dan biaya di segala sektor. Biaya transportasi angkutan dengan cepat
"menyesuaikan" dengan harga BBM, walau dalam kenyataannya, tak sesuai
dan tak seimbang. Harga kebutuhan pokok pun membumbung tinggi.
Hal tersebut memang bukan hal yang baru bagi Indonesia. Kita sudah
berulangkali mengalami kenaikan harga BBM, oleh setiap rezim, walaupun
mereka mengklaim sebagai pembela rakyat. Kita sebagai rakyat, tak
sedikitpun diberi pilihan. Satu-satunya pilihan adalah, MENERIMA
dengan segenap keikhlasan.
Dengan kenaikan harga BBM ini, banyak yang menjerit, banyak rakyat
yang pesimis akan kemampuan ekonominya, banyak pula yang menganggapnya
hal yang wajar.
Saya banyak menemui orang dari berbagai kalangan. Saya tanya pendapat
dan sikapnya terhadap kenaikan harga BBM ini. Beberapa pendapat dan
sikap mereka saya tuliskan di bawah ini :
Mas Hadi ( Pedagang sate Lamongan terkenal di Mande )
" Baru aja menjabat, tega banget Jokowi naikkin harga BBM.
tapi kalau dibanding jaman Soeharto, saya merasa lebih baik sekarang.
Alasannya, kalau dulu aku baru mampu meminta ke ortu, kalau sekarang,
aku udah punya penghasilan. BBM naik, biarlah....yang penting aku bisa
membelinya....."
Maman ( Pedagang cimol )
" Wios lah pa BBM naek mah, nu penting amang tiasa balanja, tiasa emam"
( gak apa apalah BBm naik, yang penting masih bisa belanja dan makan )
Odang Bandar ( Petani ikan yang sukses di Jangari )
Odang Bandar ( Petani ikan yang sukses di Jangari )
" Saya menyesal pak, pilih Jokowi. Coba kalau dulu pilih Prabowo,
kayaknya gak bakal kaya gini.."
Dari tiga pendapat orang-orang di atas, saya sedikit berkomentar :
Pertama, sikap terbaik menurut saya adalah menerima segala hal yang
terjadi, termasuk kenaikan BBM ini. " Qul Laa yushibana illa maa
kataballohu lana", semua sudah tercatat dalam qada Allah, dan atas
izin Allah. Dan terbukti, sekian kali mengalami kenaikan harga BBM,
alhamdulillah, kita masih bisa hidup dengan normal.
Kedua, tak usah lah bersandar kepada manusia. Siapapun pemimpin di
negeri ini, seideal apapun visinya, bila sistemnya tak berubah, ya
akan tetap seperti ini. Yang harus diubah pertama kali adalah
sistemnya. Rezim berganti, kebijakan berganti, hasilnya tetap sama
karena dalam bingkai sistem yang sama, yang memaksa orang "baik"
melakukan apa yang dinginkan sistem yang berlaku.
Ketiga, reaksi yang berlebihan atas kenaikan harga BBM ini justru
merugikan diri sendiri. Kenaikan BBM seharusnya "memaksa" kita untuk
makin gigih menjemput rizki dari Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar