Minggu, 23 Agustus 2015

Guru Jadi Penulis dari Menulis


Siapa bilang guru tidak bisa menulis? Semua guru pasti bisa menulis. Salah satu kegiatan yang melekat pada diri seorang guru adalah menulis. Tiap hari ketika guru mengajar pasti ia menulis. Kalau di desa atau yang jauh dari kota guru mengandalkan kapur sebagai alat tulis dan papan yang di cat hitam yang tertempel di depan kelas sebagai tempat guru dan murid menulis. Kalau di kota sudah lebih hebat. Sebagai alat tulis memakai spidol dan papan tulisnya berwarna putih. Malah dengan kemajuan teknologi saat ini guru menulis di komputer dan lewat infocus murid dapat membaca di papan atau di layar di depan kelas. Jadi seorang guru pasti bisa menulis!
Yang belum adalah menjadi penulis. Tetapi bukan tidak ada sama sekali. Sekalipun barangkali masih dapat dihitung dengan jari. Terbesarnya, bisa menulis tetapi belum menjadi penulis. Baik guru yang ada di kota, yang alat-alatnya mudah di dapat dan serba lengkap. Lebih-lebih mereka yang tinggal di pedalaman yang sangat minim dalam segala hal. Mestinya yang tinggal di kota dengan sarana dan fasilitas yang lebih baik dan sangat memadai semakin banyak guru yang sudah bisa jadi penulis. Nyatanya masih jauh dari harapan. Mengapa? Hal ini sangat perlu di pertanyakan.
Menulis dan penulis, mendengar sepintas memang tidak ada perbedaan. Tetapi pasti kalau di amati dengan seksama ada perbedaan. Menulis, seperti yang dikatakan di atas. Sementara penulis lebih tertuju kepada orangnya, yang melakukan pekerjaan menulis. Penulis, membuat pekerjaan menulisnya sebagai profesinya. Profesi yang ia lakukan terus menerus dan berkesinambungan. Kalau ia guru, berate tidak sebatas ketika ia berdiri di depan kelas. Dapat melakukannya dimana saja dan kapan saja. Guru bisa menjadi penulis, hasilnya sudah bisa ditebak. Berbagai artikel, puisi, cerpen bahkan buku pasti akan muncul dari jari-jari terampilnya. Dengan demikian tidak hanya melahirkan murid-murid di kelas tetapi bisa ribuan bahkan jutaan menjadi murid ketika membaca hasil menulisnya.
Dalam pengertian inilah dapat ditempatkan pesan, “Pentingnya Guru Menulis”. Artinya agar setiap atau semua guru dapat menjadi penulis. Guru sangat kaya dengan pengetahuan dan pengalaman. Guru-guru di kota barangkali mempunyai persoalan dengan pengetahuannya yang harus terus di kembangkan. Sebab siswanya kadang lebih pintar dari gurunya. Selain itu bagaimana mendidik atau “menjinakkan” siswa-siswa yang perilakunya di luar sangat berbeda dengan ketika berada di dalam kelas. Sementara guru di pedalaman, selain pengetahuannya yang sangat terbatas, malah asal bisa berdiri di depan kelas sudah hebat. Persoalan yang lebih utama mungkin bukan menghadapi kelakuan siswanya tetapi lebih kepada segala kebutuhan yang ia perlukan ketika menunaikan tugasnya sebagai seorang guru yang amat sangat minim. Termasuk kalau ia mau menjadi penulis.
Amat sayang jika semua pengetahuan dan pengalaman di lapangan yang dialami guru, hanya di dengar bahkan mungkin hanya di saksikan tetapi belum dapat dimiliki dalam bentuk tulisan. Sebab andai saja semua pengalaman dalam menghadapi persoalan, ketimpangan, perbedaaan dan lain sebagainya yang dialami oleh guru dapat dibaca dalam tulisan-tulisan sang guru, pasti akan menjadi dasar yang sangat kuat bagi para pembuat keputusan dan kebijakan mengembangkan  pendidikan di Negeri ini.
Syukurlah. Ibarat mata burung elang yang sangat tajam dan fokus, Tanoto Foundation dalam salah satu kegiatannya, mendorong dan menyemangati para guru untuk tidak hanya sekedar dapat menulis tetapi mampu menjadi penulis. Artinya, Sukanto Tanoto melihat dengan jelas bahwa sebuah perubahan dapat terjadi apabila guru menjadi penulis. Tidak hanya bagi guru itu sendiri tetapi akan berimbas pada dimensi yang lebih luas. Perubahan itu kalau tidak sekarang, pasti terjadi di masa depan. Ayo, guruku, guru kami, menulislah! Guru pasti akan banyak jadi penulis, karena selalu menulis!

sumber : http://www.kompasiana.com/baeha499/guru-jadi-penulis-dari-menulis

Tidak ada komentar: