Resensi Must Prast
editor Jawa Pos
Judul Buku: Cara A.M.P.U.H Merebut Hati Murid
Pengarang: Joko Wahyono
Penerbit: Esensi
Terbit: 2012
Tebal: 144 halaman
Lupakan sejenak karut-marut dunia pendidikan Indonesia yang tengah diterpa isu kontroversi unas (ujian nasional) dan RSBI (rintisan sekolah bertaraf internasional). Terlepas dari segala macam problematikanya, bangsa ini membutuhkan banyak guru-guru hebat. Hebat di sini tidak hanya bicara prestasi. Hebat yang dimaksud juga termasuk dedikasi, loyalitas, pengabdian, dan pengorbanan.
Di luar sana, para peserta program Indonesia Mengajar mulai menapakkan kaki di tempat paling pelosok, paling terpencil, dan begitu tertinggal. Tempat yang sebelumnya tak pernah ada dalam bayangan mereka, para sarjana itu.
Indonesia Mengajar yang didirikan Anies Baswedan sadar bahwa yang membutuhkan pembelajaran yang menyenangkan dan sukses bukan hanya siswa perkotaan dan daerah pinggiran. Para pelajar dari daerah amat pelosok dan terluar juga berhak mendapatkannya. Siapa pun tanpa terkecuali.
Program hampir serupa kemudian muncul. Yakni, Sarjana Mengajar di Daerah Terluar, Terdepan, dan Tertinggal (SM-3T). Visi perjuangannya pun sama: mengentaskan para anak-anak bangsa di daerah 3T itu dari ketertinggalan dan keterpurukan karena kurangnya dukungan terhadap pendidikan di sana.
Tentu saja menjadi peserta Indonesia Mengajar ataupun SM-3T tidak mudah. Seleksinya sangat ketat. Tidak sembarang sarjana bisa mendaftar. Pintar dalam akademis saja tidak cukup. Dibutuhkan ketahanan mental yang luar biasa. Fisik juga mesti prima. Nyali mereka harus berlipat-lipat ganda.
Tak heran jika Ketua Program SM-3T Unesa Prof Dr Luthfiyah Nurlaela langsung melontarkan gertakannya kepada calon peserta angkatan kedua yang mendaftar SM-3T. ”Bagi yang tak punya cukup nyali, yang anak mama, lebih baik mundur saja sekarang,” tegasnya.
Ini bukan sekadar gertak sambal. Ibarat pasukan komando, para peserta SM-3T itu adalah anggota korps elite yang kemampuan mental dan fisiknya di atas rata-rata personel biasa.
Sebuah peringatan yang amat wajar. Pasalnya, medan yang akan dihadapi para peserta (baik Indonesia Mengajar maupun SM-3T) sangat berat, sangat menguras emosi, sangat menguras pikiran, waktu, dan tenaga. Tak terkira betapa besar pengorbanan para peserta tadi.
Sesungguhnya, inilah kawah candradimuka sebenarnya dalam mencetak guru-guru hebat. Ilmu mengajar selama di perguruan tinggi betul-betul diaplikasikan dan ditambah inovasi mereka. Di sinilah akan timbul kreativitas.
Berkenaan dengan guru hebat, Republik Indonesia saat ini dan tahun-tahun mendatang membutuhkan buanyak tenaga pengajar dan pendidik seperti itu. Guru hebat bukanlah guru yang takut dimutasi ke daerah pinggiran. Guru hebat bukanlah guru yang rajin menuntut pencairan TPP (tunjangan profesi pendidik), namun enggan men-upgrade kemampuan dan kompetensi mengajarnya. Guru hebat bukanlah guru yang mudah putus asa terhadap suatu kondisi sulit. Juga bukan seorang pengeluh.
Itu baru sisi nonteknis. Dari sisi teknis, seorang guru hebat juga mesti memiliki kiat khusus untuk meramu pembelajaran menjadi sebuah kegiatan yang positif dan menyenangkan di kelas. Dengan begitu, transfer ilmu dan pengetahuan bisa berjalan sesuai dengan harapan.
Terkait dengan hal tersebut, tip yang diberikan Joko Wahyono, praktisi yang telah malang melintang selama 28 tahun di dunia pendidikan, dalam buku ini patut dibaca. Ia menawarkan kiat AMPUH yang bisa menunjang pembelajaran di kelas dan diterapkan oleh guru hebat. AMPUH sendiri merupakan kependekan dari lima aplikasi. Yakni: (A)sertif dalam bertindak, (M)enghargai murid, (P)andai membina hubungan baik, (U)saha optimal, dan (H)indarkan murid dari ancaman kekerasan.
Sebagaimana dipaparkan Joko, seorang guru hebat mesti memahami bahwa mengajar dengan baik bukanlah soal teknik, tetapi lebih pada integritas guru itu sendiri. Maksudnya, guru hebat mampu menciptakan hubungan antara dirinya, mata pelajaran yang diajarkan, dan murid-murid sehingga mereka bisa menciptakan dunianya sendiri.
Mengutip pernyataan Munif Chatib, penulis buku Gurunya Manusiasekaligus trainer Pengajar Muda Indonesia Mengajar, hak mengajar bukan berada pada guru, namun di kantong masing-masing siswa. Nah, buku karya Joko ini dengan detail menjelaskan cara merebut atau mengambil hak mengajar dari siswa sehingga pembelajaran akan menyenangkan dan sukses.
https://mustprast.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar