Minggu, 02 Maret 2014

Realita Sempadan Perbatasan Negeri







Negaraku indonesiaku,sepenggal kalimat yang terdengar dari kisah pilu mereka yang berada diperbatasan,9 april 2014 merupakan hari dimana pesta  demokrasi akan digelar,berbagai macam persiapan telah Dilakukan baik para calon anggota dewan,KPU maupun KPPS,segenap rakyat Indonesia hari itu akan meyalurkan hak suara mereka tak terkecuali mereka yang hidup didaerah perbatasan Indonesia malaisya yang ada dipulau Kalimantan, dengan harapan akan adanya perubahan untuk 5 tahun kedepan, tentu kalian masih ingat dengan cerita film yang berjudul  ( TANAH SURGA KATANYA ) yang di produseri actor ternama Indonesia yakni Dedy Mizwar,Gatot Brajamusti dan Bustal Nawawi dan sutradara Herwin Novianto.film itu menceritakan realita kehidupan masyarakat di daerah perbatasan antara Indonesia dan malaisya film itu menceritakan  Kondisi di perbatasan yang sangat memprihatinkan. Satu-satunya sekolah di desa itu hanya punya dua kelas: III dan IV. Itupun mereka hanya diajar oleh seorang guru bernama Astuti. Fasilitasnya sangat buruk. Tidak punya tiang bendera yang kokoh. Fasilitas belajar-mengajar tidak memadai. Bahkan, karena minimnya guru dan buku, anak-anak tidak menghafal lagu kebangsaan ( INDONESIA RAYA ).
Kondisi kesehatan tak kalah buruk. Desa itu tidak punya fasilitas kesehatan yang memadai. Satu-satunya yang diandalkan desa ini adalah seorang dokter yang dikirim oleh pemerintah (Anwar). Itupun, ketika ada pasien yang sakit parah, mereka kesulitan mengakses obat dan layanan Rumah Sakit. Butuh ratusan ribu untuk bisa ke Rumah Sakit di kota. Perekonomian perbatasan lumpuh. Hampir semua barang kebutuhan didapat dari Malaysia. Mata uang yang berlaku pun adalah ringgit Malaysia. Hasil produksi masyarakat, baik pertanian maupun kerajinan, menemukan pasarnya di negeri seberang. Sebaliknya, di seberang sana, di Serawak, Malaysia, pembangunan menggeliat begitu perkasa. Perekonomian tumbuh pesat.  Bagi orang perbatasan, Malaysia adalah surga. Tak sedikit warga Indonesia di perbatasan yang memilih pindah kewarganegaraan. Dalam film ini juga ditunjukkan, betapa praktek KKN (kolusi, korupsi, dan nepotisme) selalu menjegal proyek pembangunan di daerah perbatasan. Banyak anggaran pembangunan dikorup oleh penguasa lokal. Karna control social tidak ada.



Nasionalisme mereka punah oleh keterbatasn informasi dan komunikasi,mata uang yang seharusnya menggunakan rupiah tetapi fakta dan realitanya masyarakat disana menggunakan mata uang berupa ringgit malaisya,dan celakanya lagi mereka hidup diwilayah yang masuk Indonesia tetapi mata uang Indonesia mereka tidak tahu,bahkan dalam cerita film tersebut ada seorang dokter yang datang dari Jakarta memberikan uang rupiah ke anak yang ada didesa itu dengan lantang anak itu bilang ini uang apa,disini tidak ada uang itu,sungguh sangat ironis Indonesia yang katanya Negara kaya akan sumber daya alam,yang memiliki beribu ribu pulau nyatanya tidak bias mensejahterakan warganya sendiri,mereka terkesan menjadi kuli di Negara sendiri.
Banyak para tokoh-tokoh yang menjanjikan kesejahteraan,kemakmuran,lapanggan pekerjaan,memberikan kehidupan yang layak bagi warganya,tapi nyatanya sampai hari ini yang terdengar hanya ucapan-ucapan kosong tanpa ada bukti yang nyata,pegangguran meraja lela yang megakibatkan angka kriminalitas meningkat,infrastruktur  tidak memadai,banyak tempat tinggal yang tak layak huni,kasus korupsi anggaran kian meningkat, nasib para tenaga kerja Indonesia tidak jelas,tentu hal ini menjadi keprihatinan kita bersama,Indonesia sekarang krisis pemimpin yang jujur tegas dan berani megabdikan diri untuk bangsa dan rakyatnya,yang ada hanya ingin mencari kekuasaan untuk kepentinggan pribadi bukan untuk kepentinggan khalayk ramai.
Sembilan april nanti merupakan hari dimana seluruh rakyat Indonesia meyalurkan hak suaranya,para tokoh-tokoh politik memberikan janji-janji yang akan memsejahterakn rakyatnya,kita tunggu pembuktian dari mereka,apakah itu hanya sekedar omonggan atau memang tergugah hatinya dengan melihat kondisi saat ini terutama didaerah perbatasan yang jauh adari kata SEJAHTERA.

Tidak ada komentar: