Sabtu, 26 Maret 2011

Link Download Lengkap Silabus dan RPP Berkarakter SMK!! GRATIS!!


Kumpulan SILABUS dan RPP KTSP untuk SMK UMUM meliput kelas X, kelas XI, dan kelas XII
  1. SILABUS DAN RPP KTSP SMK MATEMATIKA 
  2. SILABUS DAN RPP KTSP SMK PAI 
  3. SILABUS DAN RPP KTSP SMK PENJASKES 
  4. SILABUS DAN RPP KTSP SMK IPA 
  5. SILABUS DAN RPP KTSP SMK PKN 
  6. SILABUS DAN RPP KTSP SMK SENI BUDAYA 
  7. SILABUS DAN RPP KTSP SMK BAHASA INGGRIS 
  8. SILABUS DAN RPP KTSP SMK BAHASA INDONESIA 
  9. SILABUS DAN RPP KTSP SMK IPS 
  10. SILABUS DAN RPP KTSP SMK KEWIRAUSAHAAN 
  11. SILABUS DAN RPP KTSP SMK MATEMATIKA (english version)
Untuk yang di bawah ini, RPP dan SILABUS SMK Kejuruan:
I. TKJ (Teknik Komputer dan Jaringan)
1. Kelas X
2. Kelas XI
3. Kelas XII

II. AKUNTASI
Tergabung dalam 1 folder.
SILABUS DAN RPP KTSP KEJURUSAN AKUNTANSI 

Contoh RPP Berkarakter Teknik Mesin SMK  
RPP Mesin Bubut Berkarakter SMK Kelas XI

Link lainnya, walau Silabus dan RPP tidak lengkap!
  1. PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
  2. BAHASA INDONESIA
  3. BAHASA INGGRIS
  4. MATEMATIKA
  5. MATEMATIKA BISNIS MANAJEMEN
  6. PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKN)
  7. KKPI
  8. PJOK
  9. IPA
  10. IPS
  11. FISIKA
  12. KIMIA
  13. BIOLOGI
  14. KEWIRAUSAHAAN
  15. SENI BUDAYA
  16. MULOK
  17. PRODUKTIF DASAR KOMPETENSI KEJURUAN
  18. PRODUKTIF KOMPETENSI KEJURUAN
Contoh RPP dan Silabus SMK Berkarakter Kelas X, Kelas XI dan Kelas XII Diatas diambil dari berbagai blog dan forum.

Sumber : http://blogbintang.com/silabus-rpp-berkarakter-sm

Minggu, 20 Maret 2011

Pendidikan Membantu Manusia Mengembangkan Diri Dan Menyiapkan Diri dalam Mengambil Peran di Dunia


Pendidikan secara hakiki merupakan bantuan dalam rangka proses penyadaran yang meliputi sadar akan dirinya, sadar akan lingkungan, sadar dengan sesama dan sadar dalam naungan Tuhan Yang Maha Esa.Pendidikan adalah proses yang terorganisasikan untuk membantu agar seseorang mencapai bentuk dirinya yang benar sebagai manusia. Manusia diberi kebebasan, untuk menentukan wujudnya sendiri, tidak ditentukan mutlak oleh faktor-faktor subjektif (bakat, niat, dst) maupun faktor objektif dari luar (lingkungan). Bimbingan untuk mencapai kepenuhan kemampuan disebut pendidikan. Dalam pendidikan seorang manusia harus belajar mengetahui alam dan sesama manusia berikut seluk beluk hubungannya satu sama lain sampai kepada Tuhan sendiri. 

Pendidikan dalam pengajaran jika ditinjau dari sudut kesemestaan manusia maka peranan pengajaran menjadi nisbi. Seseorang tidak dapat mengajar tentang segala sesuatu yang tertentu (segi material) atau dalam rangka mengaktifkan sesuatu daya manusia tertentu (segi formal). Pengajaran hanyalah menciptakan manusia yang ahli ilmu pengetahuan dan tidak menyiapkan seorang pribadi bagi masa depannya.
Pendidikan adalah pemberian bimbingan dan bantuan rohani bagi yang memerlukan (M.J Langeveld). Nilai adalah hakekat suatu hal, yang menyebabkan hal itu pantas di kejar oleh manusia demi peningkatan kualitas manusia demi peningkatan kualitas manusia atau pantas dicintai, dihormati, dikagumi, atau yang berguna untuk suatu tujuan (Driyarkara, N. 1969). Pendidikan nilai merupakan sentral dalam pendidikan karena pendidikan itu pemanusiaan. Manusia hanya menjadi mungkin bila dia berbudi, berhati dan berkehendak serta mengaktualisasikan dan mengembangkan budi, hati dan kehendaknya. Pendidikan nilai mengandaikan pandangan hidup dan pandangan manusia tentang dunia dan tuhan secara menyeluruh (weltanschauung).. 

Pendidikan paripurna merupakan proses yang terpaut erat dengan seluruh jalinan hidup peserta didik maupun pendidik. Pendidikan berkaitan erat dengan proses pembudayaan (inkulturasi). Pembudayaan adalah proses dua arah bagaimana seseorang menyerap kebudayaan yang sudah ada dan dihayatinya maupun proses bagaimana kebudayaan itu mengintegrasikan segala sumbangan individu pemanggul (trager) kebudayaan tersebut dan dengan begitu memperkaya kebudayaan sendiri.
Tujuan pendidikan adalah membantu peserta didik untuk dapat terlibat pada pelbagai kenyataan dalam hidup dalam mengembangkan hati sebagai kemampuan manusia untuk mencintai alam, sesama dan Tuhan sebagai pribadi melalui sentuhan cipta, rasa dan karsa peserta didik, dan merangsang pikiran, perasaan dan kehendak manusia untuk bertindak secara bijaksana. Menurut Ki Hajar Dewantara Tujuan pendidikan adalah memajukan kesempurnaan hidup peserta didik yaitu selaras dengan kodratnya, serasi dengan adat istiadat, dinamis, memperhatikan sejarah bangsa dan membuka diri pada pergaulan dengan kebudayaan lain.

Makna pendidikan adalah membantu manusia mengembangkan diri dan menyiapkan diri guna mengambil tempat semestinya dalam pengembangan masyarakat dan duniannya dihadapan sang Pencipta.Untuk memahami makna sejati pendidikan , orang harus mendalami arti hidup manusia ditengah alam semesta , diantara sesamanya, dan dihadapan tuhan YME. 

Pendidik adalah guru, orang tua, dan penuntun rakyat lain. Persekolahan diteropong ‘hanya’ sebagai salah satu bagian dari usaha peningkatan kecerdasan kehidupan bangsa. Dunia persekolahan ditengah alam pendidikan yang komprehensif. Banyak pihak memandang bahwa sekolah itu memang penting, akan tetapi bukanlah merupakan satu-satunya tempat seseorang dapat belajar menjadi cerdas. 
Pendidikan pada hakekatnya adalah proses pemanusiaan dan pemanusiawian, maka petugas utama proses pendidikan adalah si manusia peserta didik sendiri peran pembantu utama adalah orang tua karena dalam setiap terjadinya manusia adalah perkenan Tuhan. Sumber pendidikan adalah kodrat manusia, maka hak pertama atas proses pendidikan ada di tangan rakyat dengan pembantu pertama adalah orang tua, masyarakat dan pemerintah. Untuk itu pendidik harus memiliki ilmu mendidik, psikologi, antropologi, kosmologi, filsafat dan teologi. 

Sekolah merupakan salah satu sarana pendidikan formal, selain itu masih ada pendidikan non formal. Dunia luar sekolah juga sebagai tempat berharga guna mencerdaskan bangsa. Guna membantu anak-anak menjadi manusia, orang tua memerlukan bantuan sekolah. Dalam kaitan dengan tugas orang tua. Tugas utama sekolah ada di bidang kognitif, walaupun juga dibidang afektif dan psikomotorik. Perlu adanya kurikulum luwes yang lebih mementingkan pembinaan sikap –sikap intelektual dan sosial serta metode-metode dasar. Tetapi ada kalangan yang menghawatirkan proses pembelajaran yang hanya menghafal di sekolah justru akan menghambat pencerdasan bangsa. 

Kericuan dibidang pendidikan formal (sekolah) melimpahkan masalah ke bidang pendidikan non formal. Dalam pendidikan terjadi berbagai dilema dalam memilih, manakah nilai-nilai yang mau dijunjung lebih tinggi dari pada nilai-nilai dalam penyelenggaraan, pengelolaan dan perencanaan pendidikan. 
Penyelenggara pendidikan adalah keluarga, masyarakat dan pemerintah. Koordinasi pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan diperlukan pengokohan peranan swasta. Pengelolaan diserahkan pada berbagai departemen yang mengakibatkan ‘Mendidik demi pekerjaan’ maka pendidikan menjadi training oportunistik. Maka pelajar hanya mau cepat bekerja tanpa mempunyai pandangan luas, kreatif, dan dapat membawa negara ke masa depan yang baru, bukan menjadi pembaru masyarakat.

Dilema dirangsang oleh perasaan bahwa Negara kita ini terbelakang dibanding dengan Negara-negara industri besar. Sehingga nilai mana yang didahulukan teknik dan ekonomi ataukah nilai-nilai yang didasari moral dan kepribadian ‘Bagi dunia pendidikan tampak dilema dasar tentang tujuan pendidikan nasional’ , mahalnya biaya pendidikan, pendidikan mau disempitkan menjadi persekolahan atau pendidikan formal saja sehingga menjadi pengajaran.
Dilema nilai yaitu apakah pendidikan harus mengabdi ideologi ataukah ideologi yang harus mengabdi kepada pendidikan. Dilema kebebasan juga dalam pencerdasan bangsa. Setiap kebersamaan selalu mempertemukan beberapa kebebasan yang dengan begitu juga memodifikasikan sehingga dalam setiap proses pendidikan itu suatu porsi pembatasan juga perlu.

Rumusan dilema menegaskan, betapa seriusnya masalah yang dihadapi dunia pendidika secara terus menerus, harapannya masalah itu diselesaikan dengan terpadu dan bukan frakmentaris saja. Menurut Mangkunegoro IV menyarankan lewat ‘Wedhotomo’ anak-anak hendaknya menjadi orang bener-bener.
Krisis pendidikan ditimbulkan oleh perkembangan cepat jumlah pengetahuan dan jenisnya serta ketrampilan manusia, sehingga sulitlah seorang pribadi untuk mempunyai pandangan menyeluruh. Krisis pendidikan meliputi krisis pemilihan bentuk pengajaran, pandangan atas dunia krisis pendidikan dan moral yang berakar pada masalah dasar yaitu krisis peradaban manusia.

Berbagai masalah dunia pendidikan di Indonesia yang meliputi; menyamakan ‘mendidik’ dengan mengajarkan teknik-teknik hafalan, mengutamakan memperoleh keuntungan materi, menonjolkan teknik ketrampilan terbatas dalam pendidikan, memutlakkan pengetahuan sebagai satu-satunya ukuran pendidikan, menjuruskan pada peserta didik pada nilai-nilai relatif
Pada dasarnya setiap orang tua menginginkan mendidik anak sebaik mungkin. Manakah sekolah yang bermutu?. Nilai manakah yang didambakan oleh para orang tua untuk di tanamkan oleh sekolah pada anak-anaknya?. Dengan kekuatan mencita-cita memberi peluang yang besar pada peserta didik untuk memperoleh pendidikan yang sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya serta lebih mampu memenuhi keanekaragaman kebutuhan masyarakat terutama lapangan kerja. 

Pada kurikulum 1984 bersifat luwes dan memberi aneka program belajar, baik untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi maupun untuk memasuki dunia kerja. Tetapi juga terjadi berbagai kerawanan yang terjadi antara lain, mementingkan aspek kognitif individual, dari segi ilmu dan kejiwaan resikonya lebih besar, dasar pemilihan jurusan kurang representative, sulit terselesaikan secara organisatoris maupun psikis, penugasan guru dalam kurikulum tidak seimbangan dengan penugasan pembelajaran, banyaknya campur tangan departemen yang dapat menghambat pendidikan. Sebagai contoh kurikulum 1984 di dunia pendidikan SMA diatur terlalu banyak dan sampai menyempit tetapi tanpa pandangan mendidik yang menyeluruh.

Mendidik seseorang adalah membantu seseorang untuk dapat menyadari adanya nilai-nilai, mendalaminya, mengakuinya, memahami hakikatnya, kaitannya satu sama lain serta peranan dan kegunaannya bagi hidup (bersama). Menjunjung tinggi nilai-nilai dasar manusiawi. Nilai-nilai pendidikan ada yang besifat absolut dan bersifat relatif. Kita dapat membedakan antara nilai praktis, nilai ekonomis, nilai estetis, nilai sosial, nilai politis, nilai cultural/budaya, nilai susila/moral, dsb, tetapi tidak semua nilai itu dijunjung secara sama. 
Pendidikan yang serasi memperhatikan empat hal yaitu personal, social, kosmis, dan teologi. Jalan keluar krisis ini dapat diraba melalui usaha structural dan personal untuk merangsang berkembangnya pandangan yang tepat dan ointegral tentang manusia, dunia dan Tuhan. 

‘Pencerdasan kehidupan bangsa’ dalam bidang ‘Penerangan Umum’. Kebijakan penerangan yang terbuka adalah pendidikan yang baik untuk memungkinkan rakyat dapat berbagi rasa, bertukar pikiran, dan beradu argument secara bertanggung jawab tetapi juga perlu dengan kesiagaan yang sehat. Untuk itu diadakan gerakkan wajib belajar dengan mengadakan berbagai gerakkan orang tua asuh, pemasyarakatan olah raga namun dalam beberapa hal lain seperti humaniora. Masyarakat diharapkan dapat membantu meningkatkan sikap yang tepat terhadap peranan pendidikan sekolah-sekolah baik secara kuantitas maupun kualitas, tetapi tidak terlalu panic kalau ada yang tidak naik kelas, tidak lulus atau tidak mendapat sekolah. Sebab dalam situasi semacam itu masyarakat dapat justru terkondisikan untuk menciptakan sendiri jalan-jalan pencerdasan di luar sekolah. 

Perkembangan ilmu pengetahauan harus sebanding lurus dengan perkembangan ilmu sosial dengan dilandasi iman dan taqwa. Dengan landasan tersebut dapat menmendorong perkembangan ilmu yang sehat. Pendidikan yang benar selalu terjalin dengan pendidikan ketaqwaan kepada Tuhan YME artinya pendidikan sejati mengarah diri pada pemaduan segala pengalaman hidup dalam pengalaman bakti dan kasih kepada Tuhan. Sebagai contoh pada kurikulum 1984 memberikan mata pelajaran agama pada siswa sesuai dengan pemeluk suatu agama di sekolahnya. Dengan tujuan membantu siswa yang bertaqwa kepada Tuhan YME. Juga di perguruan tinggi dengan pendidikan nilai-nilai kemanusiaan. si terdidik maupun pendidik menjadi manusia yang otentik bebas dan berpancasila, yang melaksanakan dirinya dalam suatu kesimbangan dengan sesama dalam keluarga, lingkungan kerja, masyarakat dan Negara dengan Tuhan YME. 

Perguruan tinggi juga berintikan pendidikan nilai, tetapi pendidikan nilai di perguruan tinggi berpusat pada pendidikan bidang kognitif yang ilmiah. Perguruan tinggi menyampaikan iuran pembangunannya yang khas pada pembangunan bangsa, maka hendaknya perguruan tinggi menjadi tempat berlatih berpikir secara teratur dan bertanggungjawab. Peserta didik dipandang sudah lebih berdikari dalam mengambil sikap sehingga semakin perlu diberi latihan ketrampilan dan semakin banyak ditawari porsi kognitif, agar sikap yang diambil semakin bermutu. Kekhasan sumbangan pendidikan perguruan tinggi adalah pendidikan dengan penonjolan bidang berpikir.

Peranan perguruan tinggi yaitu pembangunan yang sungguh berusaha membebaskan masyarakat dari segala himpitan serta ketergantungan. Pendidikan perlu membantu agar generasi mendatang siap menangani masa depan secara kreatif dan tidak sekedar meneruskan apa yang ada.

Pengembangan ilmu dan sikap ilmiah dunia perguruan tinggi pun pers mahasiswa berjasa dalam memberikan sumbangsih kepada masyarakat terutama dari sudut keilmiahannya, dengan menjanjikan gagasan-gagasan dan pendekatan-pendekatan ilmiah dalam bahasa yang dipahami kaum awam, sehingga dapat menjembatani jurang antara cendikiawan dengan masa rakyat yang kurang tinggi pendidikannya. Dengan begitu privilege yang diberikan rakyat kepada perguruan tinggi (dengan begitu biaya tinggi) dapat ‘agak cepat’ dikembalikan kepada rakyat luas. Keadilan sosial terlaksana dan bahaya revolusi sosial pun dari sudut ini dapat terhindari.

Sabtu, 05 Maret 2011

Inilah Semangat Guru di Daerah Perbatasan

MESKIPUN Guru sering kali disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Pahlawan ini terkadang tak mendapatkan tanda jasa yang baik, contohnya saja soal penghasilan, tunjangan, fasilitas dan sebagainya.

Salah satu kisah guru di pedalaman adalah Ade Rahayu. Mahasiswa teknik Universitas Indonesia (UI) ini menunjukkan semangat kepahlawanannya dengan mengajar di wilayah perbatasan.

(Ade rahayu dan murid muridnya)
Februari 2012, menjadi pembuktiannya sebagai pahlawan muda yang turun dari menara gading untuk mencerdaskan anak-anak di SDN 06 Sungai Tembaga, titik Dusun Sungai Tembaga, Desa Tinting Seligi, Kecamatan Badau, Kalimantan Barat.

"Berangkat dari keprihatinan mengenai kondisi pendidikan di Indonesia, kami ingin melakukan suatu tindakan nyata sebagai bentuk tanggungjawab moral dan intelektual sebagai seorang mahasiswa. Hal sederhana yang terpikirkan pada waktu itu saya ingin menjadi guru, di daerah perbatasan. Kami menamakan kegiatan ini sebagai 'Gerakan Mahasiswa UI Peduli Perbatasan," ujar Ade bersemangat seperti yang dikutip Merdeka.

Bersama rekannya, Fitrianti dan Nike, Ade menemukan hal yang memilukan hati. Pendidikan belum merata di Indonesia. Ade mendapati SD yang diajarnya hanya didukung oleh tiga guru, padahal muridnya membludak. Tak hanya itu ketidakoptimalan tenaga pengajar dan kelas ini membuat anak kelas 3 SD rata-rata masih belum bisa membaca.

"Di SDN 06 Sungai Tembaga yang pada jumlah siswa sekitar 45 orang dengan jumlah guru sebanyak 3 orang. Siswa tersebut ada yang kelas 1-5 SD, sedangkan kelas 6 belum ada siswanya. Sekolah tersebut hanya ada 4 buah kelas di mana kelas 2 ,3 dan kelas 5 hanya dipisahkan dengan sekat kayu. Siswa kelas 1-3 SD yang belum pandai membaca dan berhitung sehingga kami menyempatkan untuk belajar tambahan bersama," ungkapnya.

"Saya bisa melihat semangat besar mereka untuk belajar dan bermimpi tentang cita-cita mereka kelak. Anak-anak di sana hebatnya berani berpendapat bahkan kerap kali berebut untuk menjawab soal ataupun maju ke depan kelas," ceritanya senang.

Bukan hal mudah bagi Ade dan kawan-kawan menjalani misi mulia ini, ketika banyak orang membelanjakan uangnya untuk liburan, Ade justru rela menabung dan merogoh jutaan rupiah untuk memberikan pelita ilmu bagi anak-anak perbatasan. Ditambah perjuangan baik sebelum maupun saat berada di sana, sangat menempa fisik dan mentalnya.

"Akses transportasi yang sulit, kondisi jalan yang rusak, gempuran produk dari negeri Malaysia, dualisme kewarganegaraan, harga-harga barang kebutuhan yang mahal, pelayanan kesehatan yang kurang memadai, hingga akses pendidikan yang sangat terbatas menjadi potret kehidupan saudara kita di sana," lanjut mahasiswa angkatan 2008 ini.

Beda di Kalimantan, beda lagi dengan nasib guru para anak TKI di Sabah Malaysia. Sejak tahun 2006, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia mengirim guru-guru ke tengah hutan sawit di Sabah, Malaysia untuk mendidik para anak pekerja sawit asal Indonesia. Kini tidak kurang 150 guru mengajar di estat atau perkebunan di tengah belantara hutan sawit.

"Saya sudah hampir dua tahun tinggal di sini. Saya mengajar di Pintasan 7, Lahad Datu," ujar Doddi Wibowo Irsan, salah seorang guru anak pekerja perkebunan kelapa sawit di Lahad Datu.

Lokasi Doddi mengajar dan tinggal berjarak lebih dari 130 Km dari kota Lahad Datu atau hampir tiga jam perjalanan menggunakan mobil. Satu setengah jam lewat jalan raya, sisanya masuk kawasan hutan sawit yang terjal.

"Kalau hujan kami sulit keluar masuk, karena di jalan di ladang sering banjir. Tak ada kendaraan umum masuk, yang ada hanya lori (truk pengangkut sawit) kami menumpang itu untuk keluar ladang," terangnya.

Untuk mendapatkan tumpangan lori, Doddi biasa harus menunggu berjam-jam. Jarak sekitar 50 Km dari jalan raya menuju estatnya dengan medan yang berbatu dan tanah tak mungkin dia tempuh dengan berjalan kaki.

"Air untuk keperluan mandi, cuci, kakus dan keperluan lainnya, kami mengandalkan air tadah hujan. Kalau hujan datang kami tampung di penampungan dari tong, lalu dialirkan dengan pipa. Tak jarang kami tak mandi selama dua hari karena tak ada air," terangnya.

Kisah guru-guru di perbatasan atau pedalaman memang sangat memperihatinkan. Dengan kondisi seadanya mereka tetap berjuang untuk mencerdaskan anak bangsa demi masa depan mereka yang lebih baik. Selamat berjuang para Guru, sang pendidik bangsa.

Sekian dan terimakasih.

Menebar Mimpi ke Pelosok Desa


Budi SuwarnaAnak-anak muda itu memiliki hampir semua prasyarat untuk hidup nyaman dan sejahtera di kota. Namun, mereka memilih jadi guru di pelosok-pelosok dusun negeri ini. Inilah kisah kaum muda yang berkomitmen untuk mencerdaskan rakyat.
>>>
Firman Budi Kurniawan (24) memindahkan gigi sepeda motornya ke gigi satu dan menarik gas dalam-dalam. Sepeda motor bebek itu pun melaju pelan meniti jalan setapak yang menanjak hampir 45 derajat. Suara knalpot yang tadinya menyalak tiba-tiba mengedan. Rintangan pertama dengan susah payah bisa dilalui, selanjutnya sepeda motor itu meluncur bagai roller coaster di jalan penuh batu besar.
>>>
Kami tiba satu jam kemudian di sebuah dusun tanpa listrik di tengah hutan. Di antara pepohonan hutan, berdiri rumah-rumah panggung sederhana. Inilah Dusun Beroangin, Kecamatan Malunda, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, tempat Firman tinggal dan bertugas sebagai guru sejak dua bulan lalu. Firman adalah sarjana Teknik Geofisika Institut Teknologi Bandung yang bersedia bergabung dalam Gerakan Indonesia Mengajar (GIM), sebuah gerakan nonpemerintah yang menantang para sarjana berprestasi mengabdi sebagai guru di daerah terpencil selama satu tahun.
>>>
Selain Firman, ada 50 sarjana berprestasi lainnya yang ditempatkan di pelosok dusun di Majene, Bengkalis (Riau), Tulang Bawang Barat (Lampung), Paser (Kalimantan Timur), dan Halmahera Selatan (Maluku Utara). Mereka disiapkan secara serius agar bisa hidup di daerah terpencil. Mereka juga dibekali teknik mengajar secara kreatif. Erwin Puspitaningtyas Irjayanti (24), sarjana dari Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, ditempatkan di Passau. Dusun tanpa listrik itu menjorok 5 kilometer ke dalam hutan dari jalan poros Makassar-Mamuju. Rabu (19/1) malam, kami bertandang ke sana. Suasana hutan begitu meraja. Suara kera dan lolongan anjing liar terdengar bersahutan hingga tengah malam.
>>>
Meski demikian, Wiwin—begitu dia disapa—masih menikmati beberapa ”kemewahan”. Setidaknya, di kampung itu ada sinyal telepon dan genset milik warga. Ketika genset itu dinyalakan, Wiwin bisa menumpang mengisi baterai laptop dan telepon selulernya. ”Kemewahan” itu tidak dinikmati Agung Firmansyah (24) yang bertugas di Dusun Manyamba, Majene. Sekadar untuk menelepon atau mengisi baterai, Agung harus turun gunung sejauh 6 kilometer ke permukiman di pinggir pantai melalui jalan terjal. Persoalan lain, tidak satu pun rumah di dusun itu yang memiliki fasilitas mandi, cuci, dan kakus. Alhasil, sarjana Ilmu Komputer Universitas Indonesia itu pun harus membiasakan diri bangun pada pagi buta untuk mandi di Sungai Manyamba, yang sampai awal tahun 1980-an masih dihuni buaya.
Dukun sakti
Kondisi alam hanya satu dari seabrek tantangan yang harus mereka taklukkan. Mereka juga harus menghadapi murid-murid yang tidak lancar membaca meski telah duduk di kelas III atau IV. Fasilitas sekolah juga amat minim. Di tengah kondisi seperti itu, Firman mencoba membuat terobosan. Selasa (18/1) petang, ia mengajak muridnya di SD 33 Battutala mendaki bukit Beroangin yang curam. Di bukit itu, ia mengajar Bahasa Inggris. ”Matahari… sun, langit… sky,” kata Firman sambil menunjuk matahari dan langit yang memerah di ufuk barat. Di kelas VI SD 27 Titibajo, Agung mengajar Matematika dengan menggunakan kartu remi sebagai alat bantu pelajaran berhitung. Pelajaran itu jadi terasa lebih mudah dan menyenangkan. Selain kartu remi, Agung kerap memanfaatkan benda-benda yang mudah ditemukan di sekitar dusun, seperti batu, pasir, kayu, sampai kompor sebagai alat peraga mata pelajaran IPA.
>>>
Tantangan lainnya, sebagian warga dusun menganggap para guru muda itu ”manusia super” yang bisa melakukan apa saja. Firman beberapa kali dimintai tolong untuk mengobati orang yang digigit anjing gila. Lain waktu, dia diminta membetulkan mesin diesel, bahkan memberi nama bayi yang baru lahir. ”Saya dikira dukun sakti, ha-ha-ha,” ujarnya. Wiwin pernah diminta mencari cara efektif untuk mengusir babi hutan. ”Seumur-umur, baru kali ini mikirin bagaimana mengusir babi hutan,” ujarnya.
Membangun mimpi
Anak-anak muda itu sebenarnya memiliki hampir semua prasyarat untuk hidup mapan di kota besar. Mereka punya prestasi akademik yang baik, jaringan, karier, dan penghasilan sangat lumayan. Wiwin, misalnya. Sebelumnya, ia adalah karyawan sebuah bank terkemuka. Penghasilannya per bulan belasan juta rupiah, bonus tahunan puluhan juta rupiah, dan punya kesempatan jalan-jalan ke luar negeri. Semua itu dia tinggalkan demi GIM.
>>>
Peserta GIM lainnya tidak kalah hebat. Sebagian ada yang bekerja di perusahaan multinasional atau telah mendapat beasiswa ke luar negeri. Lantas, mengapa mereka rela menanggalkan itu semua? ”Saya merasa, gerakan ini cocok dengan panggilan hati saya. Saya bercita-cita menjadi kaya raya agar bisa mendirikan sekolah buat orang tidak mampu. Sekarang belum kaya sudah bisa menolong,” ujar Wiwin. Soleh Ahmad Nugraha, pengajar muda di Dusun Lombang, Malunda, melihat, program ini memungkinkan dia belajar dari kearifan orang desa. ”Ini (pendidikan) S-2 dari alam,” ujar sarjana Sastra Indonesia Universitas Padjadjaran yang menanggalkan kariernya sebagai dosen demi GIM ini. Agung ikut GIM karena ingin hidupnya bisa menginspirasi orang lain. ”Saya ingin membangkitkan mimpi tentang masa depan yang lebih baik kepada anak-anak di daerah terpencil,” katanya.
>>>
Penggagas GIM, Anies Baswedan, sepakat, mimpi untuk menjadi orang terdidik harus dibangkitkan hingga ke pelosok dusun yang keberadaannya sering kali diabaikan lantaran selama ini kita terlalu berorientasi ke kota. ”Mimpi itu penting. Ketika mereka punya mimpi jadi orang terdidik, mereka akan sekolah. Dan, kita sebagai orang terdidik punya tanggung jawab menularkan virus pengetahuan kepada mereka,” lanjutnya. GIM memang belum banyak membuahkan hasil. Namun, setidaknya, kini, di sebuah dusun di tengah hutan Battutala, Aliman (32) bermimpi bisa menyekolahkan anak laki-lakinya hingga sarjana. ”Dia tidak boleh bodoh seperti saya,” katanya.
Sebuah mimpi yang indah….
>>>
Sumber:
http://cetak.kompas.com/read/2011/01/30/03231154/menebar.mimpi.ke.pelosok.desa