Jumat, 24 April 2015

Awan mengajarkan menjadi manusia

Pagiku terusik kedatangan awan. Ia membangunkanku yang asik bercengkrama dengan sisa malam, sengaja membuat mentari menyerangku dengan kehangatan sinarnya. Awan bercerita, indahnya pagi akan lebih bermakna dengan tawa riang anak-anak yang pergi ke sekolah. ya, Awan menyukai anak-anak, mereka tidak pernah mengeluh ketika ia tidak memayungi dari terpaan sinar matahari, pun mereka tidak akan mengutuk karena ia mengeluarkan hujan berhari-hari. Awan senang menjadi dirinya sendiri.
Hari ini awan mengajakku berlari, menyambut anak-anak menyongsong cita-citanya. Kami pun menari, menari suka cita. Berlenggak lenggok ke sana kemari, bergurau bercanda, tanpa ada habisnya. Awan menyukai anak-anak, sesekali ia melindungi mereka dari sengatan mentari. Hari ini menjadi hari terindah bagi kami.
Tiba-tiba kami terkejut mendengar suara keras yang menyesakkan telinga. Anak-anak itu ekspresi mukanya berubah, tidak ada senyum lagi. Suara itu berasal dari seorang monster bernama guru. Monster itu memaksa anak-anak melakukan hal yang tidak mereka sukai, meneriakinya, memaksanya. Anak-anak menjerit ketakutan, berusaha berlari, namun terpenjara dalam sekolah. Monster itu melabeli mereka dengan kata-kata “bodoh”, “tidak bisa diatur”, “autis”, dan “nakal”. Anak-anak menangis, mereka ingin mendapatkan keceriaannya kembali.
Awan sedih, ia tidak ingin mendengar anak-anak merasakan takut. Namun, ia pun tak berdaya karena berada jauh di atas langit. Awan meneteskan air mata, menangis. Aku tak kuasa melihat sahabatku sedih. Aku ingin membuat anak-anak tersenyum lagi dengan merasakan kasih sayang malaikat yang (juga) bernama guru. Aku mendatangi mereka, mengajak bermain, belajar, tanpa harus melabeli dengan kata-kata jahat. Aku ingin menjadi pelindung mereka. Awan menemani kami bermain setiap hari sambil belajar. Anak – anak berhasil mendapatkan senyuman mereka. Mereka pun datang ke sekolah lagi. Anak-anak tidak takut bermimpi, karena mereka tahu, ada awan yang selalu menemani.
Aku tersenyum pada sahabatku, dan ia membalasku dengan kedipan matanya. Awan mengajakku berlari lagi, menemui anak-anak yang kehilangan keceriaannya, dan membuat mereka mau bermimpi lagi. Awan akan terus begitu, dan akan selamanya seperti itu. Awan mengajarkan bagaimana mengajari manusia, ia mengajarkan bagaimana menjadi manusia. Awan akan tetap ada dan selalu dicintai anak-anak.
sumber : queenofsheeba.wordpress.com

Tidak ada komentar: