Minggu, 20 Mei 2012

Pendidikan Layak di Daerah Terpencil


         Di era globalisasi sekarang ini bangsa Indonesia masih dililit krisis di bidang pendidikan. Masih banyak hal yang perlu dikoreksi terutama oleh pemerintah sebagai salah satu fasilitator pendidikan. Pelayanan pendidikan terutama di daerah-daerah terpencil seperti di daerah luar Jawa pada kenyataannya masih minim padahal dana APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) yang dialokasikan khusus untuk pendidikan sudah 20%. Dalam tulisan ini, saya ingin membahas tentang permasalahan pendidikan yang melilit daerah-daerah terpencil, dampak dari berbagai masalh tersebut, serta perhatian pemerintah dalam meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan di daerah terpencil.
     Daerah terpencil merupakan daerah yang letak teritorialnya berada jauh dari pusat pemerintahan. Hal inilah yang selama ini menjadi kendala berbagai perhatian yang seharusnya diberikan kepada masyarakat di daerah terpencil. Misalnya saja, pendistribusian bantuan bagi korban bencana alam di daerah terpencil memakan waktu dan proses yang lama dan berbelit-belit. Kejadian ini biasanya disebabkan oleh medan-medan yang menjadi objek pendistribusian cukup sulit untuk dijangkau, karena alasan transportasi, komunikasi dan masalah-masalah klasik lainnya. Dengan begitu tidak jarang daerah-daerah terpencil korban bencana alam tidak terjamah bantuan dan terabaikan oleh pemerintah. Tidak hanya dalam hal pendistribusian bantuan bencana alam, dalam pelayanan kesehatan dan pendidikan yang menjadi hak masyarakat pun, di daerah terpencil masih sering terabaikan.
    Di Indonesia, pelayanan pendidikan khususnya untuk daerah-daerah terpencil masih minim. Berbagai masalah yang menghambat proses pendidikan di suatu daerah masih sering muncul. Sarana dan prasarana menjadi salah satu hambatan utama yang merintangi berjalannya suatu proses pendidikan di daerah terpencil. Sarana dan prasarana ini meliputi gedung sekolah beserta isinya, serta peralatan-peralatan sekolah yang menunjang proses belajar mengajar di suatu sekolah, atau lembaga tempat belajar. Sering kita lihat pembangunan gedung-gedung sekolah megah diperkotaan dengan fasilitas yang memadai untuk kegiatan belajar mengajar. Namun hal itu akan berbanding terbalik ketika kita melihat keadaan yang sebenarnya di daerah terpencil. Tidak ada fasilitas yang cukup memadai untuk menunjang kemajuan proses belajar mengajar yang mereka lakukan. Gubug-gubug reyot yang mereka sebut sebagai gedung sekolah tidak mampu memberikan fasilitas yang memadai sebagaimana sekolah-sekolah normal pada umumnya.
    Pada kenyataannya, pembanguan fisik sekolah-sekolah di wilayah perkotaan terus menjamur seiring dengan dikeluarkannya dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) oleh pemerintah. Sayangnya perhatian pemerintah tentang pendidikan yang disalurkan lewat dana BOS tersebut tidak begitu nyata dirasakan dampaknya oleh masyarakat atau sekolah-sekolah di daerah pedalaman atau daerah terpencil. Gembar-gembor dana BOS yang dijanjikan oleh pemerintah membahana ke seluruh pelosok negeri, namun pada kenyataannya wujud fisik dari dana BOS tersebut tidak pada sekolah-sekolah di daerah terpencil. Hal ini terjadi biasanya disebabkan oleh masalah-masalah klasik seperti hambatan pada transportasi dan komunikasi. Selain itu hambatan dari manusianya sendiri sering menjadi salah satu alasan pendistribusian dana BOS yang tidak tersalurkan. Hambatan manusia ini dapat berupa KKN (Korupsi Kolusi dan Nepotisme) yang dilakukan oleh aparat-aparat yang bertugas dalam pendistribusian dana BOS sehingga tidak tersampaikan kepada sekolah-sekolah di daerah teroencil sebagaimana mestinya. Masalah inilah yang sebenarnya sulit dihindari bila dibandingkan dengan masalah transportasi dan komunikasi, mengingat budaya korupsi masih menggerogoti mental bangsa Indonesia di berbagai bidang.
      Masalah yang tidak kalah menyita perhatian dalam pendidikan terutama di daerah terpencil adalah masalah kualitas guru. Tuntutan mengajar seorang guru di daerah terpencil lebih berat bila dibandingkan tuntutan guru yang mengajar di daerah perkotaan. Hambatan ini dipicu oleh masalah minimnya sarana dan prasarana penunjang proses pembelajaran di daerah terpencil. Sehingga seringkali seorang guru di daerah terpencil memutar otak untuk memenuhi hal tersebut. Apalagi bobot materi yang harus diajarkan harus sesusai dengan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, sejak diberlakukannya UAN (Ujian Akhir Nasional) sebagai standar kelulusan bagi siswa-siswi sekolah menengah. Hal ini tentunya menambah beban mental bagi guru di pedalaman, karena selain harus memikirkan hidupnya sebagai seorang individu di daerah terpencil, seorang guru di daerah terpencil juga harus memikirkan tanggungjawabnya sebagai seorang guru. Namun sayangnya perhatian pemerintah kepada para guru di daerah  daerah terpencil kurang. Beban yang ditanggung oleh seorang guru di daerah terpencil tidak sebanding dengan imbalan yang didapatkan.
        Selain kurang diperhatikannya nasib guru di daerah terpencil, sistem perekrutan guru di daerah terpencil juga kurang baik. Biasanya guru yang terdapat di daerah terpencil bukanlah seseorang yang ahli di bidangnya. Seringkali guru di daerah pedalaman adalah seseorang dengan ilmu dan kemampuan mengajar yang seadanya. Hal ini biasanya disebabkan karena guru yang direkomendasikan untuk mengajar hanya lulusan sekolah menengah saja, sehingga proses pembelajaran tidak berjalan maksimum.
     Selain kedua masalah pendidikan yang melilit daerah terpencil tersebut, masalah keadaan lingkungan dan kondisi masyarakat di daerah terpencil juga mempengaruhi berlangsungnya proses pendidikan di daerah terpencil. Di daerah terpencil biasanya belum banyak adanya pembangunan seperti di daerah perkotaan, yaitu pembangunan jalan, jembatan dan lain sebagainya. Hal ini menghambat perjalanan siswa dan guru yang akan pergi dan pulang sekolah. Seorang siswa atau pendidik yang kurang sadar akan pentingnya pendidikan lama kelamaan akan menyerah dengan kondisi ini, dan terjadilah purus sekolah. Selain kendala kondisi lingkungan, kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan masih kurang. Padahal kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan adalah pondasi awal yang dibutuhkan untuk membangun pendidikan dan pembangunan di daerah tersebut. Kebanyakan dari mereka lebih memilih menginfestasikan hartanya untuk hal-hal yang menurut mereka lebih berguna bila dibandingkan dengan pendidikan. Selain itu, terkadang mereka lebih rela menikahkan anak-anak mereka di usia muda dibanding menyekolahkan mereka, karena sekolah bagi sebagian dari mereka adalah sesuatu yang hanya akan memperparah kemiskinan mereka.
      Berbagai dampak dari masalah muncul seiring dengan memanasnya masalah pendidikan yang dialami oleh daerah terpencil. Dampak dari masalah-masalah tersebut antara lain, kemajuan mutu pendidikan di suatu daerah terpencil akan terhambat. Mutu pendidikan di daerah terpencil tidak akan pernah sama dengan mutu pendidikan di daerah perkotaan selama masalah-masalah pendidikan di daerah terpencil belum dapat teratasi.
         Selain itu, masalah-masalah tersebut menyebabkan tertinggalnya pembangunan suatu daerah dengan daerah lainnya. Seperti yang telah disebutkan bahwa, kemajuan pendidikan di suatu daerah/negara merupakan wujud dari kemajuan pembangunan di suatu daerah/negara. Jadi suatu daerah akan baik pembangunannya bila pendidikannya maju, dan sebalikknya suatu daerah akan terpuruk pembangunnanya bila mutu pendidikannya pun terputuk. Hal ini bisa menyebabkan masyarakat di suatu daerah dipandang sebelah mata oleh masyarakat di daerah lain yang pendidikan dan pembangunanya lebih maju. Sehingga hal ini tidak baik bila terus menerus diabaikan.
            Masalah-masalah pendidikan di daerah terpencil tidak baik bila diabaikan begitu saja. Dalam hal ini pemerintah seharusnya mempunyai langkah-langkah konkret untuk mengatasinya. Langkah-langkah tersebut bisa berwujud perhatian yang lebih dari pemerintah dan masyarakat, maupun pengawasan yang lebih intensif terhadap pendidikan di daerah terpencil. Wujud perhatian yang bisa diberikan oleh pemerintah kepada sekolah-sekolah di daerah terpencil adalah meningkatkan sarana dan prasarana yang masih minim, memperbaiki kualitas guru dengan memberikan suport materi dan motivasi secara personal, mengingat perjuangan seorang guru di daerah terpencil lebih berat bila dibandingkan dengan guru di daerah perkotaan.  Hal ini bisa dilakuukan dengan penaikan gaji guru di daerah terpencil, serta seringnya diadakan perukaran guru antar daerah agar guru di daerah terpencil dapat termotivasi semangatnya.
         Selain itu, perlu dilakukan pengawasan terhadap berbagai jenis bantuan yang akan digunakan untuk memperbaiki sarana dan prasarana, kualitas guru dan penunjang pendidikan lainnya. Hal ini bisa direalisasikan dengan semangat otonomi daerah, sehingga pengawasan pemerintah terhadap pendidikan di daerah-daerah terpencil lebih optimal.
      Oleh karena itu, tidak hanya pemerintah yang harus berperan dalam memajukan pendidikan di daerah terpencil, namun peran serta dan kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan dalam suatu kehidupan juga menjadi peran penting dalam memajukan pendidikan dan selanjutnya pembangunan di suatu daerah, terutama daerah terpencil.
By: OktianaDA