Selasa, 21 Februari 2012

Guru Bukan Hanya Sumber Ilmu Tapi Pembentuk Karakter

Dunia pendidikan atau sekolah   sebagai sumber ilmu memberikan tiga unsur  pengetahuan  yaitu unsur kognitif , afektif dan psikomotor. Sekarang ini, guru tidak bisa lagi dijadikan sumber ilmu dari ketiga  unsur pengetahuan  ini, karena pengetahuan guru juga terbatas  ditengah-tengah perubahan sosial yang sangat pesat dan berbagai pengetahuan   dapat diambil dari internet. Namun  unsur afektif  yang harus diperoleh dari pendidikan tidak dapat diambil dari internet. Grulah yang berperan  memberikan pendidikan afektif ini.  Salah satu fungsi afektif adalah  pembentukan karakter para siswa.
Peran utama guru sekarang ini adalah  pembentuk karakter . Guru harus mengajarkan sikap yang membangun karakter siswa. Guru tidak saja membangun karakter konvensional, seperti sopan santun, tegur sapa, cara bertindak terhadap sesama dan sikap kepada Tuhan, tetapi juga membangun karakter terhadap ilmu . Sebagai pembentuk karakter siswa terhadap ilmu, guru   tentu perlu mengubah orientasi dalam proses belajar-mengajar. Seperti contoh dalam memberikan mata pelajaran sejarah,  anak didik tidak perlu  disuruh menghapal peristiwa sejarah,nama tokoh, waktu dan tempat,   tapi yang penting  membangun sikap anak terhadap sejarah, bahwa sejarah itu penting dipelajari yaitu  untuk mempelajari   masa lalu yang akan menentukan masa depan. Guru dapat membangun kesadaran siswa terhadap  sejarah, sehingga anak bisa bermimpi untuk masa depan. Peristiwa sejarah,nama tokoh, waktu dan tempat  bisa dicari siswa  di internet.
Model pembelajaran konvensional belum merupakan pembentukan karakter, tapi masih bersifat  hapalan. Apa yang  diajarkan guru harus dihapal dan setiap jawaban harus sesuai dengan hapalan itu, mereka tidak dilatih berpikir kritis. Seharusnya anak harus dilatih berpikir kritis, karena bila  berpikir kritis dengan menggunakan ilmu pengetahuan, siswa  bisa melihat berbagai alternative dan belajar untuk membuat keputusan.
Pendidikan sejatinya merupakan proses pembentukan moral masyarakat yang beradab.  Pendidikan adalah moralisasi masyarakat, terutama peserta didik. Oleh karena itu, praktik pendidikan adalah  wahana terbaik untuk  menyiapkan SDM dengan derajat moralitas tinggi.  Dalam UU Sisdiknas  dituliskan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Jika idealisasi dari UU itu benar-benar diterapkan dalam realita proses pendidikan, maka tentu pendidikan akan mampu menghasilkan SDM yang tidak hanya terampil dan cerdas, namun juga bermoral. Namun dalam kenyataan saat ini justru seringkali terjadi praktik penyimpangan moral: seperti kekerasan oleh guru, pelecehan seksual oleh oknum tertentu, korupsi dana pendidikan, jual beli ijazah palsu,nyontek massal ujian nasional dsb.
Sekarang ini, peran utama guru  adalah  pembentuk karakter siswa.  Guru pembentuk karakter anak, tentu saja melalui  pendidikan yang menjunjung tinggi nilai-nilai humanisme, perdamaian, persatuan, nasionalisme, dan nilai-nilai moral  lainnya. Melalui peran guru sebagai pembentuk karakter,  nantinya akan terwujud dunia pendidikan yang unggul dan bermutu, tidak hanya secara akademis namun juga secara moral.
Manusia cepat berubah oleh orang  yang sering ketemu. Simpati  anak terhadap guru melalui  hubungan anak dan guru yang  harmonis akan membangun karakter anak. Hubungan yang harmonis akan membuat anak bahagia, memiliki harga  diri dan percaya diri. Untuk menimbulkan percaya diri, anak butuh dipuji dan diaprisiasi .  Untuk menimbulkan percaya diri anak tidak bisa hanya dimotivasi , tapi harus dicarikan kesempatan. Mental anak perlu dilatih,agar  anak percaya diri dan cerdas.

http://edukasi.kompasiana.com/

Tidak ada komentar: