Selasa, 16 Februari 2010

(Anak) Anda Pandai Maukah Jadi Guru?


 by Urip Rukim

Dipastikan salah satu penyebab utama jeleknya mutu pendidikan di Endonesa adalah jeleknya kualitas pengajar, baik guru, widya-iswara dan juga dosen. Disinyalir atau ada kecenderungan (meskipun bukan hasil penelitian) bahwa kebanyakan kualitas pengajar semakin merosot kalau dirunut dari jaman kompeni, kemerdekaan, masa revolusi, orde baru, orde reformasi hingga saat ini.
Penyebabnya adalah input tenaga pengajar itu tidak kualifaied. Sebenernya di Endonesa potensi manusia untuk jadi guru yg berbobot itu tidaklah kurang. Hanya saja kebanyakan dari mereka yg memiliki potensi bagus untuk jadi pengajar enggan bener2 jadi pengajar. Penyebabnya tidak lain adalah masalah imbalan/kesejahteraannya tidak layak menurut takaran mereka. Akibatnya posisi pengajar diisi oleh mereka yg sebenarnya hanya terpaksa untuk sekedar mendapatkan penghasilan karena tidak bisa atau takut kalah bersaing dengan mereka2 yg berpotensi… Yah memang tidak semua pengajar buruk, hal ini dibuktikan dari hasil uji kompetensinya + – 50% dari yg mengikuti uji kompetensi itu dinyatakan layak mengajar. Meskipun uji kompetensi itu sendiri hanya sekedar ukuran diatas kertas.
Dengan kondisi seperti itu semestinya pengajar yg tidak layak itu untuk segera sadar diri memperbaiki diri sehingga bisa menjadi pengajar yg lebih baik, menguasai apa yg diajarkan, bisa mengatur kelasnya agar selalu hidup apapun kondisi siswa-nya, menguasi hal2 terkait tugasnya seperti mampu membuat soal yg baik, selalu rajin mengevaluasi diri dan kondisi siswanya, intinya tidak diam hanya menunggu saat gajian saja.
Banyak di antara anak yg pinter enggan untuk berprofesi jadi pengajar alasannya adalah masalah hasil kerjanya tidak begitu dihargai, mereka lebih memilih untuk berprofesi lain yg menjajikan penghasilan yg besar. Dan ini jelas sudah diketahui, disadari oleh pihak pengambil kebijakan di negeri ini dan semua para pakar yg sering dimintai nasehat oleh pengambil kebijakan itu. Tapi adakah usaha untuk “merayu” mereka yg pandai itu supaya mau jadi pengajar di sekolah-sekolah dengan gaji yg tidak kalah dibandingkan profesi yg selama ini diidolakan kebanyakan orang?
Anehnya banyak lulusan IKIP/FKIP yg memiliki prestasi/potensi bagus, tetapi begitu masuk jadi guru malah dilempar jauh di pelosok yg tidak memiliki akses untuk menunjang pengembangan potensi yg dimilikinya, sehingga emas-emas yg terpendam itu tidak terawat dan tidak pula termanfaatkan. Mereka (pihak yg menentukan penempatan guru) memiliki kepentingan pribadi terkait sogok-menyogok untuk mengambil untung dalam penempatan tenaga pendidik itu. Atau mungkin memang sudah menjadi konvensi dari mereka2 itu siapa saja yg berpotensi itu dianggap mengancam kenyamanannya, maka perlu dilempar jauh agar tidak mengganggu status quo.
Lalu apa yg kita bisa perbuat…

Tidak ada komentar: