Sabtu, 28 Februari 2015

Tugi, Pemburu Hebat di Pelosok Negeri


Namanya Tugi. Dia masih duduk di kelas 9 SMP Negeri 2 Mentarang Kabupaten Malinau Provinsi Kalimantan Utara. Hobinya bermain sepakbola. Hampir setiap sore dia bermain bola di lapangan desa Long Pada. Saat Dwi Kristiyanto datang, salah satu guru SM3T yang ditugaskan di Long Pada, Tugi sangat senang karena Dwi adalah guru olahraga yang juga hobi bermain bola. Setiap ekskul sepakbola, Tugi selalu datang. Karena hobinya ini, dia menjadi salah satu pemain bola terhebat di desanya. Desa Long Pada bahkan menjadi juara pertama turnamen sepakbola antar kampung sekecamatan Sungai Tubu tahun lalu. Pemain terbaiknya siapa lagi kalau bukan Tugi.

Anak-anak Pedalaman
Anak-anak Sekolah di Long Pada
Di sekolah, Tugi sayangnya bukan termasuk siswa yang pandai. Dia bahkan selalu kesulitan dalam menerima pelajaran apapun, terutama yang menyangkut hitung menghitung. Perkalian angka puluhan saja, dia masih sering salah, padahal sudah kelas 9. Hitungan seperti itu kan seharusnya sudah dipelajari di bangku SD. Sulit bagi Tugi menerima materi pelajaran kelas 9 yang sesuai kurikulum yang dibuat oleh pemerintah.

Pendidikan yang didapat Tugi sebelumnya membuat kami, guru SM3T yang bertugas di desa Long Pada, memaklumi kemampuan belajarnya yang sangat rendah. SD tempat Tugi sekolah dulu, SD Negeri 007 Mentarang, masih memiliki banyak sekali kekurangan. Kegiatan belajar mengajar di SD itu belum berjalan dengan baik. Penyebabnya diantaranya adalah karena jumlah guru yang sangat kurang dan fasilitas sekolah yang sangat tidak layak. Guru-gurunya adalah lulusan SMA. Hanya kepala sekolahnya yang sudah bergelar sarjana. Saking kurangnya guru, bahkan ada seorang motoris ketinting yang menjadi guru di SD Negeri 007 Mentarang.

Tugi juga sering tidak berangkat sekolah karena harus pergi ke hutan untuk berburu. Fisiknya yang kuat membuat dia menjadi salah satu pemburu terbaik di Long Pada. Hanya ada beberapa pemburu hebat di desa ini. Semuanya laki-laki dan kebanyakan masih muda. Bisa dibilang, kelangsungan hidup warga desa masih bergantung pada pemburu-pemburu itu. Makanan utama warga adalah daging hewan hasil buruan para pemburu, terutama babi dan celeng. Jika ada pemburu yang berhasil menangkap hewan buruan, dia akan membagi-bagikan dagingnya ke warga. Itu adalah cara mereka untuk berbagi.

Selain berburu, Tugi juga sering ikut warga pergi ke hutan untuk ngusa atau mencari pohon gaharu. Pohon ini sangat langka dan sulit ditemukan. Apalagi yang dicari warga adalah pohon gaharu yang sudah tua dan memiliki aroma wangi di bagian dalam batangnya. Bagian ini bisa sangat mahal harganya jika dijual di kota. Sekali pergi ngusa, Tugi bisa menghabiskan waktu hingga berhari-hari, bahkan berminggu-minggu. Hutan Kalimantan yang sangat luas membuatnya harus teliti agar tidak tersesat. Selain itu, dia juga harus selalu waspada karena banyak hewan buas yang bisa mengancam nyawanya setiap saat. Tak jarang ada pemburu yang terluka karena diserang hewan buas.

Saat pergi ngusa, banyak yang harus Tugi bawa. Persenjataan yang dia bawa diantaranya adalah bujak, sejenis tombak tapi dilengkapi dengan sumpit. Peluru senjata ini sangat beracun, diracik dari dedauanan alami hutan Kalimantan. Senjata ini Tugi gunakan untuk melumpuhkan hewan buruan. Selain itu, Tugi juga membawa beras untuk persediaan makanan selama dia di hutan. Sedangkan lauknya adalah hewan buruan seperti babi, rusa, dan ikan. Bahkan hewan yang tak pernah kami duga sebelumnya, beruang, ular, dan monyet! Hewan-hewan itu diburu dan dimakan agar bisa survive selama di hutan. Ini biasa dilakukan oleh Tugi dan warga saat mereka berada di hutan.

Tugi dengan Bujak dan Hasil Buruannya
Tugi adalah satu contoh anak Indonesia yang masih bertahan dengan kehidupan primitifnya. Dia bahkan tidak tahu dunia luar sama sekali. Apalagi gemerlap ibu kota, tak pernah ada dalam pikirannya. Saat kami bercerita tentang mimpi besar di kota yang bisa diraih oleh siapapun, tak terkecuali anak-anak di pedalaman, raut muka Tugi masih menunjukkan sebuah pesimisme. Tak terhitung berapa kali kami memotivasi anak-anak di Long Pada, wajah Tugi masih sama. Dia masih berpikiran bahwa masa depannya masih akan seperti warga Long Pada lainnya, bertahan hidup di tengah hutan dengan berburu. Selama alam masih menyediakan makanan, masih sulit bagi Tugi untuk move on dan meninggalkan dunia primitifnya.

Satu hal baik yang bisa dipetik adalah fakta bahwa Tugi telah tercatat sebagai seorang anak sekolah. Ya, dia adalah siswa SMP Negeri 2 Mentarang. Dia sudah pernah belajar tentang dunia, belajar tentang hal-hal baru yang tak pernah ia tahu sebelumnya, meskipun mungkin tak banyak jumlahnya. Paling tidak itu menjadi sebuah langkah awal menuju perubahan peradaban di desa Long Pada. Perubahan peradaban untuk generasi-generasi selanjutnya setelah Tugi.

Firdaus Laili, Guru SM3T di Desa Long Pada

Tidak ada komentar: