sajak Irwan Sandza
/Celoteh tentang Kelas Setengah Spasi/
Kelasku setengah spasi. Tak pernah bertitik selalu berkoma. Berdinding lumut pilu.
Kelasku beratap angan hampa. Tak pernah berwujud. Menguap di bilik jendela tanpa kaca.
Kelasku beralas karpet bumi. Tempat bermukim bakteri. Yang menggerogoti pangkal ulu isi kepalaku.
Hingga aku tak pantas bermimpi.
/Celoteh tentang Guru Ber-Ibu Alam/
Guruku tidak lahir dari bangku pengetahuan. Berotak kumpulan rumus canggih dan kritis. Yang akan mengaduk silsilahku.
Guruku terlahir dari persilangan dua dimensi. Ibunya bernama alam. Ayahnya bernama hati nurani.
Guruku menopang ragaku. Menuntun tanganku mencakar awan. Namun sayang, guruku tak bisa terbang.
Hingga mimpiku sebatas lambaian tangan.
/Celoteh tentang Sekerat Mimpi Menjadi Guru/
Mimpiku menjadi guru pendonor ilmu. Akan aku transfusi setetes bara. Agar kelak akan lahir anak bangsa berkulit baja.
Mimpiku menjadi guru pemasak ilmu. Akan aku suguhkan sepiring angka. Agar kelak lahir pahlawan bersenjata intelektual.
Mimpiku menjadi guru penyulam ilmu. Akan aku untai sebait cerita. Tentang: “Sekolahku yang akan bermetamorfosis menjadi istana penjajah.”
Sumedang, Mei 2011
(telah ditampilkan dalam Bedah Puisi WR edisi 16 November 2011)