Joni (38), guru sekolah dasar negeri di pedalaman Dusun Gun Jemak daerah tapal batas Kalimantan Barat - Sarawak (Malaysia), 3,5 tahun menangani sendiri seluruh kelas, dari kelas satu sampai enam sendirian tanpa bantuan guru lain."Pada awalnya memang kesulitan, tetapi lama-kelamaan menjadi biasa," kata Joni (38), guru SD 16 Gun Jemak, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat.
Ia mulai mengajar sendiri tidak lama setelah diterima sebagai guru berstatus pegawai negeri sipil pada 2005 setelah selama dua tahun menjadi guru honorer. Kurang lebih 3,5 tahun lamanya ia menggabungkan enam kelas ke dalam tiga ruang kelas. Kelas satu digabung dengan kelas dua, kelas tiga digabung dengan kelas empat, dan kelas lima dengan kelas enam. "Penggabungan itu untuk mempermudah proses belajar dan mengajar," kata lulusan Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Sanggau tahun 1986 itu.
Dengan niat tulus dan kegigihannya, proses pembelajaran bisa tetap berlangsung, bahkan kini anak didiknya, ada yang sampai menempuh pendidikan tinggi di bangku kuliah, jelasnya.
Gun Jemak adalah sebuah dusun di hulu Sungai Sekayam dan hanya bisa ditempuh menggunakan alat transportasi sungai seperti "speed boat" atau sampan, yang waktu tempuhnya delapan jam dari ibu kota kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau.
Joni mengatakan, pada awalnya SD yang ada di Gun Jemak memiliki lima guru, termasuk Joni. Namun, empat guru tidak betah sehingga meminta pindah dan meninggalkan Joni sendirian.
Itu sempat membuatnya pusing karena dia harus menjalankan sebuah sekolah dan proses belajar mengajarnya. "Jika saya berdiam diri, maka bagaimana dengan pendidikan anak-anak di daerah terpencil ini, dan saya sebagai guru harus bertanggungjawab secara moral dan berkewajiban untuk menunaikan tugas dengan sebaik-baiknya. Maka saya terus mengajar walaupun hanya sendiri," kata Joni mengisahkan.
Ia pun memboyong keluarganya termasuk tiga anaknya ke dusun pedalaman itu agar dia betah di tempat mengajar. Istrinya sangat mendukung dan memotivasinya untuk terus memberikan yang terbaik bagi anak-anak bangsa di Gun Jemak.
Namun tahun ini Joni tidak lagi mengajar sendiri, karena pada tahun 2009 datang guru bantu lainnya yang ditugaskan di daerah tersebut. Selain itu ada tambahan guru honorer dari warga setempat untuk membantu menjalankan tugas mengajar sehari-hari.
Akhir tahun 2009, Joni mendapatkan tugas baru sebagai guru di SD mini yang hanya memiliki kelas satu sampai klas tiga di Dusun Gun Tembawang. Lokasinya lebih dalam ke pehuluan lagi, kurang lebih dua jam jalan kaki dari Gun Jemak. Sebenarnya dusun Gun Tembawang adalah dusun lama sebelum adanya kampung baru Gun Jemak. Menurut dia, di daerah Gun Tembawang jumlah muridnya kurang lebih 43 siswa dari kelas satu sampai tiga.
Sebelum adanya SD mini, katanya, kebanyakan anak-anak usia sekolah enggan menuntut ilmu, karena jarak tempuh cukup jauh dan menembus hutan lebat untuk bersekolah di SD Gun Jemak. "Mereka harus berangkat subuh jika tidak ingin terlambat bersekolah. Sangat memprihatinkan sekali," katanya.
Adanya SD mini itu, yang dibangun secara swadaya masyarakat bersama komite sekolah setempat, merupakan solusi agar anak-anak pedalaman bisa bersekolah. Demikian pula baru-baru ini dibangun rumah dinas guru yang dibangun secara swadaya. Joni mengakui bahwa dirinya tidak ada niat untuk pindah dari daerah tersebut, karena sudah merasa dekat dengan masyarakat setempat. Harapan dirinya saat ini hanyalah ingin melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi, karena dirinya hanya tamatan SPG.
"Kalau ada peluang, ingin kuliah lagi untuk menambah disiplin ilmu, itu pun jika pemerintah mengizinkan," katanya sambil tersenyum. Sekarang Joni tengah mempersiapkan segala kebutuhan untuk tahun ajaran baru di sekolah dasar mini yang ada di Gun Tembawang, mulai dari kapur tulis, buku-buku pelajaran hingga pengadaan peta. Semuanya dibeli di kota kecamatan dengan waktu tempuh lebih dari delapan jam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar