Sabtu, 28 Mei 2011

Cerita dari Perbatasan


Judul film: Batas
Genre: Drama
Sutradara: Rudi Soedjarwo
Penulis skenario: Slamet Rahardjo
Pemain: Marcella Zalianty, Arifin Putra, Jajang C. Noer, Piet Pagau, Marcell Domits, Ardina Rasti, Otig Pakis
Produksi: Keana Production

Tonggak kayu setinggi setengah meter tertancap di dalam hutan. Inilah satu-satunya penanda batas wilayah Indonesia dengan Malaysia. Tak ada pagar kawat ataupun dinding beton. Tonggak kayu itu juga menjadi pembatas antara keterpurukan dan kenyamanan hidup di negeri seberang. Sebuah “surga” yang membuat banyak gadis dan pemuda mengadu nasib di sana meski dengan cara ilegal.


Inilah salah satu persoalan yang diangkat dalam film Batas. Film garapan sutradara Rudi Soedjarwo ini mencoba memotret kehidupan suku Dayak di pedalaman Kalimantan itu lewat tokoh Jaleswari (Marcella Zalianty). Perempuan muda asal Jakarta yang tengah berduka karena kematian suaminya itu datang ke sana dengan satu misi penting, menyelidiki mandeknya program corporate social responsibility bidang pendidikan perusahaannya. Dengan penuh percaya diri, Jales yang tengah hamil muda optimistis mampu menyelesaikan tugas yang diembannya itu dalam waktu dua minggu.


Adeus (Marcell Domits), satu-satunya guru di sana, mengira Jaleswari adalah guru yang diberi tugas menggantikan guru-guru kiriman sebelumnya yang tidak pernah mampu bertahan lama mengajar di wilayah tersebut. Meskipun awalnya berusaha menjelaskan ihwal apa tugas yang sebenarnya, Jaleswari merasa tidak tega melihat anak-anak perkampungan tersebut. Dengan bantuan Adeus, Jaleswari akhirnya mulai mengajar dan dekat dengan anak-anak kampung tersebut.


Namun, rupanya masalah yang dihadapi Jales tak semudah yang dibayangkan. Dia bukan saja menghadapi ruang kelas yang kosong ditinggal muridnya, tapi juga teror dari sejumlah warga yang merasa terganggu dengan kehadirannya. Otig, lelaki pemilik warung satu-satunya di kampung itu, khawatir kedatangan Jales dapat mengancam usahanya yang lain, yaitu mengirim tenaga kerja wanita ke Malaysia secara ilegal.


Jales sendiri bukan satu-satunya ancaman. Seorang perempuan tak dikenal yang tinggal di rumah yang sama juga jadi batu sandungan Otig. Ubuh (Ardina Rasti), demikian orang-orang kampung menyebutnya, adalah salah satu perempuan korban penipuan Otig dan komplotannya. Dikirim ke Malaysia secara ilegal, Ubuh di sana justru mengalami penyiksaan dan pemerkosaan. Di awal film, kita melihat bagaimana perempuan itu berusaha melepaskan diri dari kejaran sejumlah pria di tengah hutan hingga akhirnya bisa diselamatkan.


Teror yang dilancarkan Otig dan anak buahnya ini--termasuk meletakkan mayat seekor anak kera penuh darah di ranjang Jales--kemudian mengisi struktur cerita sekaligus menumbuhkan beberapa plot cerita tambahan. Di lain sisi, film ini juga menghadirkan bumbu-bumbu romantika kedekatan Jales dan Arif (Arifin Putra), seorang intel di perbatasan yang banyak membantu Jales.


Film ini menyuguhkan persoalan yang berkaitan dengan batas yang tak melulu bicara tentang fisik. Kisah mengenai masyarakat dari dua negara yang masih berasal dari satu rumpun dan suku yang sama, tapi terpisah karena ideologi politik dua negara hanya menjadi latar belakang. Ada kandungan filosofi yang hendak disampaikan.


Batas berbicara tentang daerah perbatasan, yang punya pola kehidupan sendiri, yang berbeda dengan pola pikir orang kota seperti Jales, seperti yang sering dikemukakan panglima Dayak (Piet Pagau). Tentang bagaimana masyarakat suku Dayak, yang tidak terlalu peduli pada batas negara dan memilih hidup dengan kesadaran wawasan budaya Dayak, yang tidak terpisahkan oleh patok-patok kayu.


Film yang penulisan skenarionya digarap Slamet Rahardjo ini juga bercerita tentang konflik batin Jales dan karakter-karakter lain yang hadir dalam film ini. Berdurasi hampir dua jam,Batas menghadirkan banyak konflik yang sayangnya tak tergarap maksimal. Beberapa kaliBatas, yang mengalir dalam ritme yang lamban serta dialog yang cenderung puitis, terlihat kehilangan fokus dalam penceritaannya. Terlepas dari itu semua, Batas menawarkan cerita dalam rangkaian gambar yang indah. Sesuatu yang tampaknya mulai menjadi tren dalam perfilman kita.

NUNUY NURHAYATI

Tidak ada komentar: