Hari Guru telah berlalu kemarin. "Milad"nya guru diperingati setiap
tanggal 25 November. Sebuah tanggal bersejarah yang melandasi
perjuangan guru, selain mengokohkan jati dirinya, juga perjuangan
mengharkat derajatkan para peserta didiknya ke tahap yang ideal, atau
bahasa hiperbolanya, memanusiakan manusia.
Tahun demi tahun berlalu, guru tetap eksis dengan segala kemajuan dan
atau kemundurannya. Kalau dulu guru berjuang meningkatkan imbalan
keprofesionalannya, alhamdulillah guru sekarang (PNS) lebih sejahtera
dengan tunjangan profesinya. Bila kesejahteraan sudah dicapai, apalagi
yang mesti diperjuangkan guru?
Perjuangan berikutnya adalah belajar berubah dan mengikuti perubahan.
Guru diharapkan terus meng"update" dirinya agar ia profesional di
ranah paedagogiknya, ranah sosialnya, juga ranah personalnya. Dengan
berubahnya jaman, cara mengajar dan cara bekerja guru tentunya harus
sesuai dengan kondisi kekinian. Inilah PR besar yang harus
diselesaikan guru, agar tujuan ia mengajar dapat terlaksana dengan
oftimal.
Ironi Guru, Sebuah refleksi
Dengan tak bermaksud menggeneralisir semua personal guru, namun di
satu pihak ketika pemerintah meluncurkan tunjangan profesi, harapannya
agar guru dapat fokus mendidik peserta didiknya, tak dipusingkan
dengan cara mendapat tambahan penghasilan. Namun sepertinya ini belum
berjalan maksimal. Kesejahteraan meningkat, cara kerja " masih itu-itu
aja, seperti dulu".
Ketika pemerintah mendengung-dengungkan "SEKOLAH BEBAS ASAP ROKOK",
artinya ya jangan merokok di sekolah. Namun di beberapa sekolah, saya
melihat dengan nyamannya guru menghisap rokok kesukaannya, bahkan di
kelas atau di depan peserta didik.
Ketika muatan kurikulum menekankan penguatan karakter atau
akhlak/perilaku, tak sedikit guru mempertontonkan karakter yang tidak
semestinya dimiliki guru, yang notabene "digugu dan ditiru".
Ya, inilah potret kecil dari dunia pendidikan, di mana guru adalah
aktor utama pengembannya. Bila guru tak berkarakter baik, maka
dikhawatirkan akan menular kepada peserta didiknya.
Ini juga refleksi, khusus bagi saya, bahwa jargon "guru adalah
pahlawan tanpa tanda jasa" harus kembali disuarakan dan diupayakan.
Jargon ini menjadi etos kerja guru, agar ia ikhlas dalam bekerja,
mempersembahkan yang terbaik bagi anak negeri.
Ya, mudah-mudahan apa yang saya tulis ini berlawanan dengan kondisi
sebenarnya.....
SELAMAT HARI GURU..
sumber dari : http://www.diaf.web.id/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar