Tinggalah seorang pria yang hidup di sebuah pemukiman terpencil di sebuah desa yang penuh dengan suasana suram. Dia adalah sosok seorang guru teladan yang memiliki banyak murid di sebuah sekolah dasar yang di bangun sejak zaman penjajahan belanda.
Setiap orang segan jika bertemu dengannya, rasa hormat, cinta dan kasih sayang yang terpancar di raut wajahnya sungguh memberikan efek kasih sayang kepada setiap orang yang menemuinya termasuk kepada para murid yang ia didiknya di sekolah.
Ia mengajar di sebuah gedung sekolah tua setiap hari untuk menyampaikan ilmu kepada muridnya. Kadang sering terlihat sosok keriput wajahnya yang mulai memberikan tanda penuaan, langkahnya yang semakin gontay, dan ucapannya yang kadang terengah-engah.
Guru itu bernama Pak Tarno, rupa-rupanya pak Tarno adalah guru paling senior disana. Ia sudah mengajar selama puluhan tahun dan banyak pula anak didiknya yang sukses. Walaupun keterbatasan usia dan kemampuan namun pak Tarno masih terlihat selalu semangat menjalani hari-harinya sebagai seorang guru.
Ia adalah sosok guru yang dinilai paling dekat dengan murid. Murid dibebaskan secara leluasa menyampaikan segala pendapat, kritikan, maupan aspirasi untuk suksesnya proses belajar mengajar. Kedekatannya tidak membuat murid-murid berlaku senonoh terhadap dirinya, namun sebaliknya karena kejujuran, keikhlasan, dan ketulusan cinta kasih kepada muridnya itu, membuat setiap murid segan kepada dirinya.
Pada suatu malam Pak Tarno mengalami demam yang begitu luar biasa, tubuhnya dingin disertai batuk yang kadang melemaskan tubuhnya yang sudah gontay. Namun ia masih teringat peristiwa kemarin siang yaitu ia pernah berkata kepada muridnya bahwa ia harus menemani muridnya menyelesaikan sebuah tugas sekolah walaupun kenyataannya besok hari adalah hari minggu.
Ia selalu berdoa kepada Tuhan agar diberikan kesembuhan dan diberikan kekuatan agar besok hari ia bisa menemui murid-muridnya. Baginya kebahagiaan adalah ketika ia melihat muridnya sukses di kelak hari. Ia berjuang melawan rasa sakitnya dan satu jam, dua jam, tida jam kondisi mulai membaik. Rupanya Tuhan mengabulkan doa Pak Tarno.
Pagi hari ia bersiap-siap untuk pergi dengan membawa tas hitam berwarna agak kecoklatan dan terlihat beberapa bagian telah sobek di bagian sisinya. Ia pun mengayuh sepeda tua dan menuju ke arah barat daya ke alah sebuah bangunan tua, ya Sekolah, rupanya ia sudah berjanji dengan muridnya untuk belajar di sekolah walaupun hari libur.
Ia pun datang ke lokasi belajar dan terbesit senyuman tulus dari raut wajahnya yang dengan seketika memberikan sebuah pesona indah kepada para murid yang memandangnya. Ia mulai membahas pelajaran demi pelajaran.Terlihat banyak siswa yang antusias mengikuti proses belajarnya yang sangat hangat, canda tawa dan riang gembira.
Suatu waktu pak Tarno merasakan sebuah rasa sakit yang amat sangat dari dalam dadanya. Sesekali ia batuk namun ia tetap melanjutkan belajarnya. Dua, kali, tiga kali, dan sampai berikutnya pak Tarno tergeletak di lantai tepat berada di hadapan para murid.
Terlihat helaian nafas yang terengah-engah, dan terlihat pula aliran darah yang keluar dari hentakan batuknya yang tak henti. Beberapa muridnya mulai menangis dan meminta bergegas keluar meminta pertolongan.
Sesekali batuknya terhenti, pak Tarno mengucapkan kata terahirnya dari susahnya ia berkata karena nafas yang menyesakan dada, ia mengucapkan kata-kata terahir untuk murid-muridnya dan semua murid di seluruh jagat raya, "Wahai muridku, lakukanlah terbaik untuk masa depanmu dan jangan siasiakan masa mudamu. Hormatilah gurumu, dia selalu tulus mencintaimu. Raihlah cita-citamu setinggi langit dan belajarlah" Tak lama kemudian setelah selesai mengucapkan kalimat tersebut, pak Tarno meninggal dunia menuju sang pencipta. Innalilahi wa'inailahi roji'un.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar