SM3T UNY Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara |
Kabupaten Malinau adalah sebuah kabupaten baru hasil pemekaran dari Kabupaten Bulungan. Kabupaten ini berada di Provinsi Kalimantan Utara yang juga merupakan daerah pemekaran. Sebelum awal tahun 2014, provinsi ini masih masuk dalam wilayah Provinsi Kalimantan Timur. Kabupaten Malinau yang memiliki sebutan Bumi Intimung ini memiliki luas wilayah kira-kira 1,5 kali luas wilayah Provinsi Jawa Barat!
Namun, luas wilayah Kabupaten Malinau tidak berbanding lurus dengan jumlah penduduknya. Menurut informasi yang saya dapat dari salah satu pejabat pemerintahan setempat saat acara pembekalan guru SM3T 2013, jumlah penduduk Kabupaten Malinau hanya dua kali lipat jumlah mahasiswa UNY! Artinya jika jumlah mahasiswa UNY berjumlah sekitar 60 ribu jiwa, maka jumlah penduduk kabupaten ini hanya sekitar 120 ribu jiwa. Maka tak heran jika sebagian besar wilayah kabupaten ini masih berupa hutan belantara yang belum berpenghuni.
Selain bentangan hutan rimba yang sangat luas, sungai-sungai besar dengan arus yang berbahaya juga banyak ditemui di Kabupaten Malinau. Beberapa guru SM3T asal UNY yang bertugas di sana merasakan betapa kerasnya perjuangan mereka menaklukkan sungai-sungai besar itu demi bisa menjangkau lokasi sekolah tempat mereka bertugas. Salah satu yang mendapat kesempatan langka itu adalah Syaiful Anwar, guru SM3T yang mendapat tugas di Desa Long Alango, Kecamatan Bahau Hulu, Kabupaten Malinau.
Desa ini adalah satu dari beberapa daerah sasaran program SM3T di Kabupaten Malinau yang menggunakan jalur sungai sebagai akses menuju ke sana. Alat transportasi yang digunakan adalah long boat atau ketinting. Long boat memiliki ukuran lebih besar, mampu menampung 4 hingga 5 penumpang. Sedangkan ketinting hanya mampu menampung 2 hingga 3 penumpang saja. Namun, perahu kecil ini memiliki kemampuan menaklukkan sungai-sungai kecil dengan jeram-jeram berbahaya.
Syaiful bercerita tentang perjalanan panjangnya menggunakan long boat dan ketinting dari kota Malinau menuju Desa Long Alango. Petualangan hebat pemuda asal Yogyakarta ini baru dimulai saat ia sudah sampai di Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan. Jadi ia harus ke dermaga Tanjung Selor dulu sebelum berangkat menuju ke Long Alango. Dari dermaga ini, ia menumpang sebuah long boat pengangkut minyak dan sembako. Semua barang yang dibawa perahu jenis ini ditutup dengan sebuah terpal panjang agar tidak kena basah saat hujan datang atau saat ada terjangan air sungai yang masuk ke dalam perahu.
Hari itu, Syaiful bersama si pemilik long boat memulai perjalanan sekitar jam 7 pagi. Di awal perjalanan, Syaiful disuguhi pemandangan Sungai Bahau yang besar dengan pohon-pohon besar khas Pulau Kalimantan di sepanjang pinggiran sungai. Setelah menyusuri sungai begitu jauh, sekitar jam 3 sore mereka berhenti untuk mengisi bahan bakar di sebuah pos tempat pengisian bahan bakar khusus untuk perahu-perahu yang lewat situ.
Hampir seharian penuh Syaiful berada di atas long boat yang ia tumpangi. Jam 6 sore, saat langit sudah mulai gelap, motoris long boat (*orang yang mengendalikan long boat) memutuskan untuk menghentikan perjalanan mereka hari itu dan melanjutkanya keesokan harinya. Mereka pun menginap di sebuah pondok yang ada di pinggiran sungai. Pondok seperti ini biasanya sangat jauh dari pemukiman manapun dan bisa ditemui di pinggiran sungai Kalimantan. Pondok-pondok ini memang dibuat untuk bermalam orang yang berada di tengah perjalanan seperti Syaiful.
Orang Kalimantan biasanya mengandalkan makanan yang disediakan oleh alam saat mereka berada di tengah perjalanan panjang di tengah hutan. Begitu juga dengan Saiful saat itu. Untung saja, malam itu ia bersama dengan orang yang tepat, orang asli Kalimantan yang sudah terbiasa dalam hal berburu makanan di hutan. Di sini, Syaiful banyak belajar tentang bagaimana cara bertahan hidup dengan mengandalkan alam sekitar. Sebuah pelajaran berharga yang akan sulit ia temui di tempat asalnya.
Malam sudah berlalu dan berganti pagi. Syaiful sudah bersiap untuk melanjutkan kembali perjalanannya setelah beristirahat mengembalikan tenaga dan mental yang terkuras hari sebelumnya. Kali ini, sungai yang dilalui semakin kecil. Bahkan beberapa kali penumpang harus turun saat long boat melewati aliran sungai yang dangkal dan berbatu. Hal ini untuk mengurangi resiko long boat karam atau pecah. Menurut cerita warga setempat, tidak jarang ada kejadian perahu karam dan memakan korban jiwa.
Karena kondisi sungai yang semakin menyempit dan berbatu, motoris tidak berani ambil resiko. Dia pun memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan. Saat itu, Syaiful tidak tahu dia ada di mana dan harus berbuat apa. Ia hanya berharap ada perahu yang lewat dan mau memberinya tumpangan. Pemilik long boat pun hanya menyarankan untuk menunggu siapa tau ada ketinting yang lewat dan sedang menuju ke Long Alango. Berjam-jam Syaiful menunggu seorang diri, ketinting yang ia harapkan tak kunjung datang.
Akhirnya, Tuhan mendengar doa Syaiful. Sebuah ketinting yang dibawa oleh seseorang yang bernama Pak Apui lewat dan bersedia memberikan tumpangan. Saat itu, Pak Apui bak seorang pahlawan bagi Syaiful. Kebetulan sekali dia juga hendak menuju ke Desa Long Ampung. Petualangan Syaiful yang panjang itu pun berlanjut, dengan perahu dan motoris yang berbeda. Saat itu hari sudah sore dimana rintik-rintik hujan mulai turun. Sungai yang dilalui semakin kecil dengan bebatuan semakin banyak dan jeram-jeram berbahaya semakin banyak terlihat.
Saat hujan gerimis berubah menjadi hujan lebat, saat dimana langit juga semakin gelap, mesin ketinting yang Syaiful tumpangi tiba-tiba mati seketika. Pak Apui berteriak meminta Syaiful untuk membantunya mendayung agar ketinting bisa segera dipinggirkan. Dibawah guyuran hujan yang sangat deras dan arus sungai yang semakin besar, Syaiful sekuat tenaga membantu Pak Apui mendayung ketinting. Jika saja dalam keadaan mesin mati tidak segera menepi, ketinting bisa melintang dan terbalik. Jika ini terjadi, Syaiful tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi. Ia sangat bersyukur bisa melewati momen berbahaya itu.
Dengan mesin ketinting yang tersendat-sendat, mereka melanjutkan perjalanan walaupun hujan deras masih turun. Sampailah akhirnya mereka di sebuah pemukiman kecil di mana warganya mengenal Pak Apui. Nama pemukiman ini adalah Desa Long Tebulo. Hanya ada beberapa rumah saja di dalamnya. Karena hari sudah mulai gelap dan mesin ketinting juga mengalami kerusakan, akhirnya Syaiful dan Pak Apui memutuskan untuk singgah di desa itu dan melanjutkan perjalanan keesokan harinya setelah mesin diperbaiki. Kali ini lebih baik dari malam sebelumnya, Syaiful bisa bermalam di sebuah rumah milik warga Desa Long Tebulo.
Setelah melewati dua hari dua malam yang melelahkan, perjalanan Syaiful tak kunjung berakhir. Ia belum tau kapan ia akan sampai di Desa Long Alango. Pagi keesokan harinya, Pak Apui memperbaiki mesin ketintingnya dan siap untuk melanjutkan perjalanan. Rupanya jarak antara Desa Long Tebulo dan Desa Long Ampung tidak begitu jauh. Saat itu hanyak ditempuh sekitar 40 menit perjalanan menggunakan ketinting. Kedua desa itu masih berada dalam satu kecamatan yaitu Kecamatan Bahau Hulu.
Syaiful sangat bersyukur karena dia berhasil melewati sebuah perjalanan panjang nan melelahkan dengan selamat. Ia tidak pernah menyangka sebelumnya bahwa ia akan mengalami sebuah petualangan sehebat itu di pedalaman Kalimantan. Sebuah pengalaman yang sangat berharga karena tak semua orang memilikinya. Sesampainya di Desa Long Alango, Saiful memulai petualangan barunya sebagai seorang Guru SM3T yang mengajar anak-anak di Desa Long Alango, sebuah desa di pelosok negeri yang jauh dari hingar bingar dunia perkotaan. (fila174)
Syaiful Bersama Warga SMA N 10 Malinau Desa Long Alango |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar