Minggu, 25 Maret 2012

Hanya Butuh Contoh Untuk Pendidikan Karakter


Saat duduk dibangku sekolah dulu, oleh bapak dan ibu guru yang memberikan pelajaran, kita sering diberikan contoh untuk memecahkan soal-soal sulit. Demikian pula saat memberikan tambahan kosa kata baru dalam bahasa inggris, tidak jarang mereka bertingkah dan memberikan contoh dalam bentuk gerakan atau gambar yang dibuat di papan tulis. Alhasil metode tersebut terbukti manjur, kita lebih mudah memahami, lebih gampang mencerna, tak ada kesulitan menyelesaikan soal, sebab telah ada gambaran melalui contoh-contoh yang diberikan.
Begitulah salah satu metode pembelajaran yang sampai hari ini menurut saya  terbukti efektif membantu kesulitan siswa dalam menyelesaikan mata pelejaran yang menjadi momok menakutkan bagi mereka. Contoh, inilah kata kuncinya. Contoh ternyata memudahkan, contoh menjadi gambaran untuk melihat, menjadi solusi memecah kebuntuan. Dari contoh kita mudah melihat, gampang meniru, dan mengerti apa yang dimaksud.
Dunia pendidikan kita hari ini gencar-gencarnya mengkampanyekan pendidikan karakter. Metode pandidikan yang membawa pesan-pesan karakter dalam setiap pelajaran. Semua bidang studi diupayakan untuk memasukan nilai-nilai karakter dalam pembelajaran. program ini tentu sangat relevan ditengah kondisi masyarakat kita yang miskin karakter, bahkan nyaris kehilangan jati diri sebagai bangsa. Ironi tentu, saat pelajar kita lebih banyak mengenal dan meniru budaya korea, lebih bangga menjadi boy band dan girl band ketimbang menjadi guru di pelosok negeri ini. Terharu dan berurai air mata saat menyaksikan drama korea, tapi tak berefek saat membaca sejarah pahlawan, bahkan mungkin, tak ada lagi yang tau tentang sejarah bangsa ini berdiri. Inilah realita karakter kita hari ini, bila kita berbicara karakter bangsa. Yang lebih disayangkan, nilai-nilaih kepahlawanan yang pernah dicontohkan Sultan Syahrir, KH Agus Salim, Imam Bonjol, Moh Natsir, nyaris hilang dari jiwa-jiwa kita, bahkan tidak menutup kemungkinan ada yang tidak tau siapa mereka. Ini nyata menjadi sajian yang kerap kita lihat dalam keseharian kita. Mungkin inilah kenapa pendidikan karakter dianggap perlu untuk diterapkan.
Beberapa bulan yang lalu, Universitas Tadulako juga turut serta mendukung program pendidikan karakter, lewat sosialisasi pendidikan karakter yang sesuai dengan nilai-nilai ke Tadulako-an. Kita pun mesti turut merespon baik rencana tersebut, sambil berharap program itu tidak sekedar manis ditelinga tapi nihil dalam pelaksanaan.
Sebagaimana dalam proses pendidikan, kita tentu berharap mendapat kemudahan dalam mengaplikasikan pendidikan karakter ini. Bila saat menerima pembelajaran dahulu kita cendrung termudahkan dengan sejumlah contoh-contoh yang diberikan, pun demikian dengan pendidikan karakter, kita butuh contoh hidup untuk mempermudah praktek pendidikan karakter. Dalam bukunya Character Building Erie Sudewo menggambarkan tentang pengertian karakter yang berarti berkumpulnya sifat-sifat baik. Bahwa karakter terbagi atas Karakter Dasar, Karakter Unggul, dan Karakter Pemimpin. Untuk karakter dasar Erie Sudewo membagi minimal memiliki sifat jujur, ikhlas, dan disiplin. Tak perlulah dahulu kita menyoal karakter unggul dan pemimpin, sebab, rasanya karakter dasar yang mensaratkan sifat jujur, ikhlas, dan disiplin masih teramat sulit untuk kita temukan contoh yang bisa menjadi tamsil mempermudah kita. Kita mungkin telah bisa jujur dan ikhlas, tapi saya masih ragu untuk bilang kalau kita sudah berdisiplin. Kita belum bisa memulai perkuliahan tepat pukul delapan, pelayanan mahasiswa pun kerap baru bisa dimulai pukul sembilan, itu baru disiplin waktu, bagaimana soal disiplin aturan, untuk SK rektor area bebas rokok pun rasanya kita masih teramat sulit untuk berdisiplin. Begitupula dengan disiplin agama, sebab pendidikan karakter, sulit rasanya untuk dipisahkan dari agama, masih teramat sedikit perkuliahan yang dihentikan untuk memenuhi panggilan kumadang adzan dzuhur.
Inilah yang ingin kita bangun, UNTAD sebagai universitas yang barakater dimana di dalamnya berisi mayoritas akademisi-akademisi yang berkarakter. Tentu semua butuh proses, butuh waktu untuk belajar, dan yang paling penting butuh contoh untuk mempraktekkan. Kita berharap segera menemukan akaedimis-akademisi tadulako yang bisa menjadi contoh hidup akademisi yang berkarakter, dosen yang berkarakter, pejabat universitas yang berkarakter, pemimpin lembaga yang berkarakter, ketua BEM yang berkarakter, juga tentu rektor yang berkarakter. Sehingga kita tak perlu kesulitan dalam mensosialisasikan pendidikan karakter yang kita inginkan. Cukup memberikan contoh untuk mempermudah menjalankan. Saya kemudian teringat dengan kata bijak, bahwa satu contoh jauh lebih efektif dibandingkan seribu perintah. Dan kita berharap akademisi berkarakter bukanlah akademisi limited edition di Universitas ini.

By : Ari Fahry
Penulis adalah mahasiswa komunikasi 2007, sekretaris FLP Sulteng.

Tidak ada komentar: