Sabtu, 07 Februari 2015

Guru, Mendewasakan Saya


Hari ini tanggal 25 November. Hari ahad? bukan, hari minggu? juga bukan! tapi hari guru. Hehehe, dan saya posting tulisan ini bukan karena profesi saya yang guru juga. Asli, suer, saya sih belum jadi guru beneran, masih guru jadi-jadian, hehehe.

 Emm, begini saya hanya ingin berbagi, guru itu betapa berarti bagi saya. Dulu waktu masih SD, saya denger lagunya Padhayangan Project itu keren banget liriknya plus lucu :

"Sanggupkah aku, menjadi guru
Honor seminggu hanya sampai rabu
Babe setuju ku jadi guru, bila memang itu cita-citaku"

Nah petikan itu, dulu sih waktu denger lagu ini, sama sekali belum kepikiran jadi guru, alias bukan cita-cita, heheh :P, tapi itu dulu. Udah ah, sekarang enggak lagi ngomongin masalah saya. Ini bukan ajang bongkar rahasia. Tapi saya mau cerita guru-guru saya yang luar biasa, dari SD sampai di perguruan tinggi.

Gini, waktu SD saya punya guru favorit, walau sebenernya semua guru baik, tapi wajar kali ya, kalau punya guru favorit. Namanya Bu Kristantini, orangnya cuantik, keren, energik. Selain ngajarin saya di kelas beliau juga pembina pramuka, gara-gara beliau tuh saya jadi kenal barung, dasadarma pramuka, persami, dan semua ketrampilan di pramuka.

 Terus Bu Kristanti juga bisa nari tradisional, keren banget deh. Nah ada juga Pak Dayat, beliau sudah almarhum sekarang-semoga Allah merahmati dan mengampuni dosa-dosanya. Pak Dayat tuh hebat, pengetahuannya luas, terus baik banget sama semua, objektif, semua murid disayangi tanpa terkecuali, kebapakan bangeet gitu lho. 

Di SMP, juga gitu, banyak guru-guru yang masuk daftar yang ikut mendewasakan saya. Ada Pak Lubis, keren bangeet dengan rumus-rumus matematika yang super mudah diikutin, kayaknya seumur-umur saya jadi pelajar nilai matematika saya bisa dapet delapan setengah tuh gara-gara diajarin Pak Lubis, bikin matematika easy buat diikutin, sayang saya cuma setahun kebagian beliau, jadi ya ujungnya saat enggak diajar beliau, saya jadi enggak suka matematika lagi, tapi setidaknya ada satu masa dimana saya bisa "genjatan senjata" sama matematika.

 Terus ada Bu Pocut, beliau suaranya lantang, keras, inspiring banget, kata-katanya dalem banget kalau lagi marah, dan yang saya suka Bu Pocut sama sekali enggak pernah nyindir murid-muridnya, baliau kalau marah langsung di depan, kalau muridnya baik atau punya prestasi juga langsung dipuji di tempat. Enggak pernah membedakan si bodoh dan si pintar, itu tidak ada dalam kamus beliau. Kata ibu guru bahasa Indonesia ini, murid bodoh itu tidak ada, yang ada hanya malas, dan kurang beruntung.

 Bu Pocut pernah tanya gini ke kami semua di dalam kelas, "Ada enggak yang bercita-cita jadi guru?" semua diam, hening, termasuk saya, jujurnya saya mau geleng kepala, alias enggak minat blaaaaassss jadi guru, tapi enggak berani, mungkin yang lain juga sama. Terus beliau malah ngomong panjang lebar, nanti siapa yang akan jadi guru ke depan kalau anak muda sekarang enggak mau pada jadi guru.

Semua temen saya diem, termasuk anak terpintar di sekolah saya, yang kebetulan duduk persis di depan saya, si Vero, Paranita Veronika yang udah jadi ibu dokter, terus ada Agun, Dwi Guna Hadibowo, yang sekarang udah melanglang ke Dubai, UEA. Dan temen-temen yang enggak saya tahu kabarnya, kayaknya sih enggak ada yang jadi guru, mungkin, kecuali saya. Dan semua guru-guru saya yang hebat-hebat yang enggak bisa saya sebutin satu-satu.

Saat SMA, ini lumayan banyak nih, sebab lumayan banyak guru yang "down to earth" deket sama muridnya. Gaul, serius kalau di kelas, suka kasih motivasi, kata-katanya bagus-bagus, menyemangati, dan enggak pilih kasih.

 Sebut saja nama Ibu Puji Saptarini (Fisika) beliau bener-bener memahami saya yang juga enggak pernah bisa akur sama Fisika, tapi beliau sama sekali enggak memberi tekanan tuh ke saya, mungkin tahu kali ya, ditekan juga enggak mungkin, ntar bisa over load, hihii, beliau tidak hanya mengajar tapi juga mendidik, memberikan nilai-nilai penting. Bobot bahasanya berat, saya sering kagum, ini guru atau motivator ya? Ya, dan sekarang saya tahu, guru seharusnya memang jadi motivator handal.

 Terus ada Bu Setyo, guru olahraga dan berjilbab!!! keren bangeet kan? berjiwa muda banget, jago main volley, lagi-lagi saya juga enggak akur sama volley, tapi Bu Setyo fine-fine aja kalau saya lebih milih bola basket daripada bola volley, yang penting gerak, gitu kali ya. Bu Setyo, enggak pernah marah, teriak-teriak atau apalah, biasanya kalau beliau udah kesel banget, beliau malah ngerjain murid, tapi itu murid bisa sadar dan enggak balik kesel lho, hebat, pakai ilmu apa ya? hihii. 

Terus ada Pak Sutarli (Fisika) super sabar, itu guru apa malaikat, sabaaaaar bangeet, terus Pak Kusmara (Ekonomi, mirip Rano Karno) ngajarin kita kreatif dalam kehidupan, mengubah hambatan menjadi peluang. Ada juga Pak Chris Wicaksono, guru PPKN, yang membuka mata saya akan "hebatnya" Indonesia dengan segala permasalahannya "Negaramu!" itu yang sering beliau ucapkan, hihii, hello Pak Chris negaraku ya negaramu juga kan? :),

 terus ada juga Pak Ase Witarsa, membuka mata saya bahwa memperjuangkan hak itu wajib, meski itu keci, tapi ingat kita tunaikan kewajiban kita, keren bangeet ni guru akuntansi. Terus ada Bu Wasimah dan Bu Khadijah, duo guru Bahasa Indonesia yang menginspirasi saya untuk bisa nulis cerita ^_^,  Bu Hotni, guru sejarah yang seksi dan brilyant, Bu Murdaningsih yang smart dan enggak pernah takut sama apapun, dan Bu Nanti Triwardhani, guru PPKN yang cantik, bijak dan ngertiin murid. Dan semua guru yang tidak bisa saya sebut satu persatu.

Di kampus, semua dosen keren! saya enggak nyangka ada profesor yang "down to earth" dan bisa deket sama saya, Prof Lysna Lubis. Kalau ngomong keras, tembak langsung, tapi hebaaat bangeeet, beliau memasukkan nilai-nilai Islam dalam tiap materi perkuliahan.

 Sebenernya yang memasukkan nilai-nilai keislaman di Geografi UNJ bukan hanya Prof Lysna aja, tapi dosen yang beragama Islam biasanya sering mengaitkan materi geografi dengan ayat-ayat dalam Alquran, sebut saja Pak Parwoto (dosen hidrologi, meteorologi, klimatologi, dan kartografi), Pak Muzani (dosen biogeografi, geologi), Pak Samadi (Geografi Regional Negara Maju), Bu Oot Hotimah (Geografi Negara Berkembang/Asean), Pak Zid (Biogeografi dan Sosiologi Pembangunan) Pak Muchtar, Pak Rudi (Geografi Regional Indonesia), Bu Asma Irma (Oseanografi), Bu Hj Djarnis Darin (demografi dan kosmografi)

 ya beliau-beliau itu senang mengajarkan materi perkuliahan dengan mengaitkan ayat-ayat dalam Alquran, itulah yang membuat saya berdecak kagum. Mereka juga mengajarkan berpikir rasional, praktis dan efisien.

 Serunya saat kami studi lapangan, sama sekali dinding antara mahasiswa dan dosen itu benar-benar tak terlihat, mereka berbaur menjadi satu dengan kami, dengan segala kerendahhatian mereka untuk berbagi ilmu, saat naik gunung, di mata saya mereka adalah pendaki-pendaki sejati, pecinta alam bukan penikmat alam! saya bangga sekali menjadi murid mereka, bangga menjadi bagian dalam kehidupan mereka, bangga mendapatkan warna dari mereka.

Dan akhirnya, saya tahu, guru dan dosen saya semuanya luar biasa, berbagi ilmu, tidak hanya sekedar ilmu, tapi juga ilmu kehidupan yang mendewasakan saya. Salam hormat saya untuk guru-guru saya, dan tak lupa salam hormat tertinggi saya haturkan kepada guru tertinggi sepanjang jaman Nabi Muhammad SAW, guru luar biasa, yang membuat saya makin tak bisa berkata-kata jika mengingat perjuangannya.

So, bagaimana dengan guru-guru para sahabat? luar biasanya pastinya ya :)

Salam untuk guru dimanapun berada -Allahulamabishowab

Oleh : Nurul

Tidak ada komentar: