Selasa, 25 Agustus 2015

Nelangsa....Nasib guru di daerah terpencil...


Dibutuhkan berjam jam untuk “turun” ke ibukota kecamatan  dengan menggunakan moda ojek trail atau bahkan berjalan kaki.
Pada daerah ini juga, banyak masyarakat yang tinggal, sehingga perlu dibangun sekolah sekolah untuk tetap memberikan hak kepada masyarakat menikmati pendidikan. Karena untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di sana, pendidikan adalah salah satu caranya.

Sebagaimana di daerah lain di Indonesia, daerah daerah seperti ini selalu kesulitan untuk mendapatkan guru yang layak dan cukup. Karena dengan minimnya fasilitas dan sulitnya akses ke sana, banyak guru yang enggan ditugaskan di daerah seperti itu.
Guru guru yang baru diangkat, rata rata lulusan Universitas yang di kota dan sudah terbiasa dengan segala fasilitas yang cukup. Setiap tahun, guru guru di lokasi seperti itu selalu disiapkan formasi untuk mengisinya. Tapi, itu hanya bertahan sesaat. Karena guru guru tersebut selalu mengajukan usul pindah ke daerah yang lebih baik dengan berbagai alasan.

Alasan paling klasik adalah mengikuti keluarga atau suami, mengurus orang tua yang mulai sepuh dan alasan untuk bisa menikmati pendidikan yang lebih baik.
Kalaupun ada yang bertahan, mungkin itu karena sebagian mereka mendapatkan keluarga (isteri) di tempat tersebut, atau memang guru yang bersangkutan mempunyai semangat baja untuk bersedia di tempatkan di daerah terpencil.
Kalau guru lain di kota, bisa menikmati segala fasilitas. Maka mereka di daerah terpencil semakin buruk nasibnya. Jangankan untuk mengakses internet, untuk menghubungi keluarga pun mereka sulit, karena ketiadaannya jaringan telepon seluler di sana.

Untuk berbelanja kebutuhan sehari haripun, mereka hanya bisa “turun” satu kali seminggu, di pasar mingguan yang biasanya ada di ibu kota kecamatan. Untuk menikmati martabak atau sate, mungkin itu adalah kesempatan yang sangat langka bagi mereka.
Fasilitas dan lokal belajar yang jauh dari sempurna dibandingkan dengan teman mereka yang berada di kota, menjadi santapan sehari hari mereka dalam menjalankan tugas.
Yang miris lagi, beberapa sekolah terpencil ini setiap triwulan hanya mendapatkan kucuran dana BOS Rp. 4,2 juta. Karena jumlah siswa mereka di bawah 100, maka dana yang diterima pun sedikit. Dari jumlah tersebut, menurut ketentuan hanya boleh digunakan 20 % untuk membayar guru honor. Maka guru honor di daerah sulit seperti ini, kadang menerima honor tidak lebih dari Rp. 200 ribu perbulan. Bayangkan ! Bagaimana mereka bisa mencukupi kehidupan sehari-hari.

Mereka ini sebenarnya harus kita berikan perhatian yang lebih. Karena guru daerah terpencil seperti ini adalah pahlawan pendidikan yang sebenarnya. Dengan keterbatasan fasilitas, mereka tetap menjalankan tugas dengan semangat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Memang, setiap tahun ada saja salah satu wakil guru daerah terpencil seperti yang diundang pada acara kenegaraan peringatan hari kemerdekaan di istana Negara. Tapi itu tidaklah cukup. Karena penghargaan itu tidak lantas serta merta memperbaiki nasib mereka. Perhatian lebih harus diberikan.

Idealnya, mereka yang telah bersedia ditempatkan di daerah daerah yang sulit seperti itu diberikan tunjangan khusus. Kemudian diberikan kesempatan yang sama untuk meningkatkan karir mereka.
Dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Negara nomor 16 tahun 2009, guru di daerah terpencil diberikan peluang untuk naik pangkat lebih cepat daripada guru guru yang ada di kota. Dengan kebijakan ini, diharapkan guru guru yang ada di daerah “khusus” akan merasa diberikan perhatian dan keadilan dalam meniti karir mereka.

Sebenarnya, untuk mendapatkan sumber daya manusia yang tangguh, guru guru muda perlu ditempatkan di lokasi yang khusus. Karena dengan penempatan di daerah yang sulit, maka akan mengasah inovasi guru, meningkatkan mental mereka dalam jenjang kerja mereka selanjutnya.
Selama ini, kita banyak mendapatkan guru yang bermental lemah. Takut ditempatkan pada daerah daerah yang sulit. Guru muda ada yang inginnnya langsung enak, dengan mendapatkan tempat tugas langsung di kota.
Memang manusiawi, bahwa manusia selalu ingin mendapatkan tempat yang nyaman dalam bekerja. Tetapi, orang yang selalu mendapatkan kenyamanan dengan mudah, maka mentalnya akan lemah. Kemampuan bersaing juga akan rendah.
Sebagai perumpamaan, untuk menjadi sebuah kerang mutiara. Kerang harus mengalami rasa sakit dan rasa tidak enak. Karena mereka harus dimasukkan ke dalam keramba, tidak bisa lari, dan disuntikkan benda keras dalam tubuh mereka. Begitupun guru, untuk meningkatkan mental dan mengasah kekuatan berpikir, guru pun perlu merasakan rasa sakit dan tidak nyaman, dalam awal penugasan mereka.
Kita membutuhkan seorang guru seperti ibu Muslimah, yang mengantarkankan anak anak “Laskar Pelangi” menjadi orang yang sukses di bidangnya masing, walau dengan segala keterbatasan sumber daya.
Guru guru yang bertugas di daerah seperti ini, adalah pahlawan pendidikan sebenarnya. Mereka telah berjuang untuk memajukan pendidikan dengan segala keterbatasan tetapi bermodalkan semangat untuk memajukan pendidikan.

Tidak ada komentar: