Pendidikan secara hakiki merupakan bantuan dalam rangka proses penyadaran yang meliputi sadar akan dirinya, sadar akan lingkungan, sadar dengan sesama dan sadar dalam naungan Tuhan Yang Maha Esa.Pendidikan adalah proses yang terorganisasikan untuk membantu agar seseorang mencapai bentuk dirinya yang benar sebagai manusia. Manusia diberi kebebasan, untuk menentukan wujudnya sendiri, tidak ditentukan mutlak oleh faktor-faktor subjektif (bakat, niat, dst) maupun faktor objektif dari luar (lingkungan). Bimbingan untuk mencapai kepenuhan kemampuan disebut pendidikan. Dalam pendidikan seorang manusia harus belajar mengetahui alam dan sesama manusia berikut seluk beluk hubungannya satu sama lain sampai kepada Tuhan sendiri.
Pendidikan dalam pengajaran jika ditinjau dari sudut kesemestaan manusia maka peranan pengajaran menjadi nisbi. Seseorang tidak dapat mengajar tentang segala sesuatu yang tertentu (segi material) atau dalam rangka mengaktifkan sesuatu daya manusia tertentu (segi formal). Pengajaran hanyalah menciptakan manusia yang ahli ilmu pengetahuan dan tidak menyiapkan seorang pribadi bagi masa depannya.
Pendidikan adalah pemberian bimbingan dan bantuan rohani bagi yang memerlukan (M.J Langeveld). Nilai adalah hakekat suatu hal, yang menyebabkan hal itu pantas di kejar oleh manusia demi peningkatan kualitas manusia demi peningkatan kualitas manusia atau pantas dicintai, dihormati, dikagumi, atau yang berguna untuk suatu tujuan (Driyarkara, N. 1969). Pendidikan nilai merupakan sentral dalam pendidikan karena pendidikan itu pemanusiaan. Manusia hanya menjadi mungkin bila dia berbudi, berhati dan berkehendak serta mengaktualisasikan dan mengembangkan budi, hati dan kehendaknya. Pendidikan nilai mengandaikan pandangan hidup dan pandangan manusia tentang dunia dan tuhan secara menyeluruh (weltanschauung)..
Pendidikan paripurna merupakan proses yang terpaut erat dengan seluruh jalinan hidup peserta didik maupun pendidik. Pendidikan berkaitan erat dengan proses pembudayaan (inkulturasi). Pembudayaan adalah proses dua arah bagaimana seseorang menyerap kebudayaan yang sudah ada dan dihayatinya maupun proses bagaimana kebudayaan itu mengintegrasikan segala sumbangan individu pemanggul (trager) kebudayaan tersebut dan dengan begitu memperkaya kebudayaan sendiri.
Tujuan pendidikan adalah membantu peserta didik untuk dapat terlibat pada pelbagai kenyataan dalam hidup dalam mengembangkan hati sebagai kemampuan manusia untuk mencintai alam, sesama dan Tuhan sebagai pribadi melalui sentuhan cipta, rasa dan karsa peserta didik, dan merangsang pikiran, perasaan dan kehendak manusia untuk bertindak secara bijaksana. Menurut Ki Hajar Dewantara Tujuan pendidikan adalah memajukan kesempurnaan hidup peserta didik yaitu selaras dengan kodratnya, serasi dengan adat istiadat, dinamis, memperhatikan sejarah bangsa dan membuka diri pada pergaulan dengan kebudayaan lain.
Makna pendidikan adalah membantu manusia mengembangkan diri dan menyiapkan diri guna mengambil tempat semestinya dalam pengembangan masyarakat dan duniannya dihadapan sang Pencipta.Untuk memahami makna sejati pendidikan , orang harus mendalami arti hidup manusia ditengah alam semesta , diantara sesamanya, dan dihadapan tuhan YME.
Pendidik adalah guru, orang tua, dan penuntun rakyat lain. Persekolahan diteropong ‘hanya’ sebagai salah satu bagian dari usaha peningkatan kecerdasan kehidupan bangsa. Dunia persekolahan ditengah alam pendidikan yang komprehensif. Banyak pihak memandang bahwa sekolah itu memang penting, akan tetapi bukanlah merupakan satu-satunya tempat seseorang dapat belajar menjadi cerdas.
Pendidikan pada hakekatnya adalah proses pemanusiaan dan pemanusiawian, maka petugas utama proses pendidikan adalah si manusia peserta didik sendiri peran pembantu utama adalah orang tua karena dalam setiap terjadinya manusia adalah perkenan Tuhan. Sumber pendidikan adalah kodrat manusia, maka hak pertama atas proses pendidikan ada di tangan rakyat dengan pembantu pertama adalah orang tua, masyarakat dan pemerintah. Untuk itu pendidik harus memiliki ilmu mendidik, psikologi, antropologi, kosmologi, filsafat dan teologi.
Sekolah merupakan salah satu sarana pendidikan formal, selain itu masih ada pendidikan non formal. Dunia luar sekolah juga sebagai tempat berharga guna mencerdaskan bangsa. Guna membantu anak-anak menjadi manusia, orang tua memerlukan bantuan sekolah. Dalam kaitan dengan tugas orang tua. Tugas utama sekolah ada di bidang kognitif, walaupun juga dibidang afektif dan psikomotorik. Perlu adanya kurikulum luwes yang lebih mementingkan pembinaan sikap –sikap intelektual dan sosial serta metode-metode dasar. Tetapi ada kalangan yang menghawatirkan proses pembelajaran yang hanya menghafal di sekolah justru akan menghambat pencerdasan bangsa.
Kericuan dibidang pendidikan formal (sekolah) melimpahkan masalah ke bidang pendidikan non formal. Dalam pendidikan terjadi berbagai dilema dalam memilih, manakah nilai-nilai yang mau dijunjung lebih tinggi dari pada nilai-nilai dalam penyelenggaraan, pengelolaan dan perencanaan pendidikan.
Penyelenggara pendidikan adalah keluarga, masyarakat dan pemerintah. Koordinasi pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan diperlukan pengokohan peranan swasta. Pengelolaan diserahkan pada berbagai departemen yang mengakibatkan ‘Mendidik demi pekerjaan’ maka pendidikan menjadi training oportunistik. Maka pelajar hanya mau cepat bekerja tanpa mempunyai pandangan luas, kreatif, dan dapat membawa negara ke masa depan yang baru, bukan menjadi pembaru masyarakat.
Dilema dirangsang oleh perasaan bahwa Negara kita ini terbelakang dibanding dengan Negara-negara industri besar. Sehingga nilai mana yang didahulukan teknik dan ekonomi ataukah nilai-nilai yang didasari moral dan kepribadian ‘Bagi dunia pendidikan tampak dilema dasar tentang tujuan pendidikan nasional’ , mahalnya biaya pendidikan, pendidikan mau disempitkan menjadi persekolahan atau pendidikan formal saja sehingga menjadi pengajaran.
Dilema nilai yaitu apakah pendidikan harus mengabdi ideologi ataukah ideologi yang harus mengabdi kepada pendidikan. Dilema kebebasan juga dalam pencerdasan bangsa. Setiap kebersamaan selalu mempertemukan beberapa kebebasan yang dengan begitu juga memodifikasikan sehingga dalam setiap proses pendidikan itu suatu porsi pembatasan juga perlu.
Rumusan dilema menegaskan, betapa seriusnya masalah yang dihadapi dunia pendidika secara terus menerus, harapannya masalah itu diselesaikan dengan terpadu dan bukan frakmentaris saja. Menurut Mangkunegoro IV menyarankan lewat ‘Wedhotomo’ anak-anak hendaknya menjadi orang bener-bener.
Krisis pendidikan ditimbulkan oleh perkembangan cepat jumlah pengetahuan dan jenisnya serta ketrampilan manusia, sehingga sulitlah seorang pribadi untuk mempunyai pandangan menyeluruh. Krisis pendidikan meliputi krisis pemilihan bentuk pengajaran, pandangan atas dunia krisis pendidikan dan moral yang berakar pada masalah dasar yaitu krisis peradaban manusia.
Berbagai masalah dunia pendidikan di Indonesia yang meliputi; menyamakan ‘mendidik’ dengan mengajarkan teknik-teknik hafalan, mengutamakan memperoleh keuntungan materi, menonjolkan teknik ketrampilan terbatas dalam pendidikan, memutlakkan pengetahuan sebagai satu-satunya ukuran pendidikan, menjuruskan pada peserta didik pada nilai-nilai relatif
Pada dasarnya setiap orang tua menginginkan mendidik anak sebaik mungkin. Manakah sekolah yang bermutu?. Nilai manakah yang didambakan oleh para orang tua untuk di tanamkan oleh sekolah pada anak-anaknya?. Dengan kekuatan mencita-cita memberi peluang yang besar pada peserta didik untuk memperoleh pendidikan yang sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya serta lebih mampu memenuhi keanekaragaman kebutuhan masyarakat terutama lapangan kerja.
Pada kurikulum 1984 bersifat luwes dan memberi aneka program belajar, baik untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi maupun untuk memasuki dunia kerja. Tetapi juga terjadi berbagai kerawanan yang terjadi antara lain, mementingkan aspek kognitif individual, dari segi ilmu dan kejiwaan resikonya lebih besar, dasar pemilihan jurusan kurang representative, sulit terselesaikan secara organisatoris maupun psikis, penugasan guru dalam kurikulum tidak seimbangan dengan penugasan pembelajaran, banyaknya campur tangan departemen yang dapat menghambat pendidikan. Sebagai contoh kurikulum 1984 di dunia pendidikan SMA diatur terlalu banyak dan sampai menyempit tetapi tanpa pandangan mendidik yang menyeluruh.
Mendidik seseorang adalah membantu seseorang untuk dapat menyadari adanya nilai-nilai, mendalaminya, mengakuinya, memahami hakikatnya, kaitannya satu sama lain serta peranan dan kegunaannya bagi hidup (bersama). Menjunjung tinggi nilai-nilai dasar manusiawi. Nilai-nilai pendidikan ada yang besifat absolut dan bersifat relatif. Kita dapat membedakan antara nilai praktis, nilai ekonomis, nilai estetis, nilai sosial, nilai politis, nilai cultural/budaya, nilai susila/moral, dsb, tetapi tidak semua nilai itu dijunjung secara sama.
Pendidikan yang serasi memperhatikan empat hal yaitu personal, social, kosmis, dan teologi. Jalan keluar krisis ini dapat diraba melalui usaha structural dan personal untuk merangsang berkembangnya pandangan yang tepat dan ointegral tentang manusia, dunia dan Tuhan.
‘Pencerdasan kehidupan bangsa’ dalam bidang ‘Penerangan Umum’. Kebijakan penerangan yang terbuka adalah pendidikan yang baik untuk memungkinkan rakyat dapat berbagi rasa, bertukar pikiran, dan beradu argument secara bertanggung jawab tetapi juga perlu dengan kesiagaan yang sehat. Untuk itu diadakan gerakkan wajib belajar dengan mengadakan berbagai gerakkan orang tua asuh, pemasyarakatan olah raga namun dalam beberapa hal lain seperti humaniora. Masyarakat diharapkan dapat membantu meningkatkan sikap yang tepat terhadap peranan pendidikan sekolah-sekolah baik secara kuantitas maupun kualitas, tetapi tidak terlalu panic kalau ada yang tidak naik kelas, tidak lulus atau tidak mendapat sekolah. Sebab dalam situasi semacam itu masyarakat dapat justru terkondisikan untuk menciptakan sendiri jalan-jalan pencerdasan di luar sekolah.
Perkembangan ilmu pengetahauan harus sebanding lurus dengan perkembangan ilmu sosial dengan dilandasi iman dan taqwa. Dengan landasan tersebut dapat menmendorong perkembangan ilmu yang sehat. Pendidikan yang benar selalu terjalin dengan pendidikan ketaqwaan kepada Tuhan YME artinya pendidikan sejati mengarah diri pada pemaduan segala pengalaman hidup dalam pengalaman bakti dan kasih kepada Tuhan. Sebagai contoh pada kurikulum 1984 memberikan mata pelajaran agama pada siswa sesuai dengan pemeluk suatu agama di sekolahnya. Dengan tujuan membantu siswa yang bertaqwa kepada Tuhan YME. Juga di perguruan tinggi dengan pendidikan nilai-nilai kemanusiaan. si terdidik maupun pendidik menjadi manusia yang otentik bebas dan berpancasila, yang melaksanakan dirinya dalam suatu kesimbangan dengan sesama dalam keluarga, lingkungan kerja, masyarakat dan Negara dengan Tuhan YME.
Perguruan tinggi juga berintikan pendidikan nilai, tetapi pendidikan nilai di perguruan tinggi berpusat pada pendidikan bidang kognitif yang ilmiah. Perguruan tinggi menyampaikan iuran pembangunannya yang khas pada pembangunan bangsa, maka hendaknya perguruan tinggi menjadi tempat berlatih berpikir secara teratur dan bertanggungjawab. Peserta didik dipandang sudah lebih berdikari dalam mengambil sikap sehingga semakin perlu diberi latihan ketrampilan dan semakin banyak ditawari porsi kognitif, agar sikap yang diambil semakin bermutu. Kekhasan sumbangan pendidikan perguruan tinggi adalah pendidikan dengan penonjolan bidang berpikir.
Peranan perguruan tinggi yaitu pembangunan yang sungguh berusaha membebaskan masyarakat dari segala himpitan serta ketergantungan. Pendidikan perlu membantu agar generasi mendatang siap menangani masa depan secara kreatif dan tidak sekedar meneruskan apa yang ada.
Pengembangan ilmu dan sikap ilmiah dunia perguruan tinggi pun pers mahasiswa berjasa dalam memberikan sumbangsih kepada masyarakat terutama dari sudut keilmiahannya, dengan menjanjikan gagasan-gagasan dan pendekatan-pendekatan ilmiah dalam bahasa yang dipahami kaum awam, sehingga dapat menjembatani jurang antara cendikiawan dengan masa rakyat yang kurang tinggi pendidikannya. Dengan begitu privilege yang diberikan rakyat kepada perguruan tinggi (dengan begitu biaya tinggi) dapat ‘agak cepat’ dikembalikan kepada rakyat luas. Keadilan sosial terlaksana dan bahaya revolusi sosial pun dari sudut ini dapat terhindari.
Pendidikan dalam pengajaran jika ditinjau dari sudut kesemestaan manusia maka peranan pengajaran menjadi nisbi. Seseorang tidak dapat mengajar tentang segala sesuatu yang tertentu (segi material) atau dalam rangka mengaktifkan sesuatu daya manusia tertentu (segi formal). Pengajaran hanyalah menciptakan manusia yang ahli ilmu pengetahuan dan tidak menyiapkan seorang pribadi bagi masa depannya.
Pendidikan adalah pemberian bimbingan dan bantuan rohani bagi yang memerlukan (M.J Langeveld). Nilai adalah hakekat suatu hal, yang menyebabkan hal itu pantas di kejar oleh manusia demi peningkatan kualitas manusia demi peningkatan kualitas manusia atau pantas dicintai, dihormati, dikagumi, atau yang berguna untuk suatu tujuan (Driyarkara, N. 1969). Pendidikan nilai merupakan sentral dalam pendidikan karena pendidikan itu pemanusiaan. Manusia hanya menjadi mungkin bila dia berbudi, berhati dan berkehendak serta mengaktualisasikan dan mengembangkan budi, hati dan kehendaknya. Pendidikan nilai mengandaikan pandangan hidup dan pandangan manusia tentang dunia dan tuhan secara menyeluruh (weltanschauung)..
Pendidikan paripurna merupakan proses yang terpaut erat dengan seluruh jalinan hidup peserta didik maupun pendidik. Pendidikan berkaitan erat dengan proses pembudayaan (inkulturasi). Pembudayaan adalah proses dua arah bagaimana seseorang menyerap kebudayaan yang sudah ada dan dihayatinya maupun proses bagaimana kebudayaan itu mengintegrasikan segala sumbangan individu pemanggul (trager) kebudayaan tersebut dan dengan begitu memperkaya kebudayaan sendiri.
Tujuan pendidikan adalah membantu peserta didik untuk dapat terlibat pada pelbagai kenyataan dalam hidup dalam mengembangkan hati sebagai kemampuan manusia untuk mencintai alam, sesama dan Tuhan sebagai pribadi melalui sentuhan cipta, rasa dan karsa peserta didik, dan merangsang pikiran, perasaan dan kehendak manusia untuk bertindak secara bijaksana. Menurut Ki Hajar Dewantara Tujuan pendidikan adalah memajukan kesempurnaan hidup peserta didik yaitu selaras dengan kodratnya, serasi dengan adat istiadat, dinamis, memperhatikan sejarah bangsa dan membuka diri pada pergaulan dengan kebudayaan lain.
Makna pendidikan adalah membantu manusia mengembangkan diri dan menyiapkan diri guna mengambil tempat semestinya dalam pengembangan masyarakat dan duniannya dihadapan sang Pencipta.Untuk memahami makna sejati pendidikan , orang harus mendalami arti hidup manusia ditengah alam semesta , diantara sesamanya, dan dihadapan tuhan YME.
Pendidik adalah guru, orang tua, dan penuntun rakyat lain. Persekolahan diteropong ‘hanya’ sebagai salah satu bagian dari usaha peningkatan kecerdasan kehidupan bangsa. Dunia persekolahan ditengah alam pendidikan yang komprehensif. Banyak pihak memandang bahwa sekolah itu memang penting, akan tetapi bukanlah merupakan satu-satunya tempat seseorang dapat belajar menjadi cerdas.
Pendidikan pada hakekatnya adalah proses pemanusiaan dan pemanusiawian, maka petugas utama proses pendidikan adalah si manusia peserta didik sendiri peran pembantu utama adalah orang tua karena dalam setiap terjadinya manusia adalah perkenan Tuhan. Sumber pendidikan adalah kodrat manusia, maka hak pertama atas proses pendidikan ada di tangan rakyat dengan pembantu pertama adalah orang tua, masyarakat dan pemerintah. Untuk itu pendidik harus memiliki ilmu mendidik, psikologi, antropologi, kosmologi, filsafat dan teologi.
Sekolah merupakan salah satu sarana pendidikan formal, selain itu masih ada pendidikan non formal. Dunia luar sekolah juga sebagai tempat berharga guna mencerdaskan bangsa. Guna membantu anak-anak menjadi manusia, orang tua memerlukan bantuan sekolah. Dalam kaitan dengan tugas orang tua. Tugas utama sekolah ada di bidang kognitif, walaupun juga dibidang afektif dan psikomotorik. Perlu adanya kurikulum luwes yang lebih mementingkan pembinaan sikap –sikap intelektual dan sosial serta metode-metode dasar. Tetapi ada kalangan yang menghawatirkan proses pembelajaran yang hanya menghafal di sekolah justru akan menghambat pencerdasan bangsa.
Kericuan dibidang pendidikan formal (sekolah) melimpahkan masalah ke bidang pendidikan non formal. Dalam pendidikan terjadi berbagai dilema dalam memilih, manakah nilai-nilai yang mau dijunjung lebih tinggi dari pada nilai-nilai dalam penyelenggaraan, pengelolaan dan perencanaan pendidikan.
Penyelenggara pendidikan adalah keluarga, masyarakat dan pemerintah. Koordinasi pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan diperlukan pengokohan peranan swasta. Pengelolaan diserahkan pada berbagai departemen yang mengakibatkan ‘Mendidik demi pekerjaan’ maka pendidikan menjadi training oportunistik. Maka pelajar hanya mau cepat bekerja tanpa mempunyai pandangan luas, kreatif, dan dapat membawa negara ke masa depan yang baru, bukan menjadi pembaru masyarakat.
Dilema dirangsang oleh perasaan bahwa Negara kita ini terbelakang dibanding dengan Negara-negara industri besar. Sehingga nilai mana yang didahulukan teknik dan ekonomi ataukah nilai-nilai yang didasari moral dan kepribadian ‘Bagi dunia pendidikan tampak dilema dasar tentang tujuan pendidikan nasional’ , mahalnya biaya pendidikan, pendidikan mau disempitkan menjadi persekolahan atau pendidikan formal saja sehingga menjadi pengajaran.
Dilema nilai yaitu apakah pendidikan harus mengabdi ideologi ataukah ideologi yang harus mengabdi kepada pendidikan. Dilema kebebasan juga dalam pencerdasan bangsa. Setiap kebersamaan selalu mempertemukan beberapa kebebasan yang dengan begitu juga memodifikasikan sehingga dalam setiap proses pendidikan itu suatu porsi pembatasan juga perlu.
Rumusan dilema menegaskan, betapa seriusnya masalah yang dihadapi dunia pendidika secara terus menerus, harapannya masalah itu diselesaikan dengan terpadu dan bukan frakmentaris saja. Menurut Mangkunegoro IV menyarankan lewat ‘Wedhotomo’ anak-anak hendaknya menjadi orang bener-bener.
Krisis pendidikan ditimbulkan oleh perkembangan cepat jumlah pengetahuan dan jenisnya serta ketrampilan manusia, sehingga sulitlah seorang pribadi untuk mempunyai pandangan menyeluruh. Krisis pendidikan meliputi krisis pemilihan bentuk pengajaran, pandangan atas dunia krisis pendidikan dan moral yang berakar pada masalah dasar yaitu krisis peradaban manusia.
Berbagai masalah dunia pendidikan di Indonesia yang meliputi; menyamakan ‘mendidik’ dengan mengajarkan teknik-teknik hafalan, mengutamakan memperoleh keuntungan materi, menonjolkan teknik ketrampilan terbatas dalam pendidikan, memutlakkan pengetahuan sebagai satu-satunya ukuran pendidikan, menjuruskan pada peserta didik pada nilai-nilai relatif
Pada dasarnya setiap orang tua menginginkan mendidik anak sebaik mungkin. Manakah sekolah yang bermutu?. Nilai manakah yang didambakan oleh para orang tua untuk di tanamkan oleh sekolah pada anak-anaknya?. Dengan kekuatan mencita-cita memberi peluang yang besar pada peserta didik untuk memperoleh pendidikan yang sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya serta lebih mampu memenuhi keanekaragaman kebutuhan masyarakat terutama lapangan kerja.
Pada kurikulum 1984 bersifat luwes dan memberi aneka program belajar, baik untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi maupun untuk memasuki dunia kerja. Tetapi juga terjadi berbagai kerawanan yang terjadi antara lain, mementingkan aspek kognitif individual, dari segi ilmu dan kejiwaan resikonya lebih besar, dasar pemilihan jurusan kurang representative, sulit terselesaikan secara organisatoris maupun psikis, penugasan guru dalam kurikulum tidak seimbangan dengan penugasan pembelajaran, banyaknya campur tangan departemen yang dapat menghambat pendidikan. Sebagai contoh kurikulum 1984 di dunia pendidikan SMA diatur terlalu banyak dan sampai menyempit tetapi tanpa pandangan mendidik yang menyeluruh.
Mendidik seseorang adalah membantu seseorang untuk dapat menyadari adanya nilai-nilai, mendalaminya, mengakuinya, memahami hakikatnya, kaitannya satu sama lain serta peranan dan kegunaannya bagi hidup (bersama). Menjunjung tinggi nilai-nilai dasar manusiawi. Nilai-nilai pendidikan ada yang besifat absolut dan bersifat relatif. Kita dapat membedakan antara nilai praktis, nilai ekonomis, nilai estetis, nilai sosial, nilai politis, nilai cultural/budaya, nilai susila/moral, dsb, tetapi tidak semua nilai itu dijunjung secara sama.
Pendidikan yang serasi memperhatikan empat hal yaitu personal, social, kosmis, dan teologi. Jalan keluar krisis ini dapat diraba melalui usaha structural dan personal untuk merangsang berkembangnya pandangan yang tepat dan ointegral tentang manusia, dunia dan Tuhan.
‘Pencerdasan kehidupan bangsa’ dalam bidang ‘Penerangan Umum’. Kebijakan penerangan yang terbuka adalah pendidikan yang baik untuk memungkinkan rakyat dapat berbagi rasa, bertukar pikiran, dan beradu argument secara bertanggung jawab tetapi juga perlu dengan kesiagaan yang sehat. Untuk itu diadakan gerakkan wajib belajar dengan mengadakan berbagai gerakkan orang tua asuh, pemasyarakatan olah raga namun dalam beberapa hal lain seperti humaniora. Masyarakat diharapkan dapat membantu meningkatkan sikap yang tepat terhadap peranan pendidikan sekolah-sekolah baik secara kuantitas maupun kualitas, tetapi tidak terlalu panic kalau ada yang tidak naik kelas, tidak lulus atau tidak mendapat sekolah. Sebab dalam situasi semacam itu masyarakat dapat justru terkondisikan untuk menciptakan sendiri jalan-jalan pencerdasan di luar sekolah.
Perkembangan ilmu pengetahauan harus sebanding lurus dengan perkembangan ilmu sosial dengan dilandasi iman dan taqwa. Dengan landasan tersebut dapat menmendorong perkembangan ilmu yang sehat. Pendidikan yang benar selalu terjalin dengan pendidikan ketaqwaan kepada Tuhan YME artinya pendidikan sejati mengarah diri pada pemaduan segala pengalaman hidup dalam pengalaman bakti dan kasih kepada Tuhan. Sebagai contoh pada kurikulum 1984 memberikan mata pelajaran agama pada siswa sesuai dengan pemeluk suatu agama di sekolahnya. Dengan tujuan membantu siswa yang bertaqwa kepada Tuhan YME. Juga di perguruan tinggi dengan pendidikan nilai-nilai kemanusiaan. si terdidik maupun pendidik menjadi manusia yang otentik bebas dan berpancasila, yang melaksanakan dirinya dalam suatu kesimbangan dengan sesama dalam keluarga, lingkungan kerja, masyarakat dan Negara dengan Tuhan YME.
Perguruan tinggi juga berintikan pendidikan nilai, tetapi pendidikan nilai di perguruan tinggi berpusat pada pendidikan bidang kognitif yang ilmiah. Perguruan tinggi menyampaikan iuran pembangunannya yang khas pada pembangunan bangsa, maka hendaknya perguruan tinggi menjadi tempat berlatih berpikir secara teratur dan bertanggungjawab. Peserta didik dipandang sudah lebih berdikari dalam mengambil sikap sehingga semakin perlu diberi latihan ketrampilan dan semakin banyak ditawari porsi kognitif, agar sikap yang diambil semakin bermutu. Kekhasan sumbangan pendidikan perguruan tinggi adalah pendidikan dengan penonjolan bidang berpikir.
Peranan perguruan tinggi yaitu pembangunan yang sungguh berusaha membebaskan masyarakat dari segala himpitan serta ketergantungan. Pendidikan perlu membantu agar generasi mendatang siap menangani masa depan secara kreatif dan tidak sekedar meneruskan apa yang ada.
Pengembangan ilmu dan sikap ilmiah dunia perguruan tinggi pun pers mahasiswa berjasa dalam memberikan sumbangsih kepada masyarakat terutama dari sudut keilmiahannya, dengan menjanjikan gagasan-gagasan dan pendekatan-pendekatan ilmiah dalam bahasa yang dipahami kaum awam, sehingga dapat menjembatani jurang antara cendikiawan dengan masa rakyat yang kurang tinggi pendidikannya. Dengan begitu privilege yang diberikan rakyat kepada perguruan tinggi (dengan begitu biaya tinggi) dapat ‘agak cepat’ dikembalikan kepada rakyat luas. Keadilan sosial terlaksana dan bahaya revolusi sosial pun dari sudut ini dapat terhindari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar