai guru berprestasi tingkat nasional tahun 2009 untuk kategori guru SD. Ia menyisihkan ratusan guru dari berbagai daerah yang mengikuti seleksi guru berprestasi. Seleksi ini diselenggarakan Kementrian Pendidikan Nasional dan Kementrian Agama ini berlangsung cukup ketat.
Ada enam kompetensi yang diujikan. Disini, Rustantiningsih berhasil membius para dewan juri dengan beragam kreativitas dan inovasinya dalam metode pembelajaran. Perempuan kelahiran Karanganyar, Jawa Tengah tanggal 25 Oktober 1976 itu tak bosannya berkreasi mengembangkan metode pembelajaran.
Ide Pembelajaran Kreatif
Sebetulnya materi yang disampaikan Bu Tanti (panggilan Rustantiningsih) tak berbeda dari yang diajarkan guru lain. Tapi metode pembelajarannya yang berbeda. Ia menciptakan metode kreatif yang bernama “Dugem”, yang berarti Dunia Gembira. Bukan dunia gelap yang berkonotasi negatif.
Ide itu muncul ketika dirinya sedang menyetrika pakaian sambil bersenandung. “Mengapa tak kulagukan saja materinya?” kata Tanti. Lantas ia meninggalkan setrikaannya, bergegas mengambil kertas dan pena hingga terciptalah lagu Anak Kambing Saya versi Bu Tanti.
Syair lagunya diubah dan dimasukkan materi pelajaran IPS seperti apa beda tanjung dengan teluk. Hanya mengulang tiga kali saja, murid-muridnya langsung faham dan hafal diluar kepala.
Metode pembelajaran selanjutnya adalah “Mega Star”. Siswa dibagi menjadi enam kelompok, setiap kelompok diberi nama sesuai dengan nama pelajaran. Ada kelompok selat, teluk, danau, gunung, pulau dan tanjung. Mereka diberi selembar kertas kosongdan guntingan kertas berisi nama-nama serta foto sesuai dengan pelajaran. Karya mereka ditempelkan di papan tulis. Guru memberikan penilaian dengan lebih dulu meminta pendapat mereka.
Tanti menyatakan bahwa setiap siswa memiliki potensi untuk berkembang, jadi metode pembelajaran yang cocok adalah menggali potensi siswa untuk kreatif dan berkembang. Metode “Dugem” diyakini bisa memunculkan potensi dan kreativitas sang anak didik seperti merangkai materi pembelajaran menjadi lagu supaya mudah dihapal. “Di kelas saya sering melagukan pelajaran, ada juga siswa yang membuat lagu itu sendiri,” ucap Bu tanti. Sampai saat ini telah terkumpul 50 lagu yang syairnya berisi ringkasan materi pelajaran.
Menjadi Penulis
Bu Tanti juga menulis buku sejak tahun 2006. Beliau menulis sejumlah buku pelajaran untuk SD. Selain itu Bu Tanti juga menulis cerita fiksi dan artikel yang dimuat surat kabar Semarang, “Pengalaman mengajar menjadi bahan menulis artikel,” kata beliau.
Soal kreativitas dalam mengajar bukan hal baru bagi Tanti. Sejak SD dirinya biasa menjadi pegganti sang guru ketika guru sedang keluar atau jam pelajaran kosong. Tanti cilik langsung mengambil alih peran guru, mengajar teman-temannya. Model belajar ia ubah. Bangku ia tata melingkar dan Tanti menjadi pemandu berinteraksi sesama siswa. Saat guru masuk kelas dan melihat bangku berantakan, Tanti menjadi dimarahi gurunya. “Tapi saya kok tidak pernah kapok,” ujar Tanti mengenang.
Wahhhh andaikan aja 60% guru yang ada di Indonesia seperti Bu Tanti, pasti bakalan cepet maju negara ini. Sukses n selamat terus ya Bu Tanti.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar