“Hai adik-adikku di Sangihe
Perkenalkan nama kakak Andre. Kak Andre bekerja sebagai tukang poto di Jakarta, ibukota negeri kita Indonesia. Kak Andre suka moto pantai, gunung, sawah dan pemandangan indah lainnya. Sudah banyak tempat di Indonesia yang Kak Andre datangi dan tahukah adik-adik, negeri kita ini sangat indah lho. Kakak belum pernah datang ke Sangihe, dan ingin sekali berkunjung kesitu melihat pemandangan indah yang tiap hari adik-adik lihat disana. Kak Andre juga tak sabar bertemu kalian. Kak Andre punya banyak mainan dan poto-poto negeri kita yang indah ini untuk kalian.
Adik-adikku yang ganteng dan cantik,
Kakak tahu kalian suka bermain, tapi jangan lupa belajar ya biar pintar. Negeri kita ini indah dan adik-adik bisa seperti kakak keliling Indonesia menikmati keindahannya dan ikut menjaganya kalau adik-adik pintar. Belajar yang rajin ya. Berbanggalah menjadi anak-anak Indonesia. Kakak tak sabar untuk segera bertemu kalian.
Peluk hangat dari Jakarta”
Itulah cuplikan tulisan yang ditulis oleh salah satu pengunjung di wahana Surat Semangat pada acara Festival Gerakan Indonesia Mengajar yang diadakan di Ecovention Ancol, Jakarta, awal Oktober 2013 yang lalu. Festival Gerakan Indonesia Mengajar atau disingkat FGIM adalah sebuah festival yang mengajak para relawan yang berkunjung untuk kerja bakti bersama-sama membuat media belajar kreatif yang akan dikirimkan ke 17 daerah pelosok nusantara, sebagian besar adalah daerah terluar, yang masih minim sarana belajar. Selanjutnya media-media belajar tersebut akan digunakan oleh para pengajar muda yang ditempatkan di daerah untuk kegiatan belajar mengajar kepada para siswa terutama siswa SD. Pengajar muda atau PM sendiri adalah sebutan bagi para anak-anak muda yang sudah menyelesaikan pendidikan tinggi kemudian tergabung dalam Gerakan Indonesia Mengajar untuk selanjutnya diberangkatkan ke daerah-daerah penjuru Indonesia yang dianggap membutuhkan perhatian lebih dalam hal pendidikan dasar.
Awal mula festival ini yaitu masukan dari para pengajar muda yang menemukan kesulitan terbesar dalam melaksanakan tanggung jawab mengajar adalah minimnya media belajar dan akses informasi. Atas dasar itulah FGIM diadakan. Ada beberapa wahana yang disediakan di FGIM. Di wahana Kotak Cakrawala, pengunjung diminta untuk memilih, mengemas dan mengirimkan buku-buku berkualitas ke rumah baca di penjuru negeri. Di Kartupedia pengunjung merangkum berbagai informasi tentang ilmu pengetahuan populer pada sebuah kartu. Di Kepingpedia pengunjung membuat puzzle ilustrasi ilmu pengetahuan. Di wahana Surat Semangat pengunjung diminta untuk menulis surat kepada para siswa SD dan para guru untuk menyemangati mereka dalam belajar dan mengajar Di Kemas Sains pengunjung membuat alat peraga ilmu pengetahuan. Di wahana Rekam-Rekam ada empat jenis studio yang didalamnya pengunjung memerankan peragaan yang direkam dengan kamera video. Di studio Melodi Ceria pengunjung menyanyikan lagu anak dan daerah untuk memperkaya khasanah budaya. Di studio Sains Berdendang pengunjung menyanyikan lagu populer dan mengkombinasikannya dengan lirik tentang materi pelajaran agar proses belajar menjadi lebih menarik. Di studio Video Profesi pengunjung menceritakan secara singkat tentang profesi mereka untuk menambah referensi cita-cita. Di studio Teater Dongeng pengunjung memainkan cerita rakyat atau dongeng. Dan yang terakhir di wahana Aula Sekolah, yaitu sebuah area kosong tempat dilangsungkannya berbagai aktifitas yang melibatkan pengunjung dalam jumlah masal seperti upacara bendera, senam SKJ 88, olimpiade mainan anak, lomba cerdas cermat dan berbagai talkshow.
Untuk ukuran festival kerja bakti yang baru pertama kali diadakan di Indonesia, Festival Gerakan Indonesia Mengajar bisa dikatakan sukses. Dengan hanya mengandalkan relawan yang tidak dibayar bahkan ikut membayar, bahkan lebih jauh lagi ikut menyumbangkan waktu, pikiran dan tenaga jauh hari sebelum festival dimulai, FGIM terlihat rapi dan profesional layaknya menggunakan jasa event organizer yang dibayar mahal. Selain itu salah satu hal yang paling menyenangkan ketika mendatangi FGIM adalah menyadari bahwa sebenarnya masih banyak orang baik yang mau peduli dengan orang lain, dalam hal ini pendidikan anak-anak SD daerah penjuru nusantara yang mana adalah generasi muda penerus bangsa. Selama dua hari ratusan relawan panitia dan lebih dari sembilan ribu relawan pengunjung berkumpul untuk melakukan kerja bakti. Mereka yang berbeda usia, suku, agama dan ras seolah disatukan oleh satu cita-cita yang jauh lebih besar, memperbaiki negeri melalui pendidikan.
Bahkan beberapa diantara mereka sanggup membuat terharu. Keterbatasan fisik yang menghampiri ternyata tidak menghalangi untuk ikut bersumbangsih. Sebut saja salah seorang nenek yang menggunakan kursi roda mengajak anak dan cucunya datang selama dua hari berturut-turut. Ketika ditanya alasan beliau berkunjung ke FGIM karena baginya cucunya bukan hanya dua orang yang ikut serta saat itu, tapi juga semua anak Indonesia adalah cucunya. Baginya tak adil jika hanya dua cucunya ini yang pintar. Semua cucunya harus ikut pintar. Lain lagi kisah salah seorang pemuda yang harus mengenakan tongkat penyangga karena salah satu kakinya patah akibat kecelakaan beberapa hari sebelumnya. Dibantu beberapa temannya, ia datang ke FGIM karena merasa malu akan dirinya sendiri. Sebagai pecinta konser musik artis luar negeri ia hampir selalu datang. Padahal konser musik artis luar negeri harga tiketnya sangat mahal dan ia pernah datang dengan kondisi yang kurang lebih sama dengan sekarang. Dengan kondisi seperti itu ia merasa tidak ada alasan untuk tidak datang ke FGIM apalagi demi tujuan yang mulia.
Mengutip kata salah seorang relawan pengunjung. “Kami hanyalah sebutir pasir. Tapi bayangkan jika ribuan bahkan jutaan pasir berkumpul, sebuah pantai yang indah akan terhampar. Kami hanyalah sebatang lidi. Tapi bayangkan jika banyak dari kami berkumpul, sampah pun bisa kami bersihkan”.Sebenarnya banyak orang baik di luar sana. Hanya saja mereka tidak punya banyak pilihan wadahnya.. Festival Gerakan Indonesia Mengajar tahun 2013 membuktikan bahwa ia bisa menjadi sebuah wadah besar untuk menampung semua niat baik itu sesuai dengan motonya, segera berbuat serentak bergerak. Dengan semua fakta yang tersaji, banyak pihak yang mengharapkan festival serupa akan dilaksanakan lagi, lebih sering dan lebih banyak lokasi pelaksanaannya.
Ibu pertiwi memang sedang sakit, ia sedang menangis. Tapi sudah bukan saatnya lagi untuk terus meratap dan mengutuk. Segera bangkit dan berbuat. Mulai dari hal kecil, mulai dari diri sendiri. Berhenti mengutuk kegelapan, nyalakan lilin sekarang
sumber : aansmile.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar