Menebar optimisme dan Berbagi Inspirasi di pelosok nusantara agar tercipta dampak positif yang berkelanjutan. Begitulah kira-kira salah satu misi dari sebuah gerakan bernama Indonesia Mengajar (IM). Gerakan ini dipelopori oleh seorang profesional pendidikan yang sekarang menjabat sebagai Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Anies Baswedan. Selain misi di atas, IM juga mempunyai misi membentuk anak muda Indonesia yang berkompetensi kelas dunia namun memiliki wawasan nusantara hingga ke akar rumput Indonesia.
Roro, Pengajar Muda di Halmahera Selatan |
Salah satu Pengajar Muda (sebutan untuk para penggerak IM) yang berkesempatan menjadi penebar inspirasi di pelosok negeri adalah Roro Ayu Kusumastuti. PM (Pengajar Muda) yang satu ini mendapat tugas di SD Inpres Sawangakar, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara. Desa Sawangakar adalah sebuah desa kecil yang hanya dihuni sekitar 60 KK. Desa ini berada di sebuah pulau kecil bernama Pulau Botang Lomang. Mayoritas penduduknya adalah suku Makian yang beragama Islam dan bermata pencaharian sebagai petani. Di desa ini, belum ada listrik dan sinyal telepon seluler. Saat malam hari, rumah-rumah hanya diterangi dengan lampu minyak, termasuk rumah yang ditinggali Roro.
Roro Ayu Kusumastuti atau biasa dipanggil Roro tinggal sendiri di sebuah rumah tepat di pantai teluk Sawangakar. Saat pertama kali datang, PM lulusan Pendidikan Bahasa Inggris UNY ini disambut dengan suka cita oleh anak-anak SD Inpres Sawangakar. Sebuah tulisan “Selamat Datang Ibu Roro” menunjukkan antusiasme mereka menyambut kedatangan guru baru. Semangat mereka untuk terus belajar dan bersekolah begitu luar biasa di tengah segala keterbatasan yang ada di desa mereka.
Rumah Roro dan Tulisan "Selamat Datang Ibu Roro" di Teluk Sawangakar |
Karena jumlah guru yang sangat kurang di SD Inpres Sawangakar, tak jarang Roro harus mengajar dua kelas sekaligus (kelas rangkap). Guru muda asal Gunung Kidul, Yogyakarta ini sering mengajarkan tentang indahnya sebuah perbedaan pada murid-muridnya. Menurut Roro, warga desa Sawangakar memang belum begitu bisa menerima sesuatu yang baru atau berbeda dengan mereka. Contoh kecilnya, mereka sering tidak mau mencoba makanan asing yang belum pernah mereka makan. Mereka juga tidak mau mencoba mengolah makanan dengan cara baru.
Roro pernah mengajak murid-muridnya untuk saling berkirim surat dengan murid-murid rekannya di Bogor. Mereka pun sangat antusias menerima ajakan Ibu gurunya. Di dalam surat yang mereka kirim ke Bogor, mereka memperkenalkan diri dan menulis tentang keseharian mereka serta apa saja yang ada di desa Sawangakar. Surat-surat mereka pun berbalas. Anak-anak SD sebuah yayasan di Bogor juga memperkenalkan diri dan menulis tentang keseharian mereka di Bogor, termasuk bermain game, sesuatu yang baru dan tak dimengerti oleh anak-anak SD Inpres Sawangakar.
Surat dari SD Inpres Sawangakar untuk Teman-teman di Jawa |
Mereka pun meminta Roro untuk mengirim surat lagi ke Bogor. Wajah-wajah polos mereka menunjukkan sebuah kegembiraan setelah mendapat teman baru dari Jawa, meski hanya teman lewat surat. Kali ini bukan hanya surat yang mereka kirim, tapi mereka juga menyertakan makanan-makanan khas Desa Sawangakar. Meski banyak dan memakan biaya pengiriman yang tidak sedikit, Roro dan murid-muridnya tetap bersemangat untuk saling berbagi dengan anak-anak di Bogor, anak-anak yang sekolah di sebuah Yayasan Kristen.
Awalnya anak-anak SD Inpres Sawangakar yang semuanya muslim tidak tahu jika sahabat-sahabat penanya itu adalah dari kalangan nasrani. Setelah diberi tahu, ternyata mereka tetap bersemangat untuk berteman dan ingin terus saling kirim surat dengan anak-anak SD di Bogor tadi. Meski jauh, semangat mereka untuk saling mengenal dan saling berbagi tak pernah luluh. Meski banyak perbedaan, mereka masih memiliki satu kesamaan yang jauh lebih penting, yaitu Indonesia. Ya, mereka adalah anak-anak Indonesia. Mereka masih berada dalam satu tanah air. Tanah air Indonesia. (fila174)
“Kehadiran dan kehidupan Pengajar Muda di sekolah, desa dan keluarga baru mereka di pelosok Nusantara akan merajut tenun kebangsaan yang lebih kokoh.” Indonesia Mengajar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar