Di Kalimantan Barat yang langsung berbatasan dengan Serawak Malaysia Timur membentang sepanjang 966 kilometer, mempunyai luas sekitar 2,1 juta hektar atau hampir seluas Provinsi Nusa Tenggara Barat atau Provinsi Sulawesi Utara. Secara administratif meliputi 5 wilayah Kabupaten Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang dan Kapuas Hulu dengan 15 Kecamatan dan 98 Desa. Kondisi geografis dan Topografi wilayah perbatasan Kalimantan Barat yang masih terisolir, karena keterbatasan prasarana jalan, transportasi darat, sungai serta fasilitas publik lainnya. Kondisi ini berdampak pada kondisi kesejahteraan sosial, ekonomi, pendidikan dan skill masyarakat daerah perbatasan yang masih tertinggal dibanding dengan masyarakat daerah Serawak.
Penduduk Kalimantan Barat dalam melakukan aktivitas sosial ekonomi cenderung ke Serawak, karena akses yang mudah serta ketersediaannya fasilitas yang lebih baik. Kawasan perbatasan terdapat sekitar 50 jalur jalan setapak yang menghubungkan 55 desa di Kalimantan Barat dengan 32 kampung di Serawak, lebih 60% penduduk masyarakat Puring Kencana juga memiliki KTP Malaysia dan termasuk Surat Peranak (Akte Kelahiran), hal ini dikarenakan mereka lebih senang mendapatkan akte kelahiran dari Pemerintah Malaysia. Di bidang pendidikan, usia anak-anak yang bersekolah, lebih memilih sekolah di Malaysia dengan perbandingan dalam tahun ajaran 2008 hanya 13 anak yang masuk SD di Puring Kencana, sedangkan 83 anak lainnya memilih sekolah di Malaysia. Alat ukur (mata uang) yang digunakan lebih dominan ringgit dari pada rupiah.
Realitas yang memprihatinkan ini disebabkan kondisi daerah yang pembangunannya terbelakang dan terisolir (indikator daerah tertinggal dan aksebilitas rendah). Penduduk dalam melakukan aktifitas sosial ekonomi cenderung ke Serawak, hal ini karena akses yang mudah serta ketersediaan fasilitas yang lebih baik (menjadi hinterland Serawak). Ketergantungan perekonomian masyarakat perbatasan hampir semua barang dan jasa, tempat menjual hasil bumi masyarakat di wilayah Malaysia.
Kesenjangan kehidupan yang tejadi di daerah perbatasan ini sedikit banyak dipengaruhi oleh ketimpangan infrastruktur dan fasilitas umum yang disediakan oleh pemerintah RI, contohnya seperti harga kebutuhan pokok yang sangat mahal, masyarakat lebih memilih masuk ke wilayah Malaysia untuk memenuhi kebutuhannya, bisa kita bayangkan harga semen 1 juta rupiah per sak, bensin 25 ribu rupiah per liter, sementara di negara tetangga, lebih murah, di Aruk, Kecamatan Sajingan Besar, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, warga bergantung pada pasokan listrik dari Malaysia. Jalan aspal di kawasan itu juga dibangun kontraktor Malaysia. Karena ketimpangan inilah masyarakat di perbatasan Kalimantan rela menyerahkan wilayahnya masuk ke negara tetangga. Mereka telah memindahkan patok-patok perbatasan ke wilayah negara tetangga, dan ini juga yang menjadi motivasi bagi masyarakat di perbatasan untuk berganti status kewarganegaraan menjadi warga negara Malaysia. Yang lebih ironis lagi masyarakat di perbatasan Kalimantan tidak mengenali presiden mereka sendiri, mereka lebih kenal dengan PM mentri Malaysia.
Sumber : www.mahasiswaub1ftp1.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar