Jumat, 29 Mei 2015

GURU YANG IKHLAS = GURU YANG SMART


Ikhlas maupun tidak ikhlas seorang guru dalam mengajar tetap harus mengajar, namun perbedaannya adalah ketika guru itu tidak ikhlas dalam mengajar, maka tugas itu terasa berat buat dia, waktu terasa lama dan semua terasa lambat, dan materi yang disampaikanya terasa sulit, bagi dia saja sudah terasa sulit apalagi bagi muridnya.
Bedakan dengan guru yang ikhlas dalam mengajar, semua terasa ringan dalam mengajar, materi yang disampaikan terasa mudah, senyum di wajahnya terasa teduh, membuat murid merasa nyaman, dan senang, sehingga materi yang disampaikan terasa mudah diserap oleh murid-muridnya, sehingga jangan heran guru yang ikhlas mempunyai daya gugah dan ubah yang dahsyat.
Jika ditinjau secara psikologis orang yang ikhlas akan memperoleh ketenangan jiwa, sederhananya, kecemasan itu berbanding lurus dengan ketenangan jiwa dan kejernihan pikiran, sehingga dapat dipastikan apa yang dikerjakannya menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat buat dirinya dan orang lain, semoga Allah mengaruniakan kepada kita hati yang ikhlas.
Ikhlas, terletak pada niat hati. Luar biasa sekali pentingnya niat ini, karena niat adalah pengikat amal. Orang-orang yang tidak pernah memperhatikan niat yang ada di dalam hatinya, siap-siaplah untuk membuang waktu, tenaga, dan harta dengan tiada arti.
Keikhlasan seseorang benar-benar menjadi amat penting dan akan membuat hidup ini sangat mudah, indah, dan jauh lebih bermakna.
Apakah ikhlas itu? Orang yang ikhlas adalah orang yang tidak menyertakan kepentingan pribadi atau imbalan duniawi dari apa yang dapat ia lakukan.
Konsentrasi orang yang ikhlas cuma satu, yaitu bagaimana agar apa yang dilakukannya diterima oleh Allah SWT. Seorang pembicara yang tulus tidak perlu merekayasa kata-kata agar penuh pesona, tapi ia akan mengupayakan setiap kata yang diucapkan benar-benar menjadi kata yang disukai oleh Allah.
Bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Bisa dipertanggungjawabkan artinya. Selebihnya terserah Allah. Kalau ikhlas walaupun sederhana kata-kata kita, Allah-lah yang kuasa menghujamkannya kepada setiap qalbu. Oleh karena itu, jangan terjebak oleh rekayasa-rekayasa.
Allah sama sekali tidak membutuhkan rekayasa apapun dari manusia. Allah Mahatahu segala lintasan hati, Mahatahu segalanya! Makin bening, makin bersih, semuanya semata-mata karena Allah, maka kekuatan Allah yang akan menolong segalanya.
Buah apa yang didapat dari seorang hamba yang ikhlas itu? Seorang hamba yang ikhlas akan merasakan ketentraman jiwa, ketenangan batin. Betapa tidak? Karena ia tidak diperbudak oleh penantian untuk mendapatkan pujian, penghargaan, dan imbalan. Kita tahu bahwa penantian adalah suatu hal yang tidak menyenangkan.
Begitu pula menunggu diberi pujian, juga menjadi sesuatu yang tidak nyaman. Lebih getir lagi kalau yang kita lakukan ternyata tidak dipuji, pasti kita akan kecewa. Tapi bagi seorang hamba yang ikhlas, ia tidak akan pernah mengharapkan apapun dari siapapun, karena kenikmatan baginya bukan dari mendapatkan, tapi dari apa yang bisa dipersembahkan.
Tidak usah heran pula kalau kita tidak ikhlas akan banyak kecewa dalam hidup ini. Orang yang tidak ikhlas akan banyak tersinggung dan terkecewakan karena ia memang terlalu banyak berharap.
Karenanya biasakanlah kalau sudah berbuat sesuatu, kita lupakan perbuatan itu. Kita titipkan saja di sisi Allah yang pasti aman. Jangan pula disebut-sebut, diingat-ingat, nanti malah berkurang pahalanya.
Lalu, dimanakah letak kekuatan guru-guru yang ikhlas?
Seorang guru yang ikhlas akan memiliki kekuatan ruhiyah yang besar. Ia seakan-akan menjadi pancaran energi yang melimpah.
Keikhlasan seorang guru dapat dilihat pula dari raut muka, tutur kata, serta gerak-gerik perilakunya. Murid akan merasa nyaman belajar dengan guru yang ikhlas.
Setiap tumpahan kata-kata dan perilakunya tidak ada yang tersembunyi. Semua itu ia lakukan tanpa mengharap apapun dari orang yang dihadapinya, yang ia harapakan hanyalah memberikan yang terbaik untuk siapapun.
Itulah sebabnya guru yang mampu menata hati untuk ihklas mampu lebih banyak membuat perubahan positif, itu yang menurut pendapat peribadi saya guru yang SMART.
Semoga saya dan kita semua mampu menjadi orang yang ikhlas.
Amiin....

Fungsi dan Tujuan Kelompok Kerja Guru ( KKG )

a. Fungsi KKG

Menurut Suhardi (2009:7) mengatakan bahwa pada hakekatnya KKG berfungsi sebagai berikut :
  1. Wadah pembinaan profesional tenaga pendidik dalam bentuk kegiatan pembinaan profesional.
  2. Wahana menumbuhkembangkan semangat kerjasama secara kompetitif di kalangan anggota KKG dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa.
  3. Wadah penyebaran informasi, inovasi, dan pembinaan tenaga pendidik.
  4. Penumbuh rasa percaya diri dalam menyelesaikan tugas dan kewajiban akademik, sosial, kepribadian dan pedagogik.
b. Tujuan KKG

Terbentuknya KKG diharapkan dapat memperlancar upaya peningkatan kemampuan profesional guru dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan. Untuk itu keberadaan KKG perlu diberdayakan secara optimal, terorganisir dan berkesinambungan oleh para guru. Sehingga kegiatan KKG yang dilaksanakan oleh para guru dapat menghasilkan dan mendukung terhadap penciptaan kegiatan belajar mengajar yang aktif.

Menurut Depdikbud (1994:9), bahwa : KKG berorientasi kepada peningkatan kualitas pengetahuan, penguasaan materi, teknik mengajar, interaksi guru dan murid, metode mengajar, dan lain-lain yang berfokus pada penciptaan kegiatan belajar mengajar yang aktif.

Menurut Dikdasmen (Syofiarni, 2006:4), mengatakan bahwa : KKG bertujuan untuk memperlancar upaya peningkatan mutu pengetahuan, wawasan, kemampuan dan keterampilan profesional para tenaga kependidikan, khususnya bagi guru sekolah dasar dalam meningkatkan mutu kegiatan/proses   belajar mengajar dan mendayagunakan segala sumber daya dan potensi yang dimiliki sekolah, yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu belajar.

Sedangkan menurut Depdiknas dalam Standar Pengembangan KKG/MGMP (2008:4-5), menjelaskan bahwa tujuan KKG yaitu :
  1. Memperluas wawasan dan pengetahuan guru dalam berbagai hal, khususnya penguasaan substansi materi pembelajaran, penyusunan silabus, penyusunan bahan-bahan pembelajaran, strategi pembelajaran, metode pembelajaran, memaksimalkan pemakaian sarana/prasarana belajar, memanfaatkan sumber belajar dan lain sebagainya.
  2. Memberi kesempatan kepada anggota kelompok kerja untuk berbagi pengalaman serta saling memberikan bantuan dan umpan balik.
  3. Memberdayakan pengetahuan dan keterampilan, serta mengadopsi pendekatan pembaharuan dalam pembelajaran yang lebih profesional bagi peserta kelompok kerja.
  4. Memberdayakan dan membantu anggota kelompok kerja dalam melaksanakan tugas-tugas pembelajaran di sekolah.
  5. Mengubah budaya kerja anggota kelompok kerja (meningkatkan pengetahuan,  kompetensi  dan  kinerja) dan mengembangkan profesionalisme guru melalui kegiatan-kegiatan pengembangan profesionalisme.
  6. Meningkatkan mutu proses pendidikan dan pembelajaran yang tercermin dari peningkatan hasil belajar peserta didik.
  7. Meningkatkan kompetensi guru melalui kegiatan-kegiatan KKG.
Pendapat lain juga mengatakan, yaitu menurut Hasibuan Botung (2008), Tujuan, Manfaat dan Kewenangan Kelompok Kerja Guru (KKG) [online]. Tersedia : http://www.ucokhsb.blogspot.com., mengatakan bahwa : Pembentukkan KKG mempunyai tujuan tertentu, diantaranya adalah : meningkatkan kemampuan guru dalam bidang pengetahuan umum, meningkatkan pengetahuan duru dalam menyusun administrasi pembelajaran, meningkatkan pengetahuan guru dalam manajemen kelas, meningkatkan kepandaian guru dalam merancang, membuat dan menyusun alat-alat atau media yang dipergunakan dalam pembelajaran, meningkatkan keyakinan dan harga diri guru.

Untuk lebih jelasnya mengenai tujuan dibentuknya KKG yaitu sebagai berikut : 
  1. Meningkatkan kemampuan guru dalam bidang pengetahuan umum. Artinya adalah melalui kegiatan-kegiatan yang sifatnya menambah pengetahuan guru tentang informasi, isu-isu dan kejadian sosial, kemajuan-kemajuan dan penemuan-penemuan baru yang ada  hubungannya dengan pembelajaran dapat bertambah, hal ini dapat terlaksana melalui kegiatan diskusi, seminar, atau training di KKG.
  2. meningkatkan pengetahuan guru dalam menyusun administrasi pembelajaran. Artinya, selain tugas mengajar guru juga harus menyusun dan mempersiapkan kelengkapan administrasi kelasnya, membuat daftar kelas, daftar nilai, menyusun format penilaian, menyusun berkas nilai dan pekerjaan lainnya. Teknik dan cara pembuatan administrasi tersebut mungkin tidak dapat dipahami oleh guru di sekolahnya, sementara melalui KKG hal-hal tersebut dapat terselesaikan dengan tuntas.
  3. Meningkatkan pengetahuan guru dalam melaksanakan manajemen kelas. Artinya, sebagai pemimpin kelas guru harus mampu mengatur seluruh kegiatan belajar agar berjalan secara kondusif dan bernilai guna. Pengaturan ini memerlukan ilmu manajemen. Melalui KKG dapat dibicarakan lebih lanjut tentang bagaimana memanajemen kelas dengan baik.
  4. Meningkatkan kepandaian guru dalam merancang, membuat dan menyusun alat-alat media yang dipergunakan dalam pembelajaran.
  5. Meningkatkan keyakinan dan harga diri guru. Artinya, dengan bertambahnya pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh melalui KKG dengan sendirinya kemampuan tersebut akan meningkatkan keyakinan diri guru dalam melaksanakan pembelajaran. Meningkatkan keyakinan diri guru atas dasar meningkatnya pengetahuan dengan sendirinya juga harga dirinya naik.
c. Manfaat KKG

Menurut Hasibuan Botung (2008), Tujuan, Manfaat dan Kewenangan Kelompok Kerja Guru [online]. Tersedia : http://www.ucokhsb.blogspot.com, secara umum kegiatan KKG dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
  1. Sebagai tempat pembahasan dan pemecahan masalah bagi para guru yang mengalami kesulitan dalam kegiatan pembelajaran.
  2. Sebagai wadah kegiatan para guru yang tergabung dalam satu gugus yang ingin meningkatkan profesionalnya secara bersama-sama.
  3. Sebagai tempat penyebaran informasi tentang pembaharuan pendidikan khususnya yang berkaitan dengan usaha peningkatan hasil belajar.
  4. Sebagai pusat kegiatan praktek pembuatan alat peraga, penggunaan perpustakaan serta perolehan berbagai keterampilan mengajar maupun pengembangan administrasi kelas.
  5. Memberikan kesempatan kepada guru yang kreatif dan inovatif untuk berbagi pengetahuan, wawasan, kemampuan dan keterampilan profesional kepada sesama teman sejawat dan mendiskusikan untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik. 
Refrensi:
  1. Suhardi. (2009). “Kegiatan KKG dan MGMP Rintisan Program BERMUTU Membabat Habis Penyakit Kronis Guru”. Buletin BERMUTU. 4, (1), 7
  2. Syofiarni. (2006). “Hubungan Pelaksanaan Kelompok Kerja Guru (KKG) dengan Kinerja Guru Sekolah Dasar di Kecamatan Padang Panjang Barat”. Jurnal Guru. 3, (1), 1-12.
  3. Botung,H.(2008), Pengertian dan Sejarah Berdirinya KKG.

Kamis, 28 Mei 2015

Memperbaiki Masa Depan Guru Indonesia



Sahabat guru Indonesia, sebelumnya saya ingin bertanya kepada anda semua, pernahkan anda bertanya kapada murud-murid anda mengenai cita-cita yang ingin diraih murid-murid anda? saya anggap saja teman-teman semua pernah melakukan itu. 

Profesi apa yang paling banyak diidolakan oleh mereka? Saya yakin tentunya bukan guru, kalaupun ada yang memilih guru, itupun jumlahnya sedikit. Satu lagi pernah gak teman-teman melihat dari status sosial ekonomi, anak yang memilih cita-cita menjadi guru? Apakah siswa yang memilih jadi guru sebagian besar adalah dalam kategori ekonomi keluarga menengah ke bawah. Terus bagaimana dengan murid-murid dengan ekonomi tingkat menengah ke atas?

Inilah sebenarnya polemik yang harus kita selesaikan bersama. Apakah ini PR buat guru saja? Tentunya tidak, semua pihak punya andil dalam memajukan perguruan Indonesia. Tapi yang paling punya peran adah guru dan calon guru tentunya, yaitu mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.  Dengan kata lain guru dan mahasiswa dituntut untuk senantiasa mengembangkan diri secara maksimal. Untuk Para guru sendiri mulai sekarang mulailah menyadari bahwa profesi yang kita jalani ini adalah profesi mulia. 

Meskipun guru ini adalah profesi, tapi perlu diingat juga bahwa guru adalah agen perubahan. Kewajiban kita bukan hanya pada lembaga, tapi juga kepada Tuhan, kepada murid, kepada orang tua, serta kepada seluruh lapisan masyarakat yang ada di seluruh Nusantara.

Sedangkan untuk mahasiswa FKIP, mulai sekarang tanamkanlah semangat belajar yang tinggi. Luruskan Mindset anda dalam menjalani pendidikan. Saya teringat dalam suatu kuliah, saya menanyakan kepada teman-teman mahasiwa tentang alasan mareka memilih jurusan FKIP. Mereka semua terdiam, bukan karena mereka tidak mau bicara, tapi ada alasan lain yang mereka sembunyikan. 

Pelan tapi pasti saya mencoba menggiring mereka untuk memberikan jawaban secara apa adanya. Yap..sebuah kenyataan bahwa ternyata tidak semua mahasiswa dikelas saya suka dengan jurusan yang mereka ambil. Ini sungguh ironi padahal mereka bukanlah mahasiwa baru.

Paradigma yang semacam ini harus segera kita rubah. Karena kalau tidak masa depan guru tidak akan membaik. Jika kita para guru dan para mahasiswa pendidikan hanya jalan ditempat, maka sebenarnya mereka telah mempertaruhkan masa depan bangsa tercinta. 

Bagaimana tidak, jika para guru atau calon guru, kualitasnya rendah, apakah mungkin bisa membimbing dan mengajarkan murid-murid menjadi pribadi yang hebat. Sehingga yang ada, ketika ada siswa yang bandel, tidak berperstasi, suka membolos guru langsung seketika mengatakan bahwa itu salah murid sendiri.  Sekarang kita renungkan sejenak pernahkah kita berpikir, bahwa apa yang dilakukan anak itu mungkin salah kita?

Saya punya sedikit cerita menarik  untuk anda, pernah suatu ketika saya berada di suatu sekolah. Saat itu saya sedang jalan menuju musola sekolah. Saat itu musala masih sepi, karena memang masih jam pelajaran. 

Tanpa sengaja saya bertemu dengan dua siswa, di musola. Saya pun bertanya kepada mereka “Dik kok di sini, memangnya gak ada kelas? Mereka pun mengatakan “Jam kosong Pak”. Kemudian saya bertanya kembali “Memangnya tidak ada guru penganti  yang memberikan tugas?” 

Mereka menjawab “Ada pak tapi males, aja mengerjakan”.  Mereka berani menjawab begitu, karena mereka tahu bahwa saya bukan guru di sekolah tersebut. Sambil tersenyum saya bertanya kembali “Kok males, bukannya sekolah di sini enak? 

Siswa tersebut pun sontak menjawab “Halah pak,,,sekolah di sini tu, nyebelke,,terutama guru-gurunya, sama sekali gak ada yang asyik. Mereka tidak pernah mau mengerti dengan kita-kita, ada masalah sedikit kita di hukum, makannya itu pak saya gak tahan sekolah di sini”. Saya pun tidak lantas memberikan respon, saya hanya terdiam sambil berpikir, karena bukan hanya siswa tersebut yang bicara demikian. 

Saya pernah juga mendapat pengakuan dari puluhan siswa bahwa di situ ada guru yang kalau ngajar gak enak, hanya di suruh mencatat, bahkan hampir siswa satu kelas tidak bisa mamahami materi yang disampaikan guru tersebut saat mengejar.

Cerita tersebut harusnya menjadi pelajaran buat kita bahwa sudah saatnya kita Ngilo (ngaca). Tidak semuanya salah siswa, jika ada siswa yang bandel, suka membolos dan lain-lain, maka guru juga perlu introspeksi diri, jangan-jangan dirinya ada yang salah dalam sikap, perkataan, perilaku, cara mengajar dan lain-lain. 

Jadi apapun tujuan awal kita kuliah atau pun jadi guru, yang penting mulai sekarang susun kembali tujuan kita, kita ubah mindset kita dan kita kembangkan terus kemampuan kita demi generasi penerus bangsa. Dengan begitu kita akan menjadi guru dan calon guru hebat. 

So Jangan takut bercita-cita jadi guru, jadi guru itu menyenangkan.

BY: Rona Binham. Founder: cafemotivasi.com

Mari...Jadilah Guru Cerdas Finansial....


Profesi utama  Guru.Pendidik 

   Kebun  Sawit
Budidaya Ikan Biawan


                                                                  Beternak ayam hias
            Jualan Isi ulang air galon



SEBENARNYA,....
Guru PNS-NON PNS /Pendidik bisa bekerja sambilan jadi petani,..bisa jg sambil berbisnis, bisa jg pulang ngajar sambilan berdagang/berjualan sepanjang tidak mengganggu pekerjaan pokok sebagai pendidik anak bangsa....

tetapi petani ,pebisnis , pedagang belum tentu bisa jadi seorang Guru/pendidik yg baik....!!
jadi beruntunglah kita yg berprofesi Guru/pendidik......

Marilah Guru-Guru Indonesia memulai menjadi Guru yang CERDAS FINANSIAL...
PANDAI MENCARI PELUANG USAHA 
PIAWAI MENAMBAH PENGHASILAN UNTUK KELUARGA
DEMI MASA DEPAN KELUARGA KITA YANG LEBIH BAIK......

Menjadi Guru Cerdas Finansial



Sahabat - sahabat semuanya, , kali ini saya akan mengulas buku “Bukan Guru Umar Bakrie...” nya Bapak Zainal Umuri.

Saya sempat berfoto dan bergurau dengan Beliau ketika mengadakan Pelatihan Guru Cerdas Finansial di wilayah perbatasan Malaysia / SDN 05 Saparan .Kec.Jagoi Babang-Bengkayang., beberapa Tahun yg lalu.

Orangnya ramah, suka gurau dan sangat enak untuk diajak bertukar pendapat/pikiran.....saya banyak terinspirasi dari beliau.....
Buku terbitan PT. Gramedia Pustaka Utama tersebut mempunyai 161 halaman .
Pada cover belakang bukunya, Zainal Umuri menulis bahwa menjadi guru adalah pilihan, bukan pelarian.

Guru adalah pahlawan dan orang tua kedua bagi murid-muridnya sehingga wajib memberikan pengajaran, teladan, dan kasih sayang yang utuh tanpa pamrih.
Oleh karena itu kebanggaan menjadi guru janganlah kita nodai hanya gara gara penghasilan yang diperoleh belum bisa mencukupi kebutuhan keluarga.
Buku “Bukan Guru Umar Bakrie” dibuat oleh penulisnya, sebagaimana tertulis pada ‘Sekapur Sirih’, sebagai sebuah kado istimewa kepada para pahlawan tanpa tanda jasa.
Di berbagai pelatihan yang dilakukan oleh penulis buku, acapkali menerima keluhan dari guru “Oemar Bakrie” tentang minimnya pemasukan yang mereka terima.
Zainal Umuri mengajak guru untuk mencari solusi masalah ekonomi. Sebagai guru dan telah bergaul dengan ribuan guru, Zainal Umuri ingin membagikan pengalaman masalah tersebut melalui buku ini.
Di dalam buku ini, anda akan menemukan kisah para guru yang telah berhasil menjadi guru teladan dan memperoleh kemudahan mendapat rezeki berlipat.
Pemerintah memang berkeinginan untuk mensejahterakan guru, salah satunya dengan program sertifikasi guru.

Program pemerintah yang memberikan tunjangan profesi sebesar 1 x gaji pokok kepada guru yang sudah memegang sertifikat profesi. Dengan syarat beban mengajar minimal 24 jam, maka dengan kondisi jam mata pelajaran yang berbeda beda dan kondisi jumlah rombel yang tidak banyak, maka program pemerintah ini belum menyasar semua guru baik PNS maupun Non PNS.
Apalagi bagi guru GTT. Guru penyandang predikat GTT sulit untuk mendapat sertifikat profesi, karena peraturan yang ada tidak memberi peluang sama sekali buat guru GTT mengikuti sertifikasi.
Seharusnya semua guru diperlakukan sama.
Zainal Umuri dalam bukunya sedikit menyentil masalah sertifikasi. Bila memang kenyataannya sangatlah sulit untuk mendapatkan sertifikasi, apakah yang harus kita lakukan sebagai guru?
Menunggu berpangku tangan? 
Atau berbuat sesuatu yang lebih pantas untuk hidup kita agar tetap terus bertahan menjadi seorang guru yang membanggakan bangsa, tetapi juga tidak kehabisan energi seperti lilin yang habis karena menerangi sekitarnya tanpa memperdulikan diri? (hal.24).

Zainal Umuri memotivasi. Gaji yang diberikan oleh pemerintah, yayasan, atau sekolah boleh saja kecil, namun kepiawaian dalam menentukan dan memilih pekerjaan sampingan merupakan seni yang harus dikuasai, agar guru dapat memilih pekerjaan sampingan yang layak.
Dalam buku ini Zainal Umuri membagikan pengalamannya dan beberapa guru tentang bagaimana menyiasati pendapatan bagi guru, sehingga minimnya gaji yang diterima tidak jadi persoalan karena pendapatan sampingan yang diperoleh akan dapat mencukupi kebutuhan hidup keluarganya.
Zainal Umuri berharap lagu Iwan Fals tak perlu berbunyi: “Jadi guru jujur berbakti memang makan hati, tapi mengapa gaji guru Oemar Bakrie seperti dikebiri...”,
tapi berbunyi: “Jadi guru berbakti sungguh enak hati, tak akan dikebiri karena guru yang cerdas akan mengerti bagaimana cara mengatasi”
Bagi guru yang ingin menjadi guru cerdas finansial, buku ini layak baca dan patut menjadi referensi.
Prof. Dr. Fasli Jalal, Ph.D, di bagian cover belakang buku menulis:
“Saya menikmati membaca buku Zainal Umuri ini. Sangat menginspirasi, khususnya bagi para guru. Pak Zainal ingin mengatakan bahwa kesuksesan dan kesejahteraan adalah milik setiap manusia yang mau bekerja keras dan bekerja cerdas.
Para guru pun bisa meraih semua itu dengan cara bermartabat, tanpa harus mengorbankan profesionalitasnya sebagai guru.
Rahasianya adalah kecerdasan finansial. Dengan diksi, gaya, dan plot penulisan yang ringan dan mengalir, penulis menuntun pembaca selangkah demi selangkah belajar menjadi guru cerdas finansial.
Semakin seorang guru menggali dan mengembangkan potensi dirinya, lalu mengelola kesuksesan demi kesuksesan kecil yang dia dapatkan, kesuksesan besar akan mengikuti”.
Jadi, guru harus baca buku ini!

Jumat, 22 Mei 2015

Pendidikan yang Egaliter dan Nasionalis, Akankah Hanya Sebuah Mimpi?

Mengapa kita harus terus bersedu sedan dan mengharu biru memenjarakan diri dalam duka, sedih, perih, dan pilu? Bukankah masih ada hari esok yang lebih cerah?
Kita adalah bangsa yang lahir, menggeliat dan meronta dalam api perjuangan yang berkobar. Kita juga lahir dalam gelimang darah para pahlawan yang demi kejayaan negeri ini rela meninggalkan segala kenikmatan hidup di dunia, melepas milik satu-satunya yang paling berharga, yakni jiwa dari raga. Bagi mereka, raga boleh hancur tertelan bumi, tetapi tidak untuk semangat, cita-cita, harapan, dan mimpi merdeka. Sungguh kemerdekaan bagi bangsa ini semula hanyalah sebuah harapan atau bahkan mimpi. Mimpi indah yang terlalu jauh membumbung tinggi di awan. Hanya patriot-patriot yang tulus dengan rasa nasionlisme yang tinggi, yang selalu optimistis dan pantang menyerah, dan yang berjuang tanpa pamrih, mereka itulah yang berhasil mewujudkan mimpi itu. Gugur satu tumbuh seribu, patah tumbuh hilang berganti, demikian semboyan para patriot pendahulu kita. 
Berkat jerih payah yang tak mengenal lelah, asa yang tak pernah luruh, serta kasih Tuhan Yang Maha Rahmah, sampailah kita pada suatu titik kulminasi. Satu mimpi bangsa yang selama 350 tahun lebih tertindas, menjadi budak hamba sahaya bangsa-bangsa Eropa, akhirnya terwujud nyata. Jumat pagi itu, dalam lapar dan haus bulan puasa yang mulai terasa, di jalan Pegangsaan Timur nomor 56 Jakarta, untuk pertama kalinya dengan diikuti kumandang lagu Idonesia Raya, sang Saka Merah Putih berkibar dengan gagahnya. Merdeka! Ya, kita telah merdeka pada tanggal 17 Agustus tahun 1945, tepat jam 10 pagi WIB, detik-detik ketika sang proklamator Bung Karno berdampingan dengan Bung Hatta, membacakan naskah proklamasi, memperdengarkan berita kebebasan kita ke seantero dunia.
Namun, setelah setengah abad lebih kita merdeka, sebuah ironi yang menyayat hati terjadi. Bangsa-bangsa lain pernah merasai kekaguman yang mendalam dan mengidolakan kita sebagai bangsa yang bermartabat, karena hasil jerih payah perjuangan yang sungguh sangat berat. Mereka yang tertindas pernah terilhami atas apa yang kita raih lalu mereka memperjuangkan sendiri kemerdekaan dan kejayaan mereka walau harus melalui liku-liku pengorbanan yang pedih dan perih. Para pemimpin kita pernah diakui sebagai pemimpin-pemimpin dunia dengan kebesaran nama Indonesia. Tetapi tiba-tiba, kita seperti menjadi bukan apa-apa lagi bagi mereka, bahkan hampir bagi diri kita sendiri. Langit seperti runtuh, bumi seperti terbalik, seolah-olah sudah tidak ada lagi yang patut dicontoh, ditiru apalagi diilhamkan dan diidolakan dari bangsa ini
Taufik Ismail, sang pujangga kawakan yang piawai mengukir kata, mengungkapkan kekecewaannya tentang negeri yang pernah menjadi kebanggaannya:
….
Langit akhlak rubuh, di atas negeriku /berserak-serak /Hukum tak tegak, doyong
berderak-derak/Berjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road,Lebuh Tun Razak,

Di sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata/Dan kubenamkan topi baret di kepala/Malu aku jadi orang Indonesia.
( dikutip dari buku Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, Seratus Puisi Taufiq Ismail, 1966 – 1998 )
Gus Mus, pujangga yang pemuka agama juga menorehkan ujung pena keprihatinannya dalam untaian kata penuh makna yang bertajuk Selama Ini di Negerimu :
inilah negeri paling aneh/dimana keserakahan dimapankan/kekuasaan dikerucutkan/kemunafikan dibudayakan/telinga-telinga disumbat harta dan martabat/mulut-mulut dibungkam iming-iming dan ancaman
inilah negeri paling aneh/negeri adiluhung yang mengimpor/majikan asing dan sampah/negeri berbudaya yang mengekspor/babu-babu dan asap/negeri yang sangat sukses
menernakkan kambing hitam dan tikus-tikus/negeri yang angkuh dengan utang-utang yang tak terbayar/negeri teka-teki penuh misteri

Serasa Armageddon tengah terjadi. Kiamat melanda. Krisis multi dimensi menerjang seluruh negeri! Bagaikan sebuah meteor raksasa berkecepatan sangat tinggi yang meluncur dengan tiba-tiba dari luar angkasa, dengan massa berlipat ganda, dengan temperatur tinggi yang panasnya membara luarbiasa, ia membuat kita nyaris hancur lebur, luluh lantak berkeping-keping di dalam lobang hitam pekat tiada berdasar dan bertepi. Sungguh sedemikian perkasanya makhluk yang bernama krisis multi dimensi itu. Seolah-olah ia memiliki jaring-jaring labirin yang sangat kuat dan liat, menjulur, membelit seperti sulur-sulur gurita raksasa, masing-masing membelengu setiap sendi kehidupan bangsa tanpa memberi sedikitpun ampun. Kita menjadi lemas tiada berdaya. Mulai dari krisis moneter, krisis moral, krisis sosial, krisis kepribadian, krisis kebudayaan sampai krisis kepercayaan diri, semuanya tumpah ruah, bercampur aduk jadi satu. Korupsi, kolusi dan nepotisme mengakar, menjalar ke mana-mana, mencerabut seluruh daya upaya kita untuk hidup sebagai bangsa.
Sudah jatuh masih tertimpa tangga, sesudah lepas dari mulut harimau lalu masuk ke mulut singa. Belum lagi kita merangkak bangkit dari krisis, bencana alam datang menghantam bagai palu godam. Bom meledak di mana-mana melenyapkan percuma nyawa orang–orang tak berdosa. Perang saudara berkecamuk sia-sia, kecelakaan terjadi dimana-mana, virus mematikan merajalela. Semua turut memberi warna buram kelamnya perjalanan sejarah negeri ini. Seluruhnya datang bertubi-tubi, silih berganti, menghantam dari sisi kanan dan kiri, susul-menyusul menghimpit dari segala arah, seolah mau mencekik dan menenggelamkan negeri yang sudah payah dan parah. Hal-hal yang paling buruk dan mengenaskan harus kita terima sebagai menu sehari-hari. Mau pilih gempa saja, atau gempa dengan Tsunami? Mau pilih banjir air saja atau lengkap dengan lumpurnya yang tanpa henti? Mau pilih badai puting beliung saja atau spesial dengan tanah longsor? Mau pilih perang saudara saja atau yang ada embel-embel bom terorisnya? Mau pilih pesawat hancur ketika terbang, atau terbakar di landasan? Mau pilih kapal yang langsung tenggelam atau yang terbakar dulu baru tenggelam? Mau pilih demam karena nyamuk atau flu karena burung? Demikian terus berulang dan berulang lagi. Apakah kita akan mati karena telah menggali kubur sendiri? Kapan semua ini akan berhenti?
Tetapi tunggu! Masih ada secercah harapan bersinar diujung sana. Ya, harapan! Jangan pernah kita kehilangan harapan. Bukankah seorang guru dunia pernah berujar, karena harapanlah seorang ibu menyusui anaknya. Karena harapanlah kita menanam pohon meski kita tahu kita tak kan sempat memetik buahnya yang ranum bertahun-tahun kemudian. Sekali kau kehilangan harapan, kau kehilangan seluruh kekuatanmu untuk menghadapi dunia. Je pence donc je suis , ”Karena saya berpikir, maka saya ada”, demikian ungkapan Rene’ Descartes. Di mana ada kemauan di situ ada jalan. Kalau kita mau terus optimis berjuang melepaskan diri dari krisis dan bangkit dari bencana yang melanda, bukan mustahil sesuatu yang sepertinya tidak mungkin menjadi mungkin terjadi. ”Tidaklah berubah suatu kaum kecuali atas usahanya sendiri.” demikian salah satu intisari pesan yang dibawa Nabi.
Sabar, sabar, sabar… Kita semua harus bersabar. Ingat roda pasti berputar. Tidak selamanya yang di bawah harus terus berada di bawah. Demikian juga yang kini sedang berada di atas, tidak selamanya mereka akan terus berjaya. Bukankah sejarah telah membuktikan bahwa banyak bangsa-bangsa kecil yang terjajah, terbelengu, dan tertindas, kemudian oleh perputaran waktu mereka bangkit dan menjadi penguasa? Benar kini kita sedang dalam gontai, setelah jatuh terjerembab dalam jurang kenistaan krisis multi dimensi. Benar kita ini masih lemah tidak berdaya, terbaring dalam gering, karena bencana-bencana besar, perang saudara, terorisme, kecelakaan dan pageblug yang datang beriring. Tetapi bukankah kita masih memiliki sisa waktu untuk merenung, berintrospeksi dan kembali belajar tentang sejarah? Lalu kita berbenah, menata yang terbaik untuk mewujudkan harapan dan mimpi-mimpi di masa depan.
Apa yang dipesankan oleh Bapak bangsa kita sungguh tepat sekali. ”Ingat, Jas Merah! Jangan sekali-sekali meninggalkan sejarah! Asal kita setia pada hukum sejarah, dan asal kita bersatu padu dan memiliki tekad baja, kita bisa memindahkan gunung Semeru atau gunung Kinibalu sekalipun.” Kalau kita bisa merdeka dari penjajahan bangsa lain, mengapa kita tidak bisa memerdekakan diri dari segala carut marut kehidupan bangsa saat ini? Walaupun bukan perkara mudah, tetapi kita bisa mencobanya bukan? Seperti yang telah dilakukan Bapak-Ibu pendiri bangsa ini, kita harus sanggup dan rela berkorban nyawa menjadi tumbal untuk negeri ini. Kita jangan menunggu sampai ada bangsa lain yang datang kembali menjajah bangsa ini.
Kita bisa belajar dari sejarah, tidak hanya dari bangsa kita, tetapi juga bangsa-bangsa lain di dunia. Kita bisa melihat bagaimana segerombolan orang yang dulunya petani miskin, gembala kumal, dan orang-orang terbuang yang liar, kini anak cucunya adalah penguasa dunia yang jumawa. Ya, Amerika serikat yang perkasa, yang memiliki tokoh-tokoh, penemu-penemu, dan ilmuwan-ilmuwan cerdas kelas dunia. Amerika yang kadang mendua, yang disegani kawan maupun lawan, dan yang menjadi polisi dunia. Kalau anak gembala saja bisa, mengapa kita tidak? Bayangkan seandainya kita menjadi negara adidaya, dengan pengaruh kekuasaan mencapai seluruh pelosok benua. Budaya dan bahasa kita tentu menjadi idola. Tentu dalam olimpiade orang tidak lagi memberi abab-aba dengan ”One, two, three!”, tetapi dengan ”Satu, dua, tiga!”
Kita juga bisa menengok lagi bagaimana ketika pasukan sekutu berhasil membuat Jepang luluh lantak dengan kedahsyatan bom nuklir yang mereka jatuhkan di Nagasaki dan Hiroshima tahun 1942. Apakah lantas rakyat Jepang dan para pemimpinnya ikut menjadi lemah tak berdaya? Tampaknya tidak. Boleh jadi mereka sesaat tenggelam dalam pahit dan getirnya sebuah kekalahan telak. Tetapi Hirohito, sang kaisar yang bijak, di dalam kegundahan hatinya, dengan suara dalam penuh keprihatinan berkata, ”Berapa jumlah sinsee (sebutan untuk guru dan dosen, tanpa dibedakan, di dalam bahasa Jepang ) yang selamat dari petaka?”
Peristiwa monumental ini kalau kita kaji lebih mendalam pada dasarnya membawa pesan universal: betapa pentingnya guru bagi suatu bangsa, sehingga ketika berada dalam keadaan katastropis, perhatian pertama dari seorang pemimpin bangsa adalah nasib para guru bangsa tersebut. Karena guru adalah ujung tombak pendidikan sebuah bangsa. Maju atau mundurnya pendidikan sangat menentukan kejayaan dan peradaban bangsa tersebut. Bagaimana bangsa yang tertindas selama 350 tahun bisa bebas? Bagaimana anak-anak gembala bisa menjadi polisi dunia? Bagaimana bangsa yang hancur rata bisa kembali menjulang ke angkasa? Tanyakan kepada sang empunya bangsa, pastilah guru dan pendidikan ada di dalam menu olahan mereka. Bung karno, Bung Hatta, Sutan syahrir, Panglima Besar Jenderal Sudirman, dan banyak lagi pendiri negeri ini adalah guru pada awal mulanya. Mereka menjadi orang-orang cerdas yang berhasil meyakinkan dunia bahwa Indonesia layak merdeka. Mereka menjadi ahli strategi perang gerilya dan taktik jitu berdiplomasi karena pendidikan matang yang pernah mereka enyam.
Pendidikan! Itulah kata kuncinya. Sebagai cermin, kita bisa mengambil yang baik dari cara pandang bangsa-bangsa yang sudah maju terhadap pendidikan. Hal tersebut diharapkan dapat memberikan inspirasi bagi kita untuk berbuat yang terbaik, atau setidaknya menyadarkan bahwa ada sesuatu yang kurang pada diri kita. Sebagaimana kita ketahui, cara pandang terhadap urgensi pendidikan dimata sebagian besar bangsa-bangsa Eropa, Australia, Amerika, Afrika,dan Asia tampaknya agak berbeda dengan yang kita miliki. Di dua benua yang disebut pertama, kita tidak perlu bertanya lagi. Hampir semua negara di dalamnya adalah negara-negara yang maju dalam segala hal. Yang namanya pendidikan dengan subsidi sangat besar adalah wajar, sehingga misalnya seorang rektor perguruan tinggi kecil digaji setara 25 juta rupiah sebulan, hal itu dianggap tidak wajar, bukan karena terlalu besar, justeru sebaliknya karena dianggap terlalu jauh dari nilai besar. Bukan seperti yang terjadi di sebuah universitas besar di negeri kita baru-baru ini, mahasiswa protes karena rektor akan digaji sebesar nilai tersebut di atas. Ironis memang, karena di negeri yang para pendirinya notabene adalah guru, ada anggapan bahwa seorang guru besarpun tidak pantas hidup pantas. Lain halnya jika yang bergaji besar adalah pegawai Telkom atau Pertamina, orang tidak akan pernah protes walaupun bosnya bisa bergaji 50 sampai 100 kali lipat gaji seorang profesor doktor. Kadang-kadang kita yang bermaksud baik ingin mengaplikasikan apa yang sudah berlaku di negara-negara tersebut ternyata justeru menghasilkan kebijakan-kebijakan yang dianGgap kurang membumi. Alih-alih didukung, justeru protes yang kita tuai.
Jika di Australia dan Eropa pendidikan sudah sedemikian maju, bagaimana dengan keadaan pendidikan di Amerika, Afrika, dan Asia yang notabene merupakan benua-benua yang memiliki heterogenitas kemajuan yang cukup signifikan? Lebih maju atau kurang majukah pendidikan di benua-benua yang di dalamnya juga terdapat negara-negara dunia ketiga seperti kita?
Benua Amerika membentang dari pulau Elsemere di sebelah utara Kanada sampai ke ujung selatan di suatu tempat yang bernama Cape Horn di pulau Hornos yang diapit oleh dua samudera maha luas, Pasifik yang anggun dan Atlantik yang agung. Tidak ada satu negarapun di benua yang rakyatnya beruntung itu yang tidak menganut paham yang susah kita anut, yaitu, pendidikan dasar itu wajib, tetapi egalitarian dan bebas biaya. Tidak peduli mereka itu besar, kaya dan kuat, seperti Kanada dan Amerika Serikat, atau yang kecil, tidak begitu kuat, dan juga tidak kaya, seperti El Salvador atau Panama. Semua menganggap bahwa pendidikan adalah pilar masa depan bangsa. Jadi mereka sangat peduli terhadapnya.
Membentang jauh Afrika, dari utara ke selatan, dari Rabat di Maroko sampai Cape Town di Afrika Selatan. Meski orangnya hitam legam dan kadang bikin seram, mereka tetap menganggap afdol pendidikan. Kalau di Afrika, kita itu ibarat Zimbabwe, Nigeria, atau Bostwana. Mereka seakan menganggap pendidikan bagi bangsa itu adalah kepentingan nomor sekian. Kita tidak seperti sebagian besar negara-negara lain di Afrika. Kita tidak seperti Mesir, Somalia, atau Sudan. Meski kadang terhimpit masalah ekonomi dan politik atau bahkan rakyat susah makan, tetapi pendidikan dasar wajib dan gratis yang egalitarian tetap berjalan.
Lain di Afrika, lain lagi di Asia, tepatnya Asia Tenggara. Meskipun pada mulanya kita bersama-sama berangkat dari kesepadanan, agaknya kini terlalu berat jika kita menyandingkan diri sejajar dengan Malaysia, Tailand, atau bahkan Vietnam dalam urusan pendidikan. Mengapa? Karena mereka tidak takut kehilangan uang untuk menanam benih berkualitas masa depan, sedangkan kita tampak sebaliknya. Kita ogah mencontoh mereka, mungkin karena gengsi atau kita ingin jalan pintas. Kita cenderung memilih pendidikan dengan kurikulum ala Amerika Serikat atau Australia yang sebetulnya kadang kurang membumi. Pendeknya kita mengacu kepada yang serba barat karena barat adalah cermin kemajuan dan gengsi. Tetapi kita lupa atau sengaja melupakan fakta bahwa pendidikan itu membutuhkan dana.
Kita pernah bertekad menganggarkan 20% dari total APBN untuk kemajuan pendidikan. Bahkan semuanya sudah dituangkan di dalam konstitusi. Kita juga sudah mensyahkan UU Guru dan Dosen yang akan sangat membantu kesejahteraan mereka. Tetapi tampaknya di tengah jalan, kalau kita tidak memiliki keinginan yang kuat untuk mempertahankan niat, semuanya akan kandas. Tekad itu tidak akan pernah terwujud. Kita tidak akan pernah berani sedikit berkorban dengan dalih anggaran itu tidak masuk akal, angka yang mustahil, mengada-ada atau tidak relevan. Jadi aplikasinya diundur dan terus diundur.
Sebenarnya semua tahu bahwa perhatian yang baik terhadap pendidikan adalah seperti menanam, merawat dan menjaga apa yang kita tanam. Buahnya, boleh jadi kita yang memetik ketika usia kita telah senja, atau mungkin hanya anak cucu kita yang merasakan. Tetapi percayalah dengan penuh harapan, bahwa kita akan bahagia menyaksikannya, dari alam ”sana”.
Singkatnya, walau bagaimanapun kita harus tetap optimis bahwa mimpi dan harapan akan kejayaan bangsa ini bisa kita gapai melalui pendidikan. Kita harus kembali kepada konsitusi UUD 1945 dengan mulai mengupayakan pendidikan yang terjangkau bahkan gratis tetapi berkualitas. Pendidikan itu adalah Pendidikan Indonesia Baru yang Nasionalis dan Egalitarian, yaitu yang menekankan penanaman rasa cinta tanah air Indonesia sekaligus memberikan kesempatan yang sama tanpa membedakan kaum borju ataupun kaum marginal untuk bersama-sama mengenyamnya. Pendidikan itu juga menanamkan pentingnya kecerdasan yang disertai budi pekerti luhur untuk menghasilkan insan Indonesia berkualitas yang siap memperbaiki secara total tatanan generasi sebelumnya. Pendidikan selama ini telah terbukti memproduksi manusia-manusia yang cerdas, tetapi terkadang jarang diikuti dengan moral value yang tinggi. Banyak mereka cerdik seperti si Kancil, tetapi egosentris, picik, licik dan bahkan culas, sehingga hukumpun bisa disiasati dan dikalahkan.

Menyambut Hari Pendidikan Nasional pada tanggal 2 Mei 2007 mendatang, mari kita renungkan kembali pesan Bapak Pendidikan Nasioanal, Ki Hajar Dewantoro, ” Ing ngarso sung tulodho, ing madio mangun karso, tutwuri handayani.” Jadilah pemimpin model, motivator tangguh, dan pengikut setia.
Akhirnya, mari kita jemput harapan dengan mendukung terwujudnya Pendidikan Indonesia Baru yang Nasionalis dan Egalitarian. Dengan begitu, tidak mustahil akan lahir generasi-generasi bangsa yang lebih siap menanggulangi krisis multi dimensi, bencana alam, terorisme, wabah mematikan, dan berbagai macam kecelakaan di masa datang. Tunggulah saatnya ketika kita raih kejayaan bangsa ini. Tidak lama lagi!

Sumber : http://mampuono.multiply.com/journal/item/3