Kurikulum 2013 sudah dimasukkan ke “bengkel” di Pusat Kurikulum dan Perbukuan Balitbang Kemdikbud untuk diperbaiki. Hasil perbaikannya diharapkan bermanfaat sekaligus memudahkan guru dalam merancang pengalaman belajar, sehingga tiap pelajar mampu mengembangkan diri dalam kehidupannya secara optimum.
Sebuah rancang-bangun kurikulum perlu memuat tiga komponen utama: daftar sasaran yang harus dikembangkan murid, cara mengevaluasi pencapaian sasaran tersebut, dan cara membelajarkannya di kelas. Komponen pertama menjawab pertanyaan, “Murid kita mau ke mana?” Sedangkan yang kedua menjawab pertanyaan, “Bagaimana kita tahu bahwa murid kita telah mencapai sasaran?” Dan yang ketiga menjawab pertanyaan, “Bagaimana cara kita mengelola komunitas pelajar agar tiap murid mengembangkan kecakapannya untuk mencapai sasaran secara optimum?”
Seperti mengarang lagu, mencipta kurikulum merupakan sebuah seni. Pengetahuan teori kurikulum bertumpuk bukan jaminan untuk mampu mencipta kurikulum baik. Seorang guru besar musik belum tentu sukses mengarang musik indah.
Komponen sasaran (termasuk kompetensi) ditulis dalam bentuk frasa. Sebagai contoh, berikut ini sasaran tersebut diambil dari pendidikan jasmani (bulu tangkis) pada kurikulum Rochester Academy Charter School, AS: “Menggunakan hasil belajar secara mandiri untuk berpartisipasi dan membuat skor dalam pertandingan bulu tangkis ganda.” Kemudian, murid memerlukan pengetahuan seperti apa arti serve, smash, drop shot, dan lain sebagainya. Ini unsur pengetahuan. Lalu, murid perlu mengembangkan keterampilan dalam melakukan tindakan tertentu, seperti praktek melakukan serve, smash, dan lain sebagainya.
Selain unsur pengetahuan dan keterampilan itu, ada pemahaman yang perlu dikembangkan murid. Pemahaman ini mirip pesan moral. Unsur sikap yang mungkin diangankan pencetus Kurikulum 2013 sebenarnya masuk di unsur pemahaman ini. Sementara pengetahuan berasal dari luar dan masuk ke dalam diri, pemahaman justru dari dalam diri diekspresikan ke luar. Kegagalan membedakan pengetahuan dengan pemahaman ini sesungguhnya salah satu sumber penyebab absurditas rumusan kompetensi inti/kompetensi dasar (KI/KD) di Kurikulum 2013.
Dalam ilustrasi pelajaran “bulu tangkis ganda” di atas, unsur pemahaman atau moralnya antara lain “keterampilan dan strategi kerja sama merupakan unsur esensial dalam olahraga berpemain ganda/tim”. Pesan moral atau kebijaksanaan ini bertumbuh dalam diri pelajar melalui refleksi dan renungan bersama. Kebijaksanaan, seperti juga moral, merupakan hasil pengolahan akal dan rasa. Harus diingat bahwa kebijaksanaan tak akan efektif jika dipaksakan, dijejalkan, didongengkan secara naif kepada murid. Ketidaktepatan inilah yang jadi sumber lain penyebab absurditas KI/KD Kurikulum 2013.
Penulis kurikulum pelajaran bulu tangkis di atas memang harus gemar bulu tangkis sekaligus piawai menulis, sehingga frasa yang ditulis mengungkapkan apa yang diangankan dan sekaligus mudah dipahami guru (dan orang tua murid.) Khususnya, kata kerja yang dipilih dalam frasa tersebut harus masuk akal, spesifik, dan terukur.
Karena melalui kurikulum, negara mempercayakan kepada pendidik guna mereka ciptakan masa depan, tentu pencipta kurikulum mendalami perkiraan kehidupan, lapangan kerja, dan tantangan dunia esok. Dari situ, dia memperkirakan serta mendata pengetahuan, keterampilan, dan sikap apa yang akan dibutuhkan di kehidupan mendatang.
Penulisan sasaran yang masuk akal, terukur, dan spesifik akan memudahkan guru mengevaluasi dan menilai kemajuan muridnya dengan akurat. Jadi, jika akhir semester lalu banyak guru yang kesulitan menilai murid dengan Kurikulum 2013, belum tentu karena guru tak cakap menilai. Besar kemungkinan justru karena sasaran belajar di dokumen kurikulum–sampai akibatnya di buku ajar–tidak terumuskan dengan baik.
Lebih dari itu, seharusnya kurikulum modern harus sudah memuat cara mengevaluasi proses pembelajaran. Beberapa contoh soal atau tugas yang memungkinkan murid menunjukkan pencapaian belajarnya biasanya disertakan. Hasil pencapaian ini terutama berguna sebagai umpan balik ke murid dan guru, sehingga proses belajar-mengajar dapat ditingkatkan. Artinya, sebelum kurikulum diterapkan, cara mengevaluasi sudah harus tertulis dengan lengkap. Ilustrasi tugas, PR, kuis, sampai ulangan sudah harus direncanakan sebelum awal tahun ajaran. Bahkan cara penilaiannya sudah harus dibuat sebelum kurikulum diterapkan.
Kurikulum juga perlu memuat pilihan strategi pembelajaran. Kurikulum memuat daftar buku pustaka dan sumber ajar (klip video, rekaman suara, gambar, permainan interaktif maya) yang dapat dipilih guru untuk mengajar. Juga pilihan strategi pembelajaran, seperti individu, kolaboratif, di luar kelas, penemuan terbimbing, atau yang lain.
Kurikulum modern perlu dilengkapi dengan pilihan strategi, karena paradigma keunikan tiap murid telah diterima. Ke depan, regulasi dan kebijakan pendidikan nasional harus mendorong inovasi penciptaan kurikulum di tingkat satuan pendidikan atau daerah.
Iwan Pranoto ; Atase Pendidikan dan Kebudayaan
Kedutaan Besar Republik Indonesia di New DelhiKORAN TEMPO, 12 Februari 2015 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar