Bahagia itu tak kasat mata, sebab kerap ia tak mudah diindra oleh mata. Tak juga terjangkau oleh telinga. Jangan mudah mengira kalau mereka yang berharta dan bertahta itu bahagia hidupnya. Sebab mata kadang tak menjangkau apa yang tersembunyi di qalbu, juga yang terselip mengganjal di dalam jiwa. Anda mungkin pernah mendengar kesah seorang hartawan, atau juga keluh seorang pejabat tentang himpitan hidup yang kerap menyiksa. Meresa seolah ada yang kurang dalam hidupnya.
Ya…bahagia itu tak kasat mata. Jangan pula menyangka bahwa mereka yang tak berpunya itu menderita hidupnya. Malah kadang pada mereka bahagia mudah dijumpa. Sebab begitulah mata, selalu ada yang tak kuasa diindra. Anda juga mungkin pernah mendengar ucap syukur mereka yang tak berpunya. Merasa ia telah memiliki segalanya, walau hanya hidup apa adanya. Senyumnya sumringah dengan rona bahagia yang jelas terlihat.
Jangan menuntut diberikan harta dan tahta, serakah ingin memiliki segalanya, sebab tak menjamin kau jumpai bahagia disana. Cukuplah berharap kau diberikan bahagia, lapang jiwanya, mudah memberi dan menolong sesama.
Kawan…anda pernahkan melihat, tentang si kaya yang tak kuasa berderma. Berat tangannya untuk memberi pada tetangga yang menderita atau pada saudara yang sedang membutuhkan. Walau berjuta-juta rupiah ada padanya, masih juga ia tak mampu memberi dan mengulurkan sedekah.
Anda juga mungkin pernah melihat, tentang si fakir yang memberi dan menolong sesama. Tampak hidupnya biasa-biasa saja, tapi keberadaannya dirasakan sesama. Ia berikan apa yang dimilikinya untuk membantu siapa saja yang membutuhkan. Menjadi orang yang bermanfaat disekitar rumahnya juga pada sesama saudara. Menjadi Khairunnas anfa’uhum linnas.
Subhanallah…ternyata memberi bukan sebab banyaknya harta ditangan, bukan pula sebab tingginya jabatan yang disandang. Tapi tentang jiwa yang sempit ataukah lapang, tak ada hubungan soal berapa banyak harta yang dipunya. Tapi ini soal mental, juga jiwa yang bersemi di dalam dada.
Kawan, berhati-hatilah kita, sebab kehinaan tidak selamanya dalam keadaan tak berpunya. Namun kadang diberikan Allah saat kita bergelimang harta tapi tak kuasa merasakan nasib sesama. Tak peka hati dan jiwanya. Saat itu tampaklah betapa hinanya kita di mata Allah yang maha kaya, yang memiliki jagad semesta.
Waspadalah, mari kita saling mengingatkan, semoga tetap mulia di mata Allah walau hina dipandangan manusia. Istiqamalah !!!
sumber : catatanfahry.wordpress.com